Hari Pers Nasional

Hari Pers Nasional 2022, Danu Hamidi Harap Pers Indonesia Jadi Akselerator Perubahan

Anggota DPRD Karawang dari Partai Gerindra ,Danu Hamidi mengucapkan selamat memperingati Hari Pers Nasional (HPN) 2022

Istimewa
Anggota DPRD Karawang dari Partai Gerindra Danu Hamidi ucapkan selamat Hari Pers Nasional 2022 

WARTAKOTALIVE.COM, KARAWANG - Anggota DPRD Karawang dari Partai Gerindra , Danu Hamidi mengucapkan selamat memperingati Hari Pers Nasional (HPN) 2022 yang jatuh pada Rabu, 9 Februari 2022.

HPN 2022 ini diselenggarakan di Kota Kendari, Sulawesi Tenggara (Sultra) dengan mengusung tema Sultra Jaya Indonesia Maju.

"Saya ingin mengucapkan Selamat Hari Pers Nasional 2022 kepada rekan-rekan pers semuanya, khususnya di Karawang ini," kata Danu, pada Rabu (9/2/2022).

Danu menerangkan, sesuai tema HPN 2022, yakni Jaya Indonesia Maju.

Dia berharap agar pers indonesia terus berjaya dan dapat mengedepankan demokrasi dan keadilan.

"Jayalah pers Indonesia, teruslah kedepankan demokrasi dan keadilan," imbuh dia.

Baca juga: In Memoriam Margiono Ketua Umum PWI 2008-2018, Berpulang Jelang Peringatan HPN 2022

Terakahir, dia berharap pers Indonesia dapat menyajikan informasi yang berkualitas, mencerdaskan serta menjadi akselerator perubahan.

Apalagi saat ini tantangan dunia perubahan ke era digital. Sehingga peran pers sangat penting dalam menjawab kabar-kabar yang kerap kali tidak benar atau hoax.

"Teruslah berkarya dengan tetap memperhatikan kode etik jurnalistik. Selamat Hari Pers Nasional 2022," tandasnya.

Sejarah Hari Pers Nasional 

Dalam sejarah mencapai Indonesia merdeka, wartawan Indonesia tercatat sebagai patriot bangsa bersama para perintis pergerakan di berbagai pelosok tanah air yang berjuang untuk menghapus penjajahan.

Setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, wartawan Indonesia masih melakukan peran ganda sebagai aktivis pers dan aktivis politik.

Hari Pers Nasional 2022
Hari Pers Nasional 2022 (Istimewa)

Aspirasi perjuangan wartawan dan pers Indonesia memperoleh wadah dan wahana yang berlingkup nasional pada tanggal 9 Februari 1946 dengan terbentuknya organisasi Persatuan Wartawan Indonesia (PWI).

Baca juga: Yuk, Ramaikan Hari Pers Nasional 9 Februari 2022 Lewat Twibbon, Cocok Dibagikan di Media Sosial

Kelahiran PWI di tengah kancah perjuangan mempertahankan Republik Indonesia dari ancaman kembalinya penjajahan, melambangkan kebersamaan dan kesatuan wartawan Indonesia dalam tekad dan semangat patriotiknya untuk membela kedaulatan, kehormatan serta integritas bangsa dan negara.

Sejarah lahirnya surat kabar dan pers itu berkaitan dan tidak dapat dipisahkan dari sejarah lahirnya idealisme perjuangan bangsa mencapai kemerdekaan.

Di zaman revolusi fisik, lebih terasa lagi betapa pentingnya peranan dan eksistensi pers sebagai alat perjuangan.

Kemudian berkumpullah di Yogyakarta pada tanggal 8 Juni 1946 tokoh-tokoh surat kabar, tokoh-tokoh pers nasional, untuk mengikrarkan berdirinya Serikat Penerbit Suratkabar (SPS).

Sebenarnya SPS telah lahir jauh sebelum tanggal 6 Juni 1946, yaitu tepatnya empat bulan sebelumnya bersamaan dengan lahirnya PWI di Surakarta pada tanggal 9 Februari 1946.

Karena peristiwa itulah orang mengibaratkan kelahiran PWI dan SPS sebagai “kembar siam”.

Di balai pertemuan “Sono Suko” di Surakarta pada tanggal 9-10 Februari itu wartawan dari seluruh Indonesia berkumpul dan bertemu.

Datang beragam wartawan, yaitu tokoh-tokoh pers yang sedang memimpin surat kabar, majalah, wartawan pejuang dan pejuang wartawan, yakni:

1. Sjamsuddin Sutan Makmur (harian Rakjat, Jakarta),

2. B.M. Diah (Merdeka, Jakarta),

3. Abdul Rachmat Nasution (kantor berita Antara, Jakarta),

4. Ronggodanukusumo (Suara Rakjat, Modjokerto),

5. Mohammad Kurdie (Suara Merdeka, Tasikmalaya),

6. Bambang Suprapto (Penghela Rakjat, Magelang),

7. Sudjono (Berdjuang, Malang), dan

8. Suprijo Djojosupadmo (Kedaulatan Rakjat,Yogyakarta).

Ke-8 orang tersebut dibantu oleh Mr. Sumanang dan Sudarjo Tjokrosisworo.

Tugas mereka adalah merumuskan hal-ihwal persuratkabaran nasional waktu itu dan usaha mengkoordinasinya ke dalam satu barisan pers nasional.

Di mana ratusan jumlah penerbitan harian dan majalah semuanya terbit dengan hanya satu tujuan, yaitu “Menghancurkan sisa-sisa kekuasaan Belanda, mengobarkan nyala revolusi, dengan mengobori semangat perlawanan seluruh rakyat terhadap bahaya penjajahan, menempa persatuan nasional, untuk keabadian kemerdekaan bangsa dan penegakan kedaulatan rakyat.”

Komisi 10 orang tersebut dinamakan juga “Panitia Usaha” yang dibentuk oleh Kongres PWI di Surakarta tanggal 9-10 Februari 1946.

Kurang tiga minggu kemudian, komisi bertemu lagi di kota itu bertepatan para anggota bertugas menghadiri sidang Komite Nasional Indonesia Pusat yang berlangsung dari 28 Februari hingga Maret 1946.

26 tahun kemudian menyusul lahir Serikat Grafika Pers (SGP), antara lain karena pengalaman pers nasional menghadapi kesulitan di bidang percetakan pada pertengahan tahun 1960-an.

Kesulitan tersebut meningkat sekitar tahun 1965 sampai 1968 berhubung makin merosotnya peralatan cetak di dalam negeri, sementara di luar Indonesia sudah digunakan teknologi grafika mutakhir, yaitu sistem cetak offset menggantikan sistem cetak letter-press atau proses ‘timah panas’.

Pada bulan Januari 1968 sebuah nota permohonan, yang mendapat dukungan SPS dan PWI, dilayangkan kepada Presiden Soeharto waktu itu, agar pemerintah turut membantu memperbaiki keadaan pers nasional, terutama dalam mengatasi pengadaan peralatan cetak dan bahan baku pers.

Menyusul berbagai kegiatan persiapan, akhirnya berlangsung Seminar Grafika Pers Nasional ke-1 pada bulan Maret 1974 di Jakarta.

Keinginan untuk membentuk wadah grafika pers SGP terwujud pada 13 April 1974. Pengurus pertamanya terdiri ketua H.G. Rorimpandey, bendahara M.S.L. Tobing, dan anggota-anggota Soekarno Hadi Wibowo dan P.K. Ojong.

Kelahiran SGP dikukuhkan dalam kongres pertamanya di Jakarta, 4-6 Juli 1974.

Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (P3I) ditetapkan sebagai anggota organisasi pers nasional berdasarkan Undang-undang Nomor 21 Tahun 1982 tentang Ketentuan Pokok Pers.

Bidang periklanan sebelumnya diwadahi oleh Persatuan Biro Reklame Indonesia (PBRI) yang berdiri sejak September 1949 dan didominasi perusahaan-perusahaan milik Belanda.

Pada tahun 1953 di Jakarta dibentuk organisasi saingan bernama Serikat Biro Reklame Nasional (SBRN).

Setahun kemudian keduanya bergabung dengan nama PBRI.

Tahun 1956 Muhammad Napis menggantikan F. Berkhout sebagai ketua.

Bulan Desember 1972 rapat anggota PBRI memilih A.M. Chandra sebagai ketua baru menggantikan Napis dan bersamaan dengan itu nama organisasi diubah menjadi Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia.

Berdasarkan UU pers tahun 1982, organisasi periklanan dinyatakan sebagai komponen keluarga pers nasional.

Mengingat sejarah pers nasional sebagai pers perjuangan dan pers pembangunan, maka tepatlah keputusan Presiden Soeharto tanggal 23 Januari 1985 untuk menetapkan tanggal 9 Februari sebagai Hari Pers Nasional.

(MAZ)

Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved