Kelompok Kriminal Bersenjata
KKB Klaim Didukung Masyarakat, Pendeta Jupinus Membantah: Justru Warga Diteror, Gadis Muda Diperkosa
Kehadiran TNI-Polri ini, kata Pendeta Jupinus Wama, tentunya akan membawa harapan baru bagi keamanan dan kemajuan Papua.
WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA-- Klaim bahwa kelompok kriminal bersenjata (KKB) di wilayah pegunungan Papua mendapatkan dukungan masyarakat untuk mewujudkan Papua merdeka tidak sepenuhnya benar.
Faktanya, di lapangan sebagian warga justru menjadi korban kekejaman kelompok kriminal ini.
Sudah banyak warga melaporkan tindakan keji yang dilakukan kelompok tersebut.
Kelompok itu melakukan aksi teror dan membunuh siapa saja yang dianggap menghalangi aksi mereka dalam memberontak.
Argumentasi tersebut terbantahkan saat Pendeta Jupinus Wama angkat suara soal kebiadapan yang dilakukan KKB khususnya di wilayah Beoga, Kabupaten Intan Jaya, Papua.
Baca juga: Wakil Komandan Perang KKB Wilayah Sorong Tewas Keracunan Air Mineral, Ada Konflik Internal?
Kata Pendeta Jupinus Wama, KBB tak hanya menyerang TNI-Polri tetapi juga menyasar siapa saja yang baginya menghalang-halangi apa yang hendak dilakukan.
Tak hanya remaja, pemuda dan orang dewasa, tetapi anak-anak tak berdosa, juga diperlakukan sama kejamnya.
Bahkan anak-anak gadis dan anak-anak dibawah umur direnggut kehormatannya oleh para pria yang tergabung dalam kelompok tersebut.
Pendeta Jupinus Wama diketahui sudah lama memberikan pelayanan kepada umat di Distrik Beoga.
Dalam masa pelayanan itulah, Pendeta Jupinus Wama menemukan banyak masalah yang membelenggu masyarakat setempat.
Dia mengungkapkan bahwa tak sedikit anak perempuan dan anak di bawah umur di wilayah itu jadi korban perbuatan tak senonoh KKB.
Baca juga: Satgas Operasi Damai Cartenz Tembak Mati Pimpinan KKB Papua Toni Tabuni, Pernah Bakar Bandara
Anak-anak perempuan dan umumnya di bawah umur, dirudapaksa oleh para pria yang muncul dari semak belukar.
Selama ini, ungkap sang pendeta, ia bersama tokoh masyarakat tak bisa lagi mengatasi masalah yang satu ini.
Bahkan jika masalah tersebut diproses, maka masyarakat sipil lagi-lagi jadi korban.
Oleh karena itu, katanya, masyarakat di Beoga tak bisa berbuat apa-apa.
Mereka menyerahkan sepenuhnya masalah tersebut kepada TNI dan Polri.
Ia juga berterima kasih karena TNI-Polri telah bertugas di pedalaman Papua termasuk di Distrik Beoga.
Kehadiran TNI-Polri ini, kata Pendeta Jupinus Wama, tentunya akan membawa harapan baru bagi keamanan dan kemajuan Papua.
Dalam video yang viral di media sosial, sang gembala umat ini mengungkapkan, bahwa selama ini mereka sama sekali tak dihargai lagi oleh KKB.
Baca juga: Dengan Beringasnya Injak-injak Alquran, Eka Minta Dimaafkan usai Terciduk, Mengaku Imannya Lemah
Pernyataan itu, katanya, bukan berarti para pendeta di Beoga dan wilayah lain di Papua, butuh penghargaan KKB.
Tapi perlakukan KKB di wilayah tersebut sama sekali tak bernorma, tak bermoral.
Bahkan pemerintah dan para tokoh masyarakat tak dianggap sama sekali oleh para pengacau itu.
Atas dasar itu, maka ia meminta TNI dan Polri senantiasa menyatu dengan masyarakat agar sama-sama memerangi KKB.
Saat ini, katanya, mayoritas penduduk di Papua mengutuk KKB, karena tindakannya amat meresahkan warga.
Ia juga mengungkapkan, bahwa KKB sangat licik. Dalam pergerakannya, KKB biasa menyerang TNI-Polri pada malam sebelum fajar menyingsing.
Sementara saat siang hari, KKB melancarkan aksi bejatnya, yakni merenggut mahkota anak-anak perempuan.
Saat ini, katanya, perlakukan KKB tak bisa ditolerir. Sebab senjata yang dipanggul hanya untuk menakut-nakuti warga.
Pada bagian lain tokoh agama di Distrik Julukoma ini juga mengatakan bahwa Kampung Beoga benar-benar tercemar oleh KKB.
KKB, lanjut Pendeta Jupinus Wama, telah merusak ketentraman masyarakat. Mereka telah mengobok-obok kedamaian di Beoga.
"Saat ini semua orang marah. Masyarakat marah, tuan tanah marah, Tuhan marah. Sekarang kami semua marah." Kata Pendeta Jupinus Wama.
KKB, katanya, hancurkan gedung sekolah, Puskesmas dan rumah penduduk. Bahkan masa depan anak-anak perempuan juga hancur gegara tindakan KKB.
"Bayangkan, rumah warga hancur karena KKB. Masa depan anak-anak perempuan juga hancur karena KKB," tandasnya.
Sebagai gembala umat, katanya, ia tak sanggup menghadapi fakta yang ada.
Pihaknya berharap agar pemerintah melalui TNI-Polri jangan berhenti mengamankan pemukiman penduduk.
Fakta-Fakta KKB di Beoga
Beoga merupakan satu di antara zona merah di Papua. Di tempat inilah Delapan pekerja jaringan telekomunikasi, dihabisi olehg kelompok pengacau.
Peristiwa kelam di Kabupaten Nduga itu terjadi pada Rabu 2 Maret 2022 dini hari.
Kala itu para korban sedang memperbaiki Tower BTS 3 Telkomsel di Distrik Beoga.
Baca juga: Ini Kondisi Terkini Puncak Papua pasca KKB Tembak Dua Prajurit TNI
Distrik itu berbatasan dengan Distrik Sugapa, Kabupaten Intan Jaya.
Makanya, sebelum Beoga, salah satu wilayah yang rawan keamanan adalah Sugapa.
Namun terlepas dari Distrik Sagupa, berikut ini kami paparkan sejumlah fakta tentang Distrik Beoga:
1. Guru Ditembak Sekolah Ditutup
Pada awal April 2021 silam sebuah insiden mengerikan terjadi di Distrik Beoga.
Seorang guru, Oktavianus Rayo (44) ditembak mati oleh sekelompok orang tak dikenal.
Sejak itu, sekolah yang ada di Beoga ditutup. Sekolah itu praktis tak beroperasi karena guru-guru takut diserang KKB.
Sejak itu, semua proses belajar mengajar berpindah ke Timika.
"SD sudah tidak ada guru. Begitu juga SMP dan SMA, tidak ada guru. Guru-guru dari Beoga sewa tempat di Timika dan sekolahnya di sana, sudah banyak anak-anak di sini berangkat ke Timika," kata Ali Akbar, seorang polisi di Beoga.
Untuk mengatasi ketimpangan tersebut, aparat kepolisian dan TNI mengusulkan ke Dinas Pendidikan Puncak agar aparat TNI Polri diberdayakan jadi guru.
2. Setahun KKB Lakukan Belasan Kejahatan
Distrk Boega rawan sejak 16 Februari 2021. Semua itu berawal dari penganiayaan yang menewaskan Dejalti Pamean.
Sejak itu, beberapa peristiwa terjadi secara beruntun, seperti penembakan guru SD, Oktavianus Rayo dan Jonatan Renden oleh KKB.
KKB juga membakar rumah guru, rumah kepala sekolah SMP, gedung SMAN 1 Beoga, gedung SD Inpres Dambet, kantor PT Bumi Infrastruktur dan membakar rumah Kepala Suku Bener Tinal.
KKB juga melakukan penembakan yang menewaskan Kabinda Papua Brigjen TNI Gusti Putu Danny Nugraha Karya.
3. Susahnya Transportasi ke Beoga
Beoga merupakan distrik yang terisolasi. Hanya pesawat berbadan kecil yang bisa menggapai daerah itu.
Hal ini diungkapkan Kapolsek Beoga, Ipda Ali Akbar yang bertugas di distrik tersebut selama 19 bulan.
Ia menuturkan, jika kondisi aman, penerbangan ke Beoaga empat kali sehari. Harga tiketnya Rp 1,8 juat per orang.
Jika membawa barang, tarifnya Rp 20.000/kg.
Di Beoga sendiri ada delapan kampung dengan luas 809.008 kilometer per segi.
4. Pesawat Angkut Sepeda Motor
Ipda Ali Akbar juga menuturkan di Distrik Beoga tak ada mobil. Satu-satunya kendaraan roda empat di daerah itu adalah mobil ambulans Puskesmas Beoga.
Saat ini mobil ambulance itu rusak. Tapi banyak warga yang memiliki sepeda motor.
Kendaraan roda dua ini dibeli di Timika lalu diangkut dengan pesawat ke Beoga. Biaya pengangkutan mencapai Rp 6 juta.
5. Harga BBM Super Mahal
Di Beoga ada panel surya dengan kapasitas terbatas. Panel listrik itu hanya digunakan untuk penerangan di waktu malam.
Harga BBM di Beoga super mahal. Mencapai Rp 50.000 per liter. BBM Ini hanya dijual di tiga toko yang ada di Beoga.
Untuk akses antarkampung, warga umumnya berjalan kaki menyusuri jalan setapak.
Soal akses telekomunikasi, kata Ali Akbar, di Beoga sudah mencapai sinyal 4G.
Namun letaknya dipegunungan, sehingga penggunaannya masih terbatas.
Kalau siang jaringan telekomunikasi terputus-putus. Tapi jika malam hari signalnya kuat.
"Signal makin kuat kalau malam hari setelah warga tidur. Jaringannya bagus sampai pagi," kata Ali Akbar. (*)
Artikel ini telah tayang di Pos Kupang