Hipertensi Paru
Waspada Anak yang Suka Lemas, itu Gejala Hipertensi Paru yang sangat Mematikan
Para orang tua sebaiknya waspada jika melihat anak kesayangan lemas, kurang bergairah. Ini gejala penyakit yang mematikan, hipertensi paru.
Penulis: Ign Agung Nugroho | Editor: Valentino Verry
WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Penyakit hipertensi paru masih terbilang awam di kalangan masyarakat Indonesia.
Berdasarkan Pedoman Diagnosis dan Tatalaksana Hipertensi Pulmonal Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia tahun 2021, penyakit hipertensi paru memang termasuk penyakit yang jarang ditemukan.
Pasalnya, angka prevalensi penyakit ini di seluruh dunia hanya sebesar 20-70 juta orang dari total populasi dunia sekitar 7,7 miliar orang.
Baca juga: Polda Metro Jaya Bantah Pukul Mahasiswa Papua Peserta Aksi Tolak Pemekaran
"Meskipun angka prevalensinya relatif rendah, penyakit ini tetap menjadi suatu tantangan dalam bidang kesehatan karena juga dapat berakibat fatal bagi para pasien," kata dr. Rizky Adriansyah, M.Ked (Ped), Sp.A(K) dalam webinar yang digelar Pfizer Indonesia bertajuk "Kenali Gejala Hipertensi Paru pada Anak dan Cara Penanganannya", Kamis (10/3).
Pakar Kardiologi Anak Rumah Sakit Adam Malik Medan itu menjelaskan, hipertensi paru merupakan kelainan patofisiologi pada pembuluh darah paru-paru yang dapat menyebabkan komplikasi klinis dengan penyakit-penyakit kardiovaskular (jantung) dan respirasi (pernapasan).
"Penyakit hipertensi paru dapat dialami sejak usia dini," katanya.
Hal itu, pada umumnya ditandai dengan peningkatan tekanan rerata arteri pulmonalis (mean pulmonary artery pressure/mPAP) di atas normal, yaitu > 20 mmHg dan peningkatan tahanan vaskular paru (pulmonary vascular resistance/PVR) di atas normal, pada kondisi istirahat.

"Pada kasus spesifik, hipertensi paru juga dapat menjadi salah satu komplikasi dari penyakit jantung bawaan dengan gejala, dan tanda-tanda tahap awal yang biasanya tidak spesifik atau tidak terdeteksi pada bayi baru lahir," terangnya.
Menurut dokter Rizky, kondisi ini tentunya menyebabkan tantangan tersendiri bagi para tenaga medis untuk menetapkan diagnosis dini penyakit hipertensi paru yang disebabkan oleh penyakit jantung bawaan.
Baca juga: Presiden Zelensky: Ini Perang Patriotik Kami, Ukraina Menuju Kemenangan
Terlebih lagi, atas keterbatasan keahlian dan infrastruktur kesehatan di negara-negara yang berpenghasilan rendah dan menengah, termasuk di Indonesia.
"Banyak pasien hipertensi paru yang disebabkan oleh penyakit jantung bawaan tidak terdeteksi hingga timbul komplikasi yang memerlukan perhatian medis yang lebih serius," katanya.
Dan penyakit hipertensi paru juga banyak dialami oleh anak-anak.
Oleh karena itu, gejala hipertensi paru pada anak penting untuk dikenali sedini mungkin.
Meskipun tidak spesifik, namun gejala hipertensi paru dapat meliputi sesak saat beraktivitas, mudah lelah, lemas, nyeri dada, pusing, dan kadang disertai batuk.
Baca juga: Tabrakan Kapal, Satu Nelayan Hilang di Perairan Kepulauan Seribu
Gejala lainnya, seperti hemoptisis atau batuk berdarah dari saluran pernapasan, sindrom ortner atau suara serak dari pita suara, dan aritmia atau gangguan irama jantung juga dapat terjadi, namun jarang.
"Akibat masih banyaknya masyarakat yang belum mengenali penyakit ini, pasien anak yang terdiagnosa hipertensi paru di Indonesia masih terhitung sedikit hingga saat ini," kata dokter Rizky.
Maka dari itu, ia pun berpesan agar penyakit hipertensi paru ini perlu dikenali dan dipahami lebih lanjut oleh masyarakat.
"Karena hipertensi paru merupakan salah satu penyakit kronis yang tidak hanya terpengaruh oleh penyakit bawaan, namun juga sangat terpengaruh oleh gaya hidup dari pasien dan konsumsi obat-obatan tertentu," katanya.
Lebih lanjut dokter Rizky menjelaskan, konsultasi kepada tenaga medis (dokter) penting dilakukan apabila memiliki risiko dan gejala hipertensi paru pada anak agar mendapatkan penanganan yang tepat sesegera mungkin setelah diagnosis.
"Karena, jika tidak ditangani dengan cepat dan tepat, hipertensi paru dapat menyebabkan munculnya komplikasi dan bisa berakibat fatal hingga menyebabkan kegagalan fungsi paru dan jantung bagian kanan," ujarnya.
Baca juga: Ajak Masyarakat Gunakan BBM Oktan Tinggi, Wakil Wali Kota Sukabumi Dukung BBM Ramah Lingkungan
Beban dari seseorang yang memiliki kondisi hipertensi paru dapat berlangsung lama dan secara lambat laun semakin parah, dimana pasien baru menunjukkan keluhan bila sudah berada dalam stadium lanjut akibat terjadinya peningkatan resistensi vaskular pulmonal yang progresif.
"Penegakkan diagnosis hipertensi paru pada pasien anak penting untuk dilakukan untuk mendeteksi dini penyakit dan mengambil langkah penanganan yang tepat bagi pasien anak," ujar dokter Rizky.
Sedangkan menurut dr. Radityo Prakoso, Sp.JP(K), Pakar Kardiologi Anak dan Penyakit Jantung Bawaan Rumah Sakit Jantung Harapan Kita Jakarta, bila terdapat kecurigaan akan hipertensi paru, pemeriksaan utama untuk menegakkan diagnosis adalah dengan melakukan kateterisasi jantung kanan.
Langkah yang dilakukan dengan mengukur tekanan di arteri pulmonal dan jantung kanan anak melalui kateter yang dimasukkan melalui pembuluh darah di paha yang diteruskan ke jantung.
Lebih lanjut, diagnosis penyakit hipertensi paru pada anak pada umumnya dilakukan melalui anamnesis atau pemeriksaan riwayat secara rinci, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, serta screening dengan elektrokardiogram (EKG) dan ekokardiografi.
Baca juga: Garmin Resmi Luncurkan Seri Instinct 2, Tampilan Lebih Ramping dan Punya Bodi Tahan Banting
"Berbagai pemeriksaan tambahan lainnya juga dapat dilakukan seperti foto toraks dan pencitraan CT scan toraks," kata dokter Radityo.
Pencegahan dan penanganan penyakit hipertensi paru khususnya pada pasien anak di negara-negara berkembang pada umumnya masih menghadapi berbagai tantangan yang harus dihadapi.
Tantangan tersebut, mencakup keterbatasan infrastruktur kesehatan yang canggih, keterbatasan keahlian tenaga medis, kurangnya kesadaran masyarakat, kurangnya strategi skrining hipertensi paru yang tepat waktu, perawatan antenatal atau kehamilan yang kurang baik, hingga ketersediaan obat hipertensi paru yang tidak dapat diprediksi.
"Akibatnya, sering ditemukan bahwa penyakit hipertensi paru memiliki prognosis yang buruk, dimana angka kematian dan rawat ulang pasien tinggi, meskipun optimalisasi pengobatan hipertensi paru dalam dekade terakhir ini telah berkontribusi besar terhadap peningkatan prognosis pasien, khususnya pada anak," ujar dokter Radityo.
Di Indonesia sendiri, obat-obatan tertentu yang telah tersedia dapat diberikan untuk membantu mengurangi hipertensi paru pada pasien anak, seperti golongan Prostasiklin, yaitu Beraprost, dan juga golongan Inhibitor Phosphodiesterase Type 5 (PDE5i), yaitu Sildenafil, yang telah disetujui Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) beberapa waktu lalu sebagai obat hipertensi paru.
Selain itu, terapi simtomatik berupa pemberian oksigen untuk membantu pernafasan serta terapi diuretik untuk membantu mengeluarkan kelebihan cairan di tubuh juga dapat membantu mengurangi gejala hipertensi paru.
Pengobatan tersebut, kata dokter Radityo, diharapkan dapat memperlambat progresi penyakit atau bahkan mengembalikan fungsi jantung dan paru ke normalnya, meskipun hipertensi paru cenderung tidak dapat disembuhkan.
“Pasien yang terdiagnosa hipertensi paru memerlukan pengobatan dalam jangka waktu yang lama bahkan seumur hidup, dengan rutin melakukan evaluasi tekanan arteri pulmonal berkala untuk menilai progresivitas penyakit dan menilai kecukupan dosis obat yang diberikan," katanya.
Sementara itu, Ketua Yayasan Hipertensi Paru Indonesia (YHPI), Arni Rismayanti, mengatakan, hipertensi paru merupakan suatu penyakit yang serius, fatal dan dapat mengancam jiwa.
Selain itu, hipertensi paru bisa dialami oleh semua usia salah satunya anak-anak.
Saat ini, kasus hipertensi paru di Indonesia paling banyak ditemukan pada penyakit jantung bawaan akibat keterlambatan diagnosa atau tidak dikoreksi sejak dini.
Sehingga, hal itu dapat menimbulkan komplikasi Hipertensi paru.
Pada kondisi ini, keduanya baik hipertensi paru maupun penyakit jantung bawaan yang ada, harus segera ditangani bersamaan secara cepat dan tepat.
Karena keterlambatan penanganan hipertensi paru pada kasus penyakit jantung bawaan bisa menyebabkan pasien tidak dapat dikoreksi lagi seumur hidup.
"Oleh karena itu pemeriksaan deteksi dini kesehatan jantung terhadap bayi baru lahir dan anak-anak untuk mencegah timbulnya penyakit hipertensi paru sangatlah penting," kata Arni Rismayanti.
Saat ini, di Indonesia obat-obatan hipertensi paru untuk anak masih sulit diakses oleh pasien.
Padahal dengan akses obat yang terjangkau, progresifitas dan angka mortalitas pada pasien hipertensi paru anak dapat ditekan.
"Diharapkan, tantangan dalam pencegahan dan penanganan penyakit hipertensi paru khususnya pada pasien anak dapat segera teratasi, demi kualitas hidup yang lebih baik dan mewujudkan Indonesia Sehat," ujar Arni Rismayanti.