Aksi OPM

TNI-Polri dan KKB Baku Tembak Tiga Jam di Intan Jaya, Tak Ada Korban Jiwa

Menurutnya, kontak senjata terjadi hampir tiga jam, sejak pukul 08.30 hingga 10.50 WIT.

Facebook TPNPB via Tribunjogja.com
Aparat TNI-Polri kembali terlibat kontak senjata dengan dengan kelompok kriminal bersenjata (KKB) di wilayah Distrik Sugapa, Intan Jaya, Papua, Kamis (18/11/2021) lalu. 

WARTAKOTALIVE, JAKARTA - Aparat TNI-Polri kembali terlibat kontak senjata dengan kelompok kriminal bersenjata (KKB) di wilayah Distrik Sugapa, Intan Jaya, Papua, Kamis (18/11/2021) lalu.

"Dalam kontak tembak, tidak ada korban jiwa dari pihak Satgas TNI-Polri," kata Kapendam XVII/Cenderawasih Letkol Arm Reza Nur Patria saat dikonfirmasi, Jumat (19/11/2021).

Dia membantah klaim pihak Tentara Pembebasan Papua Barat-Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM) yang menembak mati sejumlah aparat militer dalam kontak senjata yang terjadi.

Baca juga: Banyak Langgar Aturan, Polri Diminta Hentikan Rekrutmen Mantan Pegawai KPK Jadi ASN

Menurutnya, kontak senjata terjadi hampir tiga jam, sejak pukul 08.30 hingga 10.50 WIT.

"Saat ini Satgas TNI-Polri masih melaksanakan siaga untuk memonitor perkembangan situasi," ucapnya.

Reza berharap agar situasi keamanan di wilayah Bumi Cenderawasih dapat semakin kondusif ke depannya, sehingga aktivitas dan kegiatan perekonomian masyarakat dapat berjalan kembali.

Baca juga: Fraksi PDIP Geser Herman Hery ke Komisi VII DPR, Bambang Pacul Jadi Ketua Komisi III

Sebelumnya, Juru Bicara TPNPB-OPM Sebby Sambom mengklaim kontak senjata itu mengakibatkan lima anggota TNI-Polri tertembak. Empat di antaranya disebutkan tewas.

Kontak senjata, kata dia, terjadi di pusat kota Kabupaten Intan Jaya.

Menurutnya, wilayah tersebut merupakan lokasi Kantor Polres Intan Jaya dan BPBD.

Baca juga: KPK: Korupsi Pilihan Hidup, Hari Ini Enggak, Besok Belum Tentu

"Jenazah belum dievakuasi karena kami kuasai bandara Intan Jaya, dan pihak TPNPB KODAP VIII Intan Jaya belum ada yang korban," ucap Sebby .

Dia mengatakan, penembakan itu dipimpin oleh Komandan Operasi TPNPB Kodap 8 Intan Jaya Udinus Kogeya bersama sejumlah pimpinan lain seperti Enos Tipagau, Lucky Matuan, dan Sony Tabuni.

Kawasan Intan Jaya beberapa waktu lalu kembali bergejolak lantaran kerap terjadi kontak senjata antara aparat dengan KKB.

Polisi mencatat ada 5.859 orang yang mengungsi pasca kontak senjata pecah di kawasan Bandara Bilorai, Jumat (29/10/2021) lalu.

Kepala Densus 88 Ingin KKB Papua Dihadapi Pakai Pendekatan Sindrom Stockholm

Kepala Densus 88 Antiteror Polri Irjen Martinus Hukom mengatakan, penegakan hukum terhadap kelompok kriminal bersenjata (KKB) Papua, harus dilakukan berkelanjutan.

"Saya ingin melakukan pendekatan penegakan hukum yang berkelanjutan."

"Selama ini kita melakukan penegakan hukum, penangkapan, lalu mencari fakta hukum perbuatan pidananya."

Baca juga: Pelaku Perjalanan dari AS dan Turki Bakal Langsung Dikarantina Begitu Tiba di Bandara

"Lalu kita membawa mereka ke penjara, memenjarakan," kata Martinus dalam diskusi daring, Senin (27/9/2021).

Martinus menuturkan, penindakan hukum yang mengedepankan pemenjaraan ini dinilai hanya dapat menimbulkan dendam kepada aparat.

Penangkapan, katanya, hanya menimbulkan tensi yang berkepanjangan.

Baca juga: UPDATE Covid-19 Indonesia 27 September 2021: 1.390 Orang Positif, 3.771 Pasien Sembuh, 118 Wafat

"Apa yang terjadi? Dendam, ketegangan antara yang ditangkap dan yang menangkap."

"Itu terus terpelihara, tidak terjadi penurunan tensi di situ, sehingga ada keberlanjutan."

"Sebagaimana yang sudah kami lakukan penanganan teror saat ini," paparnya.

Baca juga: Ketua DPP Partai Golkar Pastikan Lodewijk Paulus Jadi Wakil Ketua DPR Gantikan Azis Syamsuddin

Karena itu, Martinus meminta adanya proses deradikalisasi untuk melakukan pendekatan kepada para KKB Papua.

Tak hanya ditangkap, mereka nantinya dilakukan pendekatan sosial dan psikologis agar tidak mengulangi kejahatan yang serupa.

"Saya melihat selama ini, habis ditangkap dimasukan ke penjara, keluar lagi."

Baca juga: Tak Cuma Cabut Gugatan Praperadilan, Yahya Waloni Juga Pecat Kuasa Hukumnya

"Tapi saya menginginkan orang-orang yang ditangkap ini, kemudian kita dekati dengan segala pendekatan psikologi, pendekatan budaya, pendekatan sosial, pendekatan kesejahteraan," paparnya.

Sehingga, diharapkan KKB yang semula bertentangan dengan aparat, berubah sikap untuk berjalan seiring untuk membangun Indonesia.

"Kemudian dia menjadi ada namanya stockholm syndrome."

Baca juga: Cabut Gugatan Praperadilan, Yahya Waloni Minta Maaf kepada Umat Kristen

"Dia jatuh cinta kepada orang yang menangkap dia, atau menawan dia, atau menculik dia."

"Itu metode ini yang kita sering tidak gunakan dalam penanganan pelaku-pelaku teror sekarang," bebernya.

Lokalkan Isu

Kepala Densus 88 Antiteror Polri Irjen Martinus Hukom menilai, pendekatan militer terhadap kelompok kriminal bersenjata (KKB) Papua bisa berkonsekuensi buruk terhadap Indonesia.

"Bagi saya pendekatan militer it's okay, sepanjang itu menjadi kebijakan negara."

"Namun mari kita lihat, bedah lagi."

Baca juga: Tak Harus Mengunduh, Mulai Bulan Depan Fitur PeduliLindungi Bisa Diakses dari Aplikasi Lain

"Konsekuensi, apa sih konsekuensi ketika kita menggunakan pendekatan militer?" Tutur Martinus dalam diskusi daring, Senin (27/9/2021).

Ia menyampaikan, pendekatan militer dapat menghadirkan entitas politik Indonesia di dalam konflik Papua.

Artinya, Indonesia mengangkat organisasi Papua sebagai entitas politik atau sudah menjadi selevel dengan negara.

Baca juga: 37.706 Anak Indonesia Terpapar Covid-19 pada Maret-Desember 2020, Usia 10-18 Tahun Banyak yang Wafat

Kemudian, pendekatan militer atau pendekatan terorisme ini justru merupakan upaya yang bisa membuat masalah Papua semakin mendunia.

"Orang bertanya dan berkata bahwa Papua sudah menjadi masalah internasional."

"Papua menjadi masalah internasional karena kelompok-kelompok politik yang mau melakukan atau menginginkan separatisme itu, pemisahan itu, mengangkat itu menjadi masalah internasional."

Baca juga: Tujuh Provinsi Sumbang Kasus Kematian Anak Akibat Covid-19 Terbanyak, Jakarta Nomor Dua

"Tapi kita sebagai negara Indonesia, kita menganggap Papua itu harus bagian Indonesia."

"Masalah lokal, sehingga kita harus melokalkan isu Papua itu, jangan kita membuat Papua itu menjadi isu internasional," paparnya.

Martinus mengungkapkan, konflik di Papua harus dilakukan dengan penegakan hukum tindak pidana biasa. Namun, penegakan hukumnya harus tetap dibantu oleh militer.

Baca juga: Sekjen Golkar Lodewijk F Paulus Kandidat Kuat Gantikan Azis Syamsuddin Jadi Wakil Ketua DPR

"Pendekatan hukum yang ada di Papua yang berkelanjutan dan progresif dengan pengertian bahwa hukum harus didekati atau dibackup dengan pendekatan militer."

"Hukum memayungi itu semua, sehingga penegakan hukum yang dilakukan, baik polisi maupun militer yang ada di sana, ada pertanggungjawaban hukumnya."

"Supaya tidak membawa masalah Papua ini menjadi masalah internasional," bebernya.

Hindari Stigmatisasi 

Kepala Densus 88 Antiteror Polri Irjen Martinus Hukom meminta kata terorisme tak digunakan kepada kelompok kriminal bersenjata (KKB) Papua.

Menurut Martinus, hal ini bisa menjadi stigma buruk bagi orang asli Papua (OAP) yang tidak menyebarkan aksi teror seperti KKB.

"Jika KKB Papua memenuhi unsur terorisme, maka penggunaan kata terorisme diikuti dengan kata Papua itu harus dihindari."

Baca juga: INI 7 Kader Golkar yang Dinilai Berpeluang Besar Gantikan Azis Syamsuddin Sebagai Wakil Ketua DPR

"Kenapa demikian?"

"Karena saya tidak mau kata terorisme itu distigmakan kepada identitas yang dibawa secara lahiriah seorang manusia," kata Martinus dalam diskusi daring, Senin (27/9/2021).

Martinus menyampaikan, stigma tersebut telah berdampak terhadap seluruh OAP yang memiliki identitas lahiriah yang sama sebagai keturunan Papua.

Baca juga: IDAI Minta Pemerintah Segera Vaksinasi Covid-19 Anak Umur di Bawah 12 Tahun, Paling Telat Awal 2022

"Secara lahiriah akan berdampak stigmatisasi terhadap seluruh orang yang memiliki identitas lahiriah yang sama."

"Kita tidak boleh menerorismekan seluruh orang yang mempunyai identitas Ke-Papua-an," tegasnya.

Kata Martinus, stigma tersebut juga bedampak kepada psikososial terhadap seluruh orang Papua di Indonesia, bahkan seluruh dunia.

Baca juga: Masih Penyelidikan, Belum Ada Tersangka di Kasus Dugaan Penggelapan Aset Kwarnas Pramuka

"Ketika orang bertemu dengan orang Papua lalu iseng-iseng mengatakan 'teroris kamu?'"

"Wah, ini fatal, fatal secara itu membuat Papua semakin menjadi carut marut, teraduk-aduk."

"Karena emosi orang Papua bangkit karena diskriminasi atau rasisme tadi," tuturnya.

Baca juga: 137 Juta Penduduk Indonesia Laki-laki, Perempuan 134 Juta

Tak hanya itu, Martinus mengharapkan aksi terorisme KKB juga tidak dihubungkan dengan suatu religi atau kepercayaan orang Papua. Hal ini dinilainya juga sebagai sesuatu yang sensitif.

"Kita melihat terorisme yang saat ini kita hadapi, tidak pernah kita menggunakan kata Islam di depan terorisme, tidak pernah."

"Karena itu kita melawan kodrat manusia. Kita melawan martabat lahiriah manusia itu. Jadi kita menghindari itu."

Baca juga: Calon Tersangka Penganiaya Muhammad Kece Ada 6 Orang, Salah Satunya Irjen Napoleon Bonaparte

"Dalam memahami Papua, dalam merespons apa yang terjadi di Papua, saya minta juga semua tokoh agama."

"Agama Kristen, Agama Islam, agama apa pun menahan semua pendapat tentang apa yang terjadi di Papua."

"Sehingga kita memberikan ruang untuk menyelesaikan Papua secara komperhensif dan adil tanpa menyentuh aspek-aspek yang sensitif," pintanya. (Reza Deni)

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved