Pemilu 2024

Menolak Wacana Penundaan Pemilu, Nurdin Halid Sebut Tidak Ada Alasan Fundamental yang Konstitusional

Wakil Ketua Umum Partai Golkar Nurdin Halid menolak wacana penundaan Pemilu tahun 2024. 

Editor: Sigit Nugroho
Antaranews.com
Wakil Ketua Umum Partai Golkar, Nurdin Halid. 

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Umum Partai Golkar Nurdin Halid menolak wacana penundaan Pemilu tahun 2024. 

Politisi senior partai berlambang Pohon Beringin itu justru mengajak segenap elemen bangsa untuk bersatu menyukseskan dwi target Pemilu 2024, yaitu sukses penyelenggaraan dan sukses memilih penerus kepemimpinan hebat Presiden Joko Widodo.

"Tidak ada alasan fundamental yang konstitusional untuk menunda Pemilu. Juga tidak ada masalah force major seperti bencana alam, kerusuhan, atau gangguan keamanan sebagaimana tertuang dalam UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017. Pemilu tidak bisa ditunda dengan alasan demi menjaga momentum pertumbuhan ekonomi pasca pandemi,” kata Nurdin Halid usai mengikuti acara Pembukaan Munas II Perhimpunan Organisasi Alumni Perguruan Tinggi Negeri (Himpuni), di Universitas Sebelas Maret (UNS), Solo, Sabtu (26/2/2022).

Dalam Munas yang dibuka Menko Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Prof. Dr. Muhadjir Effendy, Nurdin Halid menyampaikan fundamentalnya pelaksanaan demokrasi berpegang teguh pada Konstitusi UUD 1945 maupun UU Pemilu dan Peraturan KPU sebagai produk turunannya. 

Baca juga: Agus Yudhoyono Tolak Wacana Penundaan Pemilu 2024, Apa Alasan Logisnya?

Baca juga: Kritik Pemberian Gelar Doktor Honoris Causa pada Nurdin Halid, Guru Besar di Keluarkan dari Grup WA

Baca juga: Politikus Demokrat Nilai Usulan Muhaimin Iskandar Tunda Pemilu Jerumuskan Jokowi Langgar Konstitusi

Aturan main yang ditetapkan dalam Konstitusi sangat jelas bahwah Pemilu Legislatif, Pemilu Presiden, dan Pilkada dilakukan sekali dalam lima tahun.

"Tadi, dalam Sidang Komisi, saya menyampaikan pandangan tentang pentingnya komitmen kebangsaan dalam pelaksanaan demokrasi berdasarkan Konstitusi. UUD 1945 menjadi patokan dasar kita berdemokrasi sebagai wujud kedaulatan berada di tangan rakyat. Pemikiran saya kemudian menjadi salah satu rekomendasi Himpuni kepada pemerintah agar proses politik, khususnya Pileg, Pilpres dan Pilkada harus berpegang teguh terhadap Konstitusi UUD 1945,” ujar Nurdin. 

Nurdin berpendapat, penundaan Pemilu tanpa alasan kuat dan legal-konstitusional justru berdampak negatif yang luas dalam jangka pandek maupun jangka panjang dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. 

BERITA VIDEO: Efra Manfaatkan Waktu Pandemi Bawa Keluarga Liburan ke Ancol

Ia juga menyebut, wacana penundaan Pemilu mirip tetapi tak sama dengan wacana perpanjangan masa jabatan presiden beberapa waktu lalu yang mendapat penolakan publik.

“Pemilu itu bagian penting dari sistem kita sebagai negara demokrasi. Sistem demokrasi itu diakui sebagai sistem politik terbaik di dunia dan sudah teruji di berbagai negara di dunia. Yang saya mau katakan, taat asas dan patuh Konstitusi adalah syarat mutlak kita berdemokrasi. Lebih dari itu, Pemilu 2024 justru harus dipandang sebagai tonggak penting yang menjajikan harapan baru bagi Bangsa ini,” tutur Nurdin.

Pernyataan Nurdin Halid itu menanggapi wacana penundaan Pemilu yang berkembang dalam beberapa hari terakhir.

Pemerintah dan KPU telah menetapkan Pileg dan Pilpres serentak digelar pada 14 Februari 2024, sedangkan Pilkada serentak pada 27 November 2024. 

Wacana penundaan Pemilu satu hingga dua tahun dikemukakan oleh Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Muhaimin Iskandar usai menerima aspirasi para pelaku UMKM, pelaku bisnis, dan analis ekonomi, di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (23/2/2022).

Pernyataan Gus Muhaimin kemudian didukung oleh Ketua Umum PAN, Zulkifly Hasan.

Alasan yang pertama Gus Muhaimin ialah Pemilu 2024 berpotensi merusak prospek ekonomi yang kini mulai membaik pascapandemi Covid-19. 

"Pemilu itu biasanya ada tiga kondisi, pertama para pelaku ekonomi melakukan freeze pembekuan-pembekuan. Freeze atau pembekuan, wait and see and stop agresivitas ekonomi saat pemilu," kata Gus Muhaimin.

Alasan kedua, kata Gus Muhaimin, transisi kekuasaan setelah Pemilu biasanya membuat kondisi ekonomi tak menentu sehingga, menurutnya hal itu bisa mengganggu suasana momentum yang sangat bagus, apalagi setelah digelarnta G20 nanti. Yang ketiga, dikhawatirkan terjadi eksploitasi ancaman konflik saat pemilu.

Konsolidasi dan Transisi

Nurdin Halid membaca wacana penundaan Pemilu 2024 sebagai ekspresi kekhawatiran sekaligus harapan. Khawatir bahwa Pemilu akan mengganggu trend positif pemulihan ekonomi pasca pandemi yang sudah on the track.

Ditambah lagi kekuatiran akan potensi keterbelahan masyarakat akibat politik identitas.

Pada saat yang sama, terbesit harapan agar apa yang sudah diletakkan oleh Presiden Jokowi selama 10 tahun kepemimpinan dan terganggu oleh pandemi dalam 2 tahun terakhir agar tetap terjaga dengan baik. 

Hasil survei beberapa waktu terakhir tentang kepuasan publik terhadap Pemerintahan Joko Widodo-Maruf Amin yang mencapai 70% seakan memperkuat argumentasi perlunya Pemilu ditunda.

Atau, masa jabatan Presiden diperpanjang sampai tiga periode.

"Saya menganggap wacana seperti itu sah saja dalam dinamika demokrasi. Perdebatan isu-isu strategis di ruang publik justru membuat masyarakat bangsa kita semakin matang dan semakin rasional dalam berdemokrasi. Jadi, ini bagian dari konsolidasi demokrasi kita,” kata Nurdin. 

Meski memahami kekuatiran dan harapan itu, Nurdin Halid menolak penundaan Pemilu sebagai solusi.

Sebab, menunda Pemilu berarti mengingkari demokrasi yang menjadi pilihan para pendiri Bangsa yang tertuang dalam Konstitusi UUD 1945 dan diteguhkan melalui Reformasi ‘berdarah’ 1998.

“Sistem demokrasi memang tidak sempurna. Namun, itulah sistem terbaik yang ada di dunia saat ini. Karena itu, kita tidak usah merusak sistem yang sudah semakin membaik ini. Kemajuan yang kita alami dalam 24 tahun era Reformasi adalah buah dari demokrasi yang ditandai dengan siklus Pileg, Pilpres, dan Pilkada lima tahunan,” jelas Nurdin.

Di sisi lain, Nurdin menyebut data empirik tentang keberhasilan bangsa Indonesia menggelar Pemilu selama era Reformasi, termasuk Pileg dan Pilpres serentak tahun 2019 serta Pilkada serentak tahun 2018 dan 2020. 

“Pemilu serentak Pileg dan Pilpres pertama kali tahun 2019 berjalan baik-baik saja. Meski ada pembelahan di masyarakat, namun semua terkendali. Kita juga sudah teruji menggelar dua kali  Pilkada serentak. Bahkan, kita sukses melaksanakan Pilkada serentak tahun 2020 di tengah pandemi Covid-19,” papar Nurdin.

Nurdin Halid juga tidak sependapat dengan kekuatiran terhadap freeze (pembekuan) ekonomi dan ketidakpastian kondisi ekonomi pasca Pemilu.

Nurdin menilai, Pemilu serentak Februari yang diikuti Pilkada serentak Novermber 2024 justru akan menghidupkan perekonomian nasional. Pesta demokrasi terbesar tahun 2024 akan menyertakan sekitar 50 ribu calon anggota DPRD di 514 kabupaten/kota, DPRD di 34 propinsi, DPR pusat, dan DPD.

Ditambahkan, pagelaran Pilkada serentak 2024 juga akan menggerakkan perekonminan daerah untuk memilih pasangan gubernur-wakil gubernur di 34 propinsi dan pasangan bupati-wakil bupati dan walikota-wakil walikota di 514 kabupaten/kota.

Nurdin Halid memperkirakan, perputaran uang saat Pemilu dan Pilkada serentak 2024 mencapai sekitar Rp 200 triliun.

Dana APBN saja untuk biaya pnyelenggaaan Pimilu dan Pilkada  serentak 2024 mencapai Rp 102 triliun, yaitu Rp 76 triliun untuk Pileg dan Pilpres serta Rp 26 triliun untuk Pilkada.

Caleg DPR RI dan DPD yang akan berkontestasi pada Pileg sekitar 10.000 orang. Caleg DPRD I dan DPRD II berjumlah sekitar 30.000 orang.

Cagub-cawagub, cabub-cawabup, dan cawalkot sekitar 3.500 orang. Itu di luar tim sukses masing-masing calon.

Artinya, aktivitas belanja barang dan jasa para calon wakil rakyat, calon presiden, dan calon DPD akan sangat besar. 

Sumber: Tribunnews
  • Ikuti kami di
    KOMENTAR

    BERITA TERKINI

    © 2023 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved