Mudik Lebaran
Ebbo Memburu Rezeki saat Mudik Lebaran Lewat Keahlian Melukis dengan Limbah Kayu
Ebbo memiliki skill luar biasa di bidang seni. Dia mampu melukis dengan memanfaatkan limbah kayu.
Penulis: Cahya Nugraha | Editor: Valentino Verry
WARTAKOTALIVE.COM, BREBES - Pemandangan menarik dijumpai di dalam rest area 260B Tol Trans Jawa, Brebes, Jawa Tengah.
Memasuki gerbang utama rest area itu, di sebelah kanan terdapat pelukis yang menggunakan limbah kayu sebagai medianya melukis.
Di konter yang disewanya terpajang beberapa karya yang sudah jadi dan siap diperjual belikan, beberapa karya tersebut sudah ada yang dipesan oleh pelanggan.
Baca juga: Komandan Militer Tertinggi Rusia Terluka Pecahan Peluru dalam Pertempuran di Ukraina
Teknik melukis yang unik ini adalah Pirografi, di Indonesia penggunaan teknik ini terbilang masih langka.
Masih sedikit orang yang familiar dengan nama ini, beberapa orang telah mencobanya dan mulai jatuh cinta pada teknik melukis jenis ini, salah satunya adalah Ebbo.
Saat ditemui, Ebbo sedang menyelesaikan lukisan kepala Buddha.
Beberapa kali pengunjung melihat proses pembuatannya dan bertanya terkait soal harga dari karyanya tersebut.
Ebbo menjelaskan bahwa, hasil karyanya merupakan dari proses pembakaran atau burning wood.
Menggunakan alat solder elektrik yang dipanaskan, bernama pirograf.
Baca juga: Siaga 24 Jam, PLN Pastikan Pasokan Listrik Terbaik untuk Masyarakat Sambut Idul Fitri 1443 H
Tidak seperti melukis di atas kanvas pada umumnya, menggunakan media kayu memiliki kesulitan tersendiri. Kesalahan yang terjadi tidak bisa dihapus, sehingga harus membuat ulang.
Jadi, sebelum memulai proses pembakaran, pelukis akan membuat sketsanya terlebih dahulu menggunakan pensil untuk mengurangi tingkat kesalahan.
"Untuk tingkat kesulitan melukis di media kayu ini ada di tahap awal ketika kita menentukan serat kayu yang cocok," ucap Ebbo.
Tiap lukisannya Ebbo menggunakan kayu jati sebagai medianya melukis.
"Pas kasus covid itu saya berpikir bagaimana caranya untuk mengurangi biaya produksi, namun membuahkan hasil optimal, akhirnya saya pakai limbah kayu ini," ucapnya sambil melukis.
Baca juga: Enzy Storia Siapkan THR Dalam Jumlah Banyak, Ini Alasannya
Menurut Ebbo, untuk penyelesaian karya dibutuhkan waktu satu hari tergantung objeknya.
Semakin susah objek yang digambar maka butuh beberapa hari untuk menyelesaikannya.
Untuk kayu yang digunakan ia menggunakan limbah sisa potongan.
"Menggunakan sisa potongan kayu, tapi kalo ada pelanggan yang memesan dengan jenis kayu tertentu juga bisa," ucap pria kelahiran Brebes, Jawa Tengah.
Ebbo juga menjelaskan tidak ada ukuran yang pasti untuk kayu yang akan ia lukis.

Selama kayu itu memiliki bentuk proporsional dan layak maka itu bisa dijadikan media lukis.
"Tidak ada ukuran pasti, selama proporsional dan nyaman bagi pelukisnya, itu sudah layak dan tidak mesti kayu jati," ucapnya.
Harga yang ditawarkan variatif mulai dari Rp 500.000 hingga Rp 20 juta untuk hasil karya pirografi.
Rest area 260B ini memang memiliki pengalaman sendiri bagi para pengunjung.
Baca juga: PESAN Raja Salman Arab Saudi di Hari Raya Idul Fitri 1443 H, Tekankan Pengampunan dan Toleransi
Bangunan klasik yang dilapisi bata merah sejak zaman Belanda ini mengajak pengunjungnya menikmati nuansa proses produksi gula zaman dulu.
Pabrik yang berdiri di atas lahan 10,5 hektar (Ha) ini berhenti beroperasi pada 1997 silam, sebab tingginya biaya operasional.
Hingga kemudian bangunan ini ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya.
Bangunan ini cukup besar, terdapat juga beberapa rumah dinas yang dulunya ditempati oleh para karyawan pabrik gula (PG).
Bagian depan bangunan masih nampak jelas jejak masa lampau dari pabrik gula di masa keemasannya.
Meskipun saat ini sudah direnovasi secara modern, namun nilai otentik bangunan bersejarah ini masih nampak jelas.
Baca juga: Ganjar Pranowo Borong Roti 4 Dus di Rest Area 456A, Optimistis Ekonomi Menggeliat Lebaran Tahun Ini
Sejumlah sudut rest area ini masih asli peninggalan Belanda
"Jadul sih, tapi keren juga untuk foto-foto, arsitekturnya bagus," ucap Ayu, seorang pengunjung.
"Klasik banget, di beberapa bagian juga masih asli, beneran seperti di pabrik gula rasanya," imbuh Akbar, pengunjung yang lain.
Haryono (49) mengatakan hal yang sama. Menurutnya, lewat rest area ini anak-anaknya bisa merasakan bangunan zaman Belanda.
"Masuk dari pintu mana pun, nuansa Belandanya sudah terasa, terlebih banyaknya jendela -jendela, terasa seperti zaman kolonial," ucapnya.