Mahfud MD: Korupsi Sekarang Semakin Gila, APBN Belum Jadi Saja Sudah Dikorupsi

Padahal, kata Mahfud MD, masyarakat Indonesia mengharapkan saat runtuhnya pemerintahan Soeharto, dapat memperbaiki masalah KKN.

TRIBUNNEWS/HERUDIN
Menkopolhukam Mahfud MD mengatakan, korupsi di era reformasi semakin meluas dan tak terkendali. 

WARTAKOTALIVE, JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD mengatakan, korupsi di era reformasi semakin meluas dan tak terkendali.

Bahkan, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Indonesia (APBN) yang belum disahkan saja, mampu menjadi ladang para wakil rakyat sebagai proyekan untuk mencari uang haram.

"Sekarang itu APBN sebelum jadi aja sudah dikorupsi."

Baca juga: Ziarah Keagamaan dan Tradisi Kupatan Jadi Penyebab.Lonjakan Kasus Covid-19 di Kudus

"Jadi uangnya belum ada sudah dibegitukan."

"Itu yang saya katakan bahwa korupsi sekarang itu semakin gila," kata Mahfud MD saat dialog dengan Rektor UGM dan pimpinan PTN/PTS seluruh Yogyakarta, yang ditayangkan YouTube Universitas Gadjah Mada, Sabtu (5/6/2021).

Ia pun mencontohkan modus korupsi dalam perencanaan APBN.

Baca juga: Gaduh Informasi Kemungkinan Tsunami di Jawa Timur, BMKG: Bedakan Mana Prediksi dan Potensi

Para wakil rakyat nantinya bakal melobi perusahaan swasta atau kepala daerah, dalam permainan anggaran yang bakal digelontorkan pemerintah.

Misalnya, kepala daerah ingin membangun jalan raya namun tidak memiliki biaya yang cukup dari anggaran daerah.

Nantinya, para wakil rakyat dapat memasukkan kebutuhan anggaran itu untuk diajukan ke pemerintah.

Baca juga: Jokowi Menang di PTTUN, Pemecatan Bekas Komisioner KPAI Sitti Hikmawatty Sah Secara Hukum

Namun dengan syarat, kepala daerah tersebut dapat memberikan fee dari nilai anggaran, sebagai imbalan lobi tersebut.

"Bupati pengin bikin jalan dari kabupaten Kudus ke mana misalkan."

"Berapa anggarannya? Rp 700 miliar, oke dimasukkan APBN, bayar di depan 7%."

Baca juga: 5 Simpatisan Rizieq Shihab Mengaku YouTuber, Live Report di Depan PN Jaktim Demi Naikkan Follower

"Itu yang terjadi, sampai akhirnya seorang bupati di luar Jawa itu sudah bayar tapi tidak masuk APBN."

"Teriak lalu ketahuan bahwa dia sudah bayar ke seorang anggota DPR dan ditangkap lalu masuk penjara," ungkapnya.

Padahal, kata Mahfud MD, masyarakat Indonesia mengharapkan saat runtuhnya pemerintahan Soeharto, dapat memperbaiki masalah KKN.

Baca juga: Menang di PTUN Lalu Kalah di PTTUN, Sitti Hikmawatty Ajukan Kasasi Atas Pemecatannya dari KPAI

Namun yang terjadi justru sebaliknya, korupsi semakin meluas.

"Dulu itu (korupsi) terkoordinir."

"Sekarang bapak lihat ke DPR korupsi sendiri, Mahkamah Agung korupsinya sendiri, Mahkamah Konstitusi, gubernur, kepala daerah, DPRD semua korupsi sendiri-sendiri," bebernya.

Melebihi Orde Baru

Menkopolhukam Mahfud MD menyoroti semakin meluasnya korupsi di Indonesia setelah reformasi.

Mahfud MD menjelaskan, pada 2017 pihaknya sudah mengatakan korupsi di era reformasi lebih meluas dari Orde Baru.

Zaman Orde Baru, kata dia, terjadi korupsi besar-besaran, tapi terkonsentasi dan diatur melalui jaringan korporatisme oleh pemerintahan Soeharto.

Hal itu disampaikan Mahfud dalam sambutannya pada pelantikan Dr Makmun Murad sebagai Rektor Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ), Selasa (25/5/2021).

"Korupsinya dulu dimonopoli di pucuk eksekutif dan dilakukan setelah APBN ditetapkan."

"Ini tak bisa dibantah, buktinya Orde Baru direformasi dan pemerintahan Soeharto secara resmi disebut pemerintahan KKN."

"Penyebutan itu ada di Tap MPR, UU, kampanye politisi, pengamat, disertasi, tesis, dan sebagainya," jelas Mahfud MD dalam keterangan yang diterima dari Tim Humas Kemenko Polhukam pada Rabu (26/5/2021).

Namun, kata Mahfud MD, harus diakui, sekarang ini, atas nama demokrasi yang diselewengkan, korupsi tidak lagi dilakukan di pucuk eksekutif, tetapi sudah meluas secara horizontal ke oknum-oknum legislatif, yudikatif, auditif dan secara vertikal dari pusat sampai daerah-daerah.

"Lihat saja para koruptor yang menghuni penjara sekarang, datang dari semua lini horizontal maupun vertikal."

"Kalau dulu korupsi dilakukan setelah APBN ditetapkan atas usulan pemerintah, sekarang ini sebelum APBN dan APBD jadi, sudah ada nego-nego proyek untuk APBN dan APBD,” paparnya.

Ia juga menengarai, banyak yang masuk penjara karena jual beli APBN dan Perda.

"Saya bisa menunjuk bukti dari koruptor yang dipenjara saja," cetus Mahfud MD.

Semua itu, kata dia, dilakukan atas nama demokrasi, dan pemerintah tidak mudah untuk menindak, karena di dalam demokrasi, pemerintah tidak bisa lagi mengonsentrasikan tindakan dan kebijakan di luar wewenangnya.

Itulah sebabnya, Mahfud MD mengaku paham dengan istilah “demokrasi kriminal” yang pernah dilontarkan oleh Rizal Ramli.

“Situasi ini perlu kesadaran moral secara kolektif, sebab tak satu institusi pun yang bisa menembus barikade demokrasi yang wewenangnya sudah dijatah oleh konstitusi," terang Mahfud MD.

Selain itu, kata dia, pada era pasca-reformasi sekarang ini, korupsi sangat meluas dan perguruan tinggi menjadi salah satu terdakwa utamanya.

Sebab para koruptor itu, kata dia, umumnya adalah lulusan perguruan tinggi.

"Karena itu, rektor di perguruan tinggi, harus memperhatikan ini," ucap Mahfud MD.

Menurut Mahfud MD, kunci penyelesaiannya tak cukup hanya dengan aturan-aturan atau jabatan.

Sebab, aturan dan jabatan dibuat melalui apa yang diasumsikan sebagai keharusan demokrasi.

"Jika para aktor demokrasinya bermoral bobrok, maka produk hukum dan pelaksanaannya pun akan bobrok."

"Hukum itu kan sangat ditentukan oleh moral para aktornya. Itulah tugas kita ke depan,” ujarnya.

Jadi menurutnya, demokrasi tetap yang terbaik, tapi perlu ditata ulang dengan keluhuran moral para aktornya, agar yang tumbuh adalah demokrasi substansial, bukan demokrasi kriminal.

"Ada dalil yang menyatakan bahwa dalam arti tertentu hukum adalah produk politik, jika moralitas politik bagus maka hukum dan penegakannya akan bagus."

"Tapi jika moralitas politik jelek maka hukum dan penegakannya juga akan jelek," paparnya. (Igman Ibrahim)

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved