Sepak Bola
PSSI Tidak Punya Regulasi Tetap Terkait Merger Tim, Akmal Marhali: Ini Rawan Dimanfaatkan Makelar
Publik pencinta sepak bola nasional rupanya menyoroti perihal disahkannya sejumlah klub dengan nama baru.
Penulis: Yudistira Wanne |
WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA -- Persatuan Sepak bola Seluruh Indonesia (PSSI) tidak punya regulasi yang tetap mengenai proses merger atau akuisisi yang dilakukan oleh suatu tim tertentu.
Belum lama ini, Kongres Tahunan PSSI 2021 yang diselenggarakan di Hotel Raffles, Jakarta, Sabtu (29/5/2021), menghasilkan sejumlah keputusan krusial.
Dari banyaknya pembicaraan dan pembahasan dalam Kongres tersebut, publik pencinta sepak bola nasional rupanya menyoroti perihal disahkannya sejumlah klub dengan nama baru.
Sejumlah klub yang memiliki nama baru tersebut yakni RANS Cilegon FC, Muba BaBel United, Dewa United, dan PSG Pati.
Dengan demikian, klub-klub dengan nama baru tersebut sudah sah dan siap mentas di kompetisi resmi sepak bola Indonesia.
Hal itu terjadi berdasarkan hasil kesepakatan yang ada dalam Kongres Tahunan PSSI 2021 dan diikuti sebanyak 87 voters.
Baca juga: Umuh Muchtar Komisaris PT PBB Ungkap Format Kompetisi Keinginan Persib di Kongres PSSI
Di mana voters tersebut berasal dari 34 Asosiasi Provinsi (Asprov), 18 klub Liga 1, 16 klub Liga 2, 16 klub Liga 3, Asosiasi Futsal Indonesia, Asosiasi Sepak Bola Wanita Indonesia, dan Asosiasi Pelatih Indonesia.
Menyikapi hal itu, Koordinator Save Our Soccer (SOS), Akmal Marhali mendesak PSSI untuk sungguh-sungguh membuat regulasi mengenai proses merger ataupun akuisisi tim.
Menurutnya, merger yang dilakukan sejumlah tim di Indonesia memiliki arti berbeda jika dibandingkan dengan pembelian suatu klub di luar negeri.
"Merger yang dilakukan klub Indonesia banyak yang salah kaprah, cuma mau cari jalan instan, padahal jika ingin serius membangun sepak bola, ya benahi seluruh aspeknya mulai dari pembinaan dan sebagainya," ujarnya.
Baca juga: Waketum PSSI Iwan Budianto Beberkan Format Kompetisi Liga 1 2021 Dengan Sistem Series
"Misalkan, Bandung Raya merger dengan Pelita Jaya, itu hanya untuk menaikkan nama Bandung Raya lagi ke level elite, tapi pada kenyataannya Bandung Rayanya tidak dikelola dengan baik," tambahnya.
Lebih lanjut, Akmal menuturkan, tidak adanya regulasi yang tetap dari PSSI mengenai pergantian nama, logo, markas dan lainnya sangat rentan dimanfaatkan oknum tertentu.
"Ketidakteraturan yang dibiarkan tanpa adanya regulasi dari federasi, maka yang diuntungkan adalah mereka yang selama ini jadi makelar di sepak bola Indonesia," tegasnya.
Tidak hanya itu, mudahnya proses akuisisi, merger, pergantian nama dan logo hingga berpindah-pindah markas, menurut Akmal dapat merusak ekosistem sepak bola Indonesia.
Baca juga: Gaya Kaesang Pangarep di Kongres PSSI, Tampil Beda, Dikawal 2 Orang, Banyak yang Minta Foto Bareng
Untuk itu, Akmal mendesak PSSI untuk membuat regulasi mengenai pindah home base, pergantian nama, pergantian logo, tujuannya agar klub tidak mudah pindah seenaknya.
"Dulu, ada Pelita Jaya, pindah ke Solo, jadi Pelita Solo, pindah ke Cilegon, jadi Pelita Krakatau Steel, pindah ke Purwakarta jadi Pelita Jaya Purwakarta, ini seolah dikawinkan dengan Arema FC (yang digugat saat ini sama Arema Indonesia Liga 3)," tegasnya.
Kemudian lisensi Pelita Jaya Purwakarta dipakai Arema FC, Pelita Jaya pindah ke Bandung menjadi Pelita Jaya Bandung Raya, lalu ke Bekasi menjadi Persipasi Pelita Bandung Raya, lalu dijual ke Madura jadi Madura United, satu klub bisa membelah diri jadi dua, seperti Amuba," tambahnya.
Baca juga: Menpora Amali Sampaikan Kabar Gembira di Kongres PSSI yang Dihadiri Raffi Ahmad
Merger tim sepak bola
Sebenarnya, pergantian nama suatu klub sudah manjadi hal yang lumrah di dalam dunia si kulit bundar selagi regulasi yang digunakan jelas dan diatur secara mendetail.
Bahkan di luar negeri, pergantian nama klub sepak bola juga dilakukan Red Bull Leipzig, di mana klub tersebut membeli sebuah klub divisi lima bernama SSV Markranstadt.
Kemudian, pasca pembelian, langkah yang dilakukan yakni mengubah segalanya dan memulainya dari nol hingga pada akhirnya Red Bull Leipizig menjelma menjadi klub yang cukup disegani.
Baca juga: Raffi Ahmad dan Kaesang Pangarep Hadir di Kongres Biasa PSSI 2021
Berbicara di Indonesia, pergantian nama klub sepak bola disebabkan oleh banyak faktor, salah satunya krisis finansial hingga nasibnya berada di ujung tanduk, dan pada akhirnya memilih untuk merger atau akuisisi.
Berdasarkan informasi yang dihimpun TribunnewsBogor.com dari laman resmi FIFA, pasal 4 ayat 4, rupanya mengatur soal lisensi klub.
Dalam penjelasan pasal tersebut, lisensi klub ternyata boleh diperjualbelikan dengan syarat-syarat tertentu.
Lisensi boleh diperjualbelikan asal klub mengalami kebangkrutan atau masa pembubaran.
Baca juga: Akmal Marhali Koordinator Save Our Soccer Ajukan 7 Poin Masukan Untuk PSSI
Akan tetapi, lisensi klub tidak boleh diperjualbelikan jika sudah resmi bermain di sebuah kompetisi atau turnamen.
"Untuk alasan apa pun lisensi (pemegang) menjadi bangkrut dan memasuki masa likuidasi (pembubaran), seperti yang ditentukan oleh peraturan nasional (di mana lisensi menjadi bangkrut dan masuk tahapan administrasi ketika musim berjalan.
Lisensi tidak boleh di tarik selama musim kompetisi berlangsung, atau jika masih memiliki peluang untuk menyelamatkan klub serta bisnisnya," tulis FIFA dalam statuta pasal 4 ayat 4 sub 1.5.
Sebelum lengser dari jabatannya sebagai Sekretaris Jenderal (Sekjen) PSSI, Ratu Tisha Destria sebenarnya tengah merancang regulasi yang isinya mengatur pergantian nama klub dan homebase.
Baca juga: PSSI Memutuskan Kompetisi Liga 1 dan Liga 2 Musim 2021-2022 Menggunakan Format Promosi dan Degradasi
Hal itu tidak terlepas dari maraknya klub di Indonesia yang kerap melakukan pergantian nama dan markas.
"Ketika pendaftaran klub keanggotaan yang terkait dengan homebase, nama homebase tidak akan bisa dipindahkan," tegasnya.
Tidak hanya itu, dalam regulasi yang ketika itu sudah disiapkan, Tisha menegaskan bahwa suatu klub tidak boleh dijual.
"Apabila ada merger atau jual beli, yang di-merger atau jual beli itu entitas, badan hukum. Bukan klubnya,” ungkapnya.
Ketika itu Tisha juga menjelaskan bahwa semua klub yang sudah berganti nama tetap memiliki status keanggotaan di PSSI.
Artinya, misalkan ada sebuah klub yang sudah tiga kali berganti nama, dua nama yang sudah ditinggalkan tetap terdaftar di PSSI, maka dari itu pentingnya dibuat regulasi khusus.