Warga Kebun Bayam
Di Balik Megahnya JIS, Jakpro Belum Berikan Kompensasi ke 26 KK Kebun Bayam karena Dianggal Ilegal
Pembangunan Jakarta International Stadium (JIS) diperkirakan akan rampung dibangun pada bulan Maret mendatang.
WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Pembangunan Jakarta International Stadium (JIS) diperkirakan akan rampung dibangun pada bulan Maret mendatang.
JIS akan merupakan stadion bertaraf internasional dengan daya tampung ribuan penonton itu didesain untuk menggelar konser musik dan pameran.
Kemegahan bentuk dan teknologi yang dipakai di JIS tidak bertolak belakang dengan warga yang tinggal tidak jauh dari stadion itu.
Eti (55) dan keluarganya tak pernah menyangka bakal hidup berdampingan dengan lintasan kereta api.
Sudah lima bulan lebih Eti dan suaminya, Suprianto (54) serta anak-anak dan cucu-cucunya, bertahan hidup di sebuah rumah bedeng yang berjarak kurang dari satu meter dengan rel kereta api di kawasan Papanggo, Tanjung Priok, Jakarta Utara.
Baca juga: Abdul Azis Usul Pemprov DKI Jakarta Izinkan JIS Bisa Digunakan untuk Lokasi Kampanye pada Tahun 2024
Baca juga: Tempati Bedeng di Pinggir Rel Kereta, Warga Terdampak Proyek JIS Berharap Kompensasi Segera Cair
Baca juga: PKS Minta JIS Diizinkan jadi Lokasi Kampanye
Rumah tinggal Eti di Kampung Kebun Bayam, Papanggo, Tanjung Priok, dibongkar PT Jakarta Propertindo (Jakpro) pada 23 Agustus 2021 demi membangun JIS.
Kemegahan JIS menyisakan cerita pahit bagi Eti dan keluarganya.
Pagi, siang, sore, malam, atau bahkan subuh tak bisa tidur.
Suara bising kereta melintas selalu mengganggu ketenangan yang coba didapat Eti dan keluarganya untuk sekadar beristirahat.
Bukan saja bising, kereta yang melintas tak jarang membuat tanah pijak bedeng tempat tinggal Eti dan keluarganya bergetar keras.
Mengeluh bagi Eti rasanya wajar.
Tidak enak hidup berdampingan dengan lintasan kereta api.
BERITA VIDEO: Sea World Gelar Pertunjukkan Barongsai Underwater, Representasi Elemen Air dan Api
Sekadar untuk mendapatkan air bersih layak konsumsi, Eti dan keluarganya harus menimba di sumur yang jaraknya lebih dari 1 km.
Namun, meski harus berpeluh keringat untuk bertahan hidup, Eti mengaku belum akan pindah.
Dia dan keluarganya bakal terus tinggal di samping rel kereta api hingga mendapatkan kompensasi atas rumah tinggalnya yang sebelumnya dibongkar.
"Walaupun susah tidur, terganggu kereta, berpeluh keringat hidup di sini, sudah kita jalani saja. Saya minta tolong, tolong kasihani kami, supaya kami itu bisa diberi jalan untuk bisa mendapatkan jalan keluar dari sini. Kita itu bukan sendirian, saya punya anak, cucu," ucap Eti saat ditemui Tribunnews.com, Senin (24/1/2022).
"Tidak muluk-muluk permintaan kami, kami hanya minta sesuai perjanjian agar ada untuk saya keluarga menyambung hidup," sambung dia.
Total ada 26 Kepala Keluarga (KK) warga Kebun Bayam yang kini membangun bedeng di sepanjang jalur rel kereta api yang sama dengan Eti dan keluarganya.
26 KK ini urung memperoleh kompensasi karena PT Jakpro menilai bahwa mereka ini, selama ini, tinggal di Kebun Bayam secara ilegal.
Permasalah yang dihadapi Eti dan keluarganya adalah belum adanya titik temu antara warga Kebun Bayam yang membangun bedeng di samping rel kereta api dengan PT Jakpro terkait kompensasi.
Padahal selama ini warga Kebun Bayam terus memohon belas kasih.
"Yang 26 KK ini tidak dapat kompensasi, diklaim sebagai ilegal tinggal di sini. 26 KK ini akhirnya bikin bedeng di sepanjang rel ini," tutur Suprianto.
"Perundingan tidak pernah ada titik temunya antara kami. Padahal kita sudah mengeluh, sudah memohon belas kasih sama mereka, tapi belum juga ketemu titiknya. Belum ada kesepakatan kompensasi itu," sambung Suprianto.
Belum adanya kompensasi atas penggusuran rumah tinggal ini melandasi aksi warga Kebun Bayam mendirikan bedeng di sepanjang jalur kereta api.
"Kami bertahan di samping rel ini karena belum mendapatkan kompensasi atas penggusuran. Akhirnya kita mendirikan bedeng ini sambil menunggu kompensasi itu keluar," ucap Suprianto.
Suprianto berujar siap tinggal di bedeng samping rel kereta api ini selamanya.
"Kalau bisa sambil menunggu duitnya (kompensasi), selamanya (tinggal di samping rel) gini tidak jadi masalah," pungkas Suprianto.