Virus Corona

Alasan Tes PCR Sempat Diwajibkan, Pasangan Bebas Ciuman di Kafe, PeduliLindungi Cuma Pajangan

Lalu, hasil pengecekan tim yang dikirim, terjadi penurunan disiplin protokol kesehatan yang luar biasa.

Warta Kota/ Ramadhan L Q
Pemerintah sempat mewajibkan tes PCR bagi penumpang pesawat, di tengah penurunan kasus Covid-19. 

WARTAKOTALIVE, JAKARTA - Pemerintah sempat mewajibkan tes PCR bagi penumpang pesawat, di tengah penurunan kasus Covid-19.

Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kementerian Koordinator Maritim dan Investasi Septian Hario Seto mengatakan, kebijakan itu diambil dengan banyak pertimbangan, terkait data yang menunjukkan peningkatan risiko penularan.

Menurut mantan Staf Khusus Menteri Koordinator Maritim dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan ini, satu hingga dua minggu sebelum kebijakan PCR untuk penumpang pesawat diberlakukan, pihaknya melihat peningkatan risiko tersebut.

Baca juga: Dua Bulan Indonesia Bebas Zona Merah Covid-19, Oranye Nihil, Kuning Berkurang Jadi 495

"Indikator mobilitas yang kami gunakan menunjukkan peningkatan yang signifikan."

"Contohnya di Bali, data mobilitas minggu ketiga Oktober 2021 menunjukkan level yang sama dengan liburan nataru tahun 2020," kata Septian lewat keterangan tertulis yang diterima Tribunnews, Selasa (9/11/2021).

Lalu, hasil pengecekan tim yang dikirim, terjadi penurunan disiplin protokol kesehatan yang luar biasa.

Baca juga: LIMA Letjen Ini Dinilai Berpeluang Jabat KSAD, Ada Pemegang Adhi Makayasa Hingga Favorit Netizen

PeduliLindungi hanya sebagai pajangan, terutama di tempat-tempat wisata dan bar.

"Bahkan salah satu tim saya berhasil memfoto pasangan yang bebas berciuman di dalam salah satu bar/kafe di Bandung," ungkapnya.

Septian menambahkan, pertimbangan lainnya terkait negara lain yang mengalami peningkatan kasus yang luar biasa akibat varian Delta.

Baca juga: DAFTAR Terbaru Zona Hijau Covid-19 di Indonesia: Ada 19 di Sumatera, Sulawesi, Papua, dan Maluku

Menurutnya, hal itu akibat relaksasi aktivitas dan protokol kesehatan karena merasa tingkat vaksinasi dosis kedua sudah di atas 60 persen.

Contohnya, kata Septian, seperti Singapura, Jerman, Inggris dan beberapa negara lain. Lalu bagaimana dengan Indonesia?

Ia menyebut, tingkat vaksinasi dosis 2 Indonesia saat ini baru sekitar 36 persen, dan sudah melakukan relaksasi aktivitas masyarakat secara luas.

Baca juga: Lima Provinsi Termasuk Jakarta Alami Kenaikan Kasus Covid-19, Menkes: Indikasi Awal Berhati-hati

Ketika saat ini protokol kesehatan sudah menurun signifikan, pihaknya melihat ada peningkatan risiko kenaikan kasus.

"Vaksinasi tidak sepenuhnya bisa mencegah penularan kasus."

"Mudah untuk mengambil kesimpulan ini, karena negara-negara yang saya sebutkan di atas memiliki cakupan dosis 2 di atas 60 persen," paparnya.

Baca juga: UPDATE Vaksinasi Covid-19 RI 9 November 2021: Dosis Pertama 126.459.285, Suntikan Kedua 80.070.525

Septian mengatakan, vaksinasi akan mengurangi risiko jika terkena Covid-19 harus dirawat di RS, muncul gejala, atau bahkan kematian.

Namun, penerima vaksin masih bisa terkena Covid-19, tidak bergejala, dan masih menularkan ke pihak lain.

"Ada banyak riset ilmiah yang mendukung hal tersebut," jelasnya.

Pemerintah Ubah Aturan Lagi, Naik Pesawat Tak Wajib Tes PCR, Cukup Antigen

Pemerintah kembali mengubah kebijakan aturan perjalanan orang dalam negeri, di masa pandemi Covid-19.

Salah satunya, penumpang pesawat di Jawa dan Bali serta pulau lain, tidak lagi diwajibkan menggunakan tes PCR, melainkan hanya menggunakan tes swab antigen.

“Untuk perjalanan udara akan ada perubahan."

Baca juga: Kebijakan Baru Wajib Tes PCR, Legislator PKS: Pokoknya Kalau DPR Reses Ada Aja Kebijakan Baru

"Untuk Jawa dan Bali, perjalanan udara tidak lagi mengharuskan menggunakan tes PCR, tetapi cukup menggunakan tes antigen."

"Sama dengan yang sudah diberlakukan untuk wilayah luar Jawa dan Bali,” ungkap Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy, saat memberikan keterangan pers evaluasi PPKM secara virtual, Senin (1/11/2021).

Muhadjir menjelaskan, usulan perubahan syarat utama untuk perjalanan menggunakan pesawat terbang disampaikan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian dalam rapat terbatas bersama Wakil Presiden Maruf Amin.

Baca juga: Jokowi Berbahasa Sangat Sederhana, Jubir Presiden Juga Dinilai Harus Bisa Begitu

“Ini sesuai dengan usulan dari Mendagri,” ucap Muhadjir Effendy, dilihat dari YouTube Sekretariat Presiden.

Sebelumnya, Kementerian Kesehatan dan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) mengevaluasi harga tes PCR.

Hal itu sebagai tindak lanjut instruksi Presiden Jokowi terkait harga tes Polymerase Chain Reaction (PCR).

Terhitung Rabu (27/10/2021) hari ini, harga tes PCR turun menjadi Rp 275 ribu untuk wilayah Jawa dan Bali, dan Rp 300 ribu untuk wilayah luar Jawa dan Bali.

Baca juga: Mahfud MD: Mendagri Buat Aturan Wajib Tes PCR Atas Perintah Sidang Kabinet, Bukan Semaunya Sendiri

Dirjen Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan Prof Abdul Kadir mengatakan, penurunan harga ini mengacu pada perhitungan kembali komponen-komponen pemeriksaan tes RT PCR.

Komponen itu terdiri dari jasa pelayanan atau SDM, komponen reagen atau habis pakai (BHP), komponen biaya administrasi over HET, dan komponen biaya lainnya yang disesuaikan dengan kondisi saat ini.

"Dari hasil evaluasi kami sepakati bahwa batas tertinggi pemeriksaan real time PCR diturunkan menjadi Rp 275 ribu untuk daerah Pulau Jawa dan Bali."

Baca juga: Gugat Inmendagri yang Wajibkan Penumpang Pesawat Tes PCR, Ketua JoMan: Rakyat Sudah Kepayahan

"Serta sebesar Rp 300 ribu untuk luar Pulau Jawa dan Bali," ujar Kadir dalam konferensi pers virtual, Rabu (27/10/2021).

Kementerian Kesehatan mengingatkan semua fasilitas pelayanan kesehatan seperti rumah sakit, laboratorium dan fasilitas pemeriksaan lain yang telah ditetapkan oleh menteri, dapat mematuhi batasan tarif tertinggi pemerintahan PCR tersebut.

Hasil pemeriksaan real-time PCR menggunakan besaran tarif tertinggi tersebut, dikeluarkan dengan durasi maksimal 1 x 24 jam dari pengambilan swab pada pemeriksaan real-time PCR.

Baca juga: Selain Harga Diturunkan, Legislator PAN Minta Masa Berlaku Hasil Tes PCR Diperpanjang Jadi 7 Hari

"Kami meminta kepada Dinas Kesehatan daerah provinsi dan Dinas Kesehatan daerah kabupaten dan kota."

"Untuk melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pemberlakuan pelaksanaan batas tertinggi untuk pemeriksaan real-time PCR sesuai kewenangan masing-masing," tutur Prof Kadir.

Nantinya, evaluasi batas tarif tertinggi pemeriksaan real time PCR akan ditinjau secara berkala sesuai kebutuhan.

Baca juga: Puan Maharani: Tarif Tes PCR Jangan Lebih Mahal dari Harga Tiket Transportasi Publik

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) memerintahkan harga tes PCR diturunkan menjadi Rp 300 ribu.

Hal itu disampaikan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, usai rapat terbatas bersama Presiden, Senin (25/10/2021).

"Arahan Presiden agar harga PCR dapat diturunkan menjadi Rp 300 ribu, dan berlaku selama 3 x 24 jam untuk perjalanan pesawat," ungkap Luhut.

Baca juga: Jokowi Lantik 17 Duta Besar, Jubir Presiden Tugas di Kazakhstan, Mantan Ketua Kadin di Amerika

Luhut tidak menampik syarat kewajiban PCR untuk pengguna transportasi udara mendapat banyak kritikan masyarakat.

Terutama, karena kebijakan tersebut diterapkan saat kasus melandai.

Namun, menurut Luhut, yang harus dipahami adalah kebijakan tersebut diterapkan untuk mengantisipasi lonjakan kasus Covid-19, karena mobilitas yang tumbuh pesat dalam beberapa pekan terakhir.

Baca juga: Yaqut Cholil Qoumas Bilang Kementeriannya Hadiah Negara untuk NU, Anwar Abbas: Bubarkan Saja Kemenag

"Perlu dipahami bahwa kebijakan PCR ini diberlakukan, karena kami melihat risiko penyebaran yang semakin meningkat, karena mobilitas penduduk yang meningkat pesat dalam beberapa minggu terakhir," paparnya.

Luhut mengatakan, pemerintah belajar banyak dari negara negara lain, salah satunya Inggris, yang melakukan relaksasi aktivitas masyarakat dan protokol kesehatan, yang berdampak melonjaknya kembali kasus Covid-19.

Negara yang mengalami lonjakan tersebut, tingkat vaksinasinya juga tinggi.

Baca juga: Menag Bilang Kementerian Agama Hadiah Negara untuk NU, Sekjen PBNU: Tidak Pas dan Kurang Bijaksana

"Saya mohon, jangan kita hanya melihat enaknya, karena enak ini kita rileks yang berlebihan, nanti kalau sudah rame jangan juga nanti ribut."

"Jadi saya mohon kita sudah cukup pengalaman menghadapi ini, jadi jangan kita emosional menanggapi apa yang kami lakukan ini," pinta Luhut. (Fransiskus Adhiyuda)

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved