Kejagung Naikkan Kasus Ekspor Minyak Goreng ke Penyidikan, Diduga Ada Gratifikasi Pemberian Izin

Hal itu sesuai Surat Perintah Penyidikan Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor: Prin-17/F.2/Fd.2/04/2022 pada 4 April 2022.

Kontan/Carolus Agus Waluyo
Kejaksaan Agung menaikkan status penyelidikan dugaan korupsi pemberian fasilitas ekspor minyak goreng tahun 2021-2022, menjadi penyidikan. 

WARTAKOTALIVE, JAKARTA - Kejaksaan Agung menaikkan status penyelidikan dugaan korupsi pemberian fasilitas ekspor minyak goreng tahun 2021-2022, menjadi penyidikan.

Hal itu sesuai Surat Perintah Penyidikan Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor: Prin-17/F.2/Fd.2/04/2022 pada 4 April 2022.

"Tim jaksa penyidik pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus resmi menaikkan status penanganan perkara dugaan tindak pidana korupsi."

Baca juga: Jokowi Berikan BLT Minyak Goreng, Puan Maharani: Solusi Jangka Pendek yang Patut Diapresiasi

"Dalam pemberian fasilitas ekspor minyak goreng tahun 2021-2022, menjadi tahap penyidikan," ujar Kapuspenkum Kejaksaan Agung Ketut Sumedana, Selasa (5/4/2022).

Ketut menjelaskan, penyelidikan kasus tersebut berdasarkan Surat Perintah Penyelidikan Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor: Print-13/F.2/Fd.1/03/2022 tanggal 14 Maret 2022.

Ia menyampaikan, pihaknya telah memeriksa 14 orang sebagai saksi, dan dokumen atau surat terkait pemberian fasilitas ekspor minyak goreng tahun 2021-2022.

Baca juga: WHO Keluarkan Peringatan Potensi Bahaya Omicron Varian XE, Disebut 40 Persen Lebih Menular

Dari hasil kegiatan penyelidikan, kata Ketut, ditemukan perbuatan melawan hukum.

Yakni, dikeluarkannya persetujuan ekspor (PE) kepada eksportir, yang seharusnya ditolak izinnya, karena tidak memenuhi syarat domestic market obligation (DMO) dan domestic price obligation (DPO).

"PT Mikie Oleo Nabati Industri (OI) tetap mendapatkan Persetujuan Ekspor (PE) dari Kementerian Perdagangan RI, dan PT Karya Indah Alam Sejahtera (IS) tetap mendapatkan Persetujuan Ekspor (PE) dari Kementerian Perdagangan RI," jelas Ketut.

Baca juga: Survei Indikator: TNI Jadi Institusi Paling Dipercaya Publik, Partai Politik Sangat Tak Dipercaya

Ketut menambahkan, dugaan pelanggaran hukum dalam kasus ini adalah tidak memedomani pemenuhan kewajiban distribusi kebutuhan dalam negeri, sehingga melanggar batas harga yang ditetapkan pemerintah.

"Dengan menjual minyak goreng di atas DPO yang seharusnya di atas Rp10.300."

"Selain itu, disinyalir adanya gratifikasi dalam pemberian izin penerbitan Persetujuan Ekspor (PE)," paparnya.

Baca juga: Kooperatif, Purnawirawan TNI Tersangka Kasus Pelanggaran HAM Berat di Paniai Papua Tak Ditahan

Penerbitan Ekspor (PE) yang bertentangan dengan hukum, disebut telah terjadi dalam kurun waktu 1 Februari hingga 20 Maret 2022.

Akibatnya, terjadi kemahalan serta kelangkaan minyak goreng, sehingga terjadi penurunan konsumsi rumah tangga dan industri kecil yang menggunakan minyak goreng. (Igman Ibrahim)

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved