Kabar Duka
Encu Subekti Meninggal Dunia, Jurnalis Senior yang Akhir Hayatnya Berbakti untuk Pendidikan Wartawan
Encub Subekti, wartawan senior, meninggal dunia. Encub Subekti bin Sarbini dimakamkan TPU Kompleks Astek, Serpong, Banten, Minggu (11/4/2021).
WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA-- Encub Subekti meninggal dunia.
Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) kehilangan tokoh yang menghabiskan aktivitas di akhir hayatnya demi pendidikan wartawan Indonesia.
Berikut tulisan Wina Armada, wartawan senior/mantan Sekjen PWI/mantan anggota Dewan Pers/penasehat ahli Ketua Umum PWI Pusat Atal S Depari.
Ketika saya masih “calon anggota” PWI, jenjang terendah keanggotaan PWI, sesuai dengan ketentuan PD PRT PWI kala itu, saya menempuh ujian kenaikan tingkat ke jenjang berikutnya sebagai “anggota muda” di PWI Provensi DKI Jakarta.
Salah satu penguji dan pemeriksa ujian saya ialah Pak Encub Subekti, yang meninggal dunia, Minggu (11/4/2021).
Demikian pula waktu kenaikan status saya menjadi “anggota biasa” dari anggota muda, Pak Bekti yang sedang menjabat sebagai Skretaris PWI Jaya, Ketua PWI Jaya saat itu Massun Pranoto, menjadi penguji saya.
Dia pulalah yang antara lain menandatangani sertifikat saya. Dia punya pengalaman sebagai wartawan harian Kami dan kemudian di Pos Kota Group, tapi sejak awal tak sedikit pun dia menunjukan sikap arogansi sebagai senior.

Pak Bekti, begitu saya memanggilnya, (sebagian lagi menyebutnya “Pak Encub,”) selalu membimbing dan memberi jalan terhadap problematik yang ada.
Pengetahuan teori tentang jurnalistiknya sangat luas. Maka ketika mengajar feutures, misalnya, beliau selalu memakai pengetahuan teorinya itu sebagai alat menerangkan agar lebih luas, mendalam dan mudah difahami.
Persahabatan saya dengan Pak Bekti sebagai yunior dan sejawat, terus berkembang, termasuk lantas ketika kami sama-sama menjadi pengurus PWI tingkat Jaya dan PWI Pusat. Perhatiannya kepada bidang pendidikan, membuat dia lebih sering ditempatkan di bidang yang terkait pendidikan.
Hampir pada semua bagian pendidikan PWI Pak Bekti banyak terlibat. Almarhum tercatat sebagai salah satu orang yang banyak menyusun kurikulum atau silabus bahan pelatihan di lingkungan PWI. Memang sebagian dari hidup dan profesinya diabadikan untuk pendidikan dan pelatihan kewartawanan.
Suatu saat pelatihan “Safari Jurnalistik” PWI yang sudah lama berlangsung, bakal “dimatikan” oleh ketua umum PWI priode saat saya menjadi sekjennya. Saya dan Pak Bekti “menentang” keputusan itu dan beradu argumentasi dengan ketua umum, bahwa Safari Jurnalistin perlu terus dipertahankan, baik karena alasan kemasalahatan maupun alasan historis.
Setelah berdebat cukup tajam dan demokrasi, akhirnya program Safari Jurnalistik tetap dipertahankan, dengan syarat kami yang harus mengurus tetek bengkekknya, termasuk terkait dengan urusan mencari sponsor. Demi mempertahankan program Safari Jurnalistik tersebut kami langsung menyanggupi syarat itu.
Kami lantas menghubungi Brata, mantan wartawan Kantor Berita Antara yang beralih menjadi Kepala Humas perusahaan Nestle. Brata menyanggupi Nestle tetap jadi sponsor program Safari Jurnalistik dengan ketentuan kurikulumnya harus disesuaikan dengan perkembangan zaman dan disetujui lebih dahulu oleh Nestla.
Nah, supaya nggak bulak-balik, akhirnya kami ajak Brata sebagai salah satu tim perumus kurikulum Safari Jurnalistik yang baru. Dan kepalang bersama, waktu Brata menawarkan villa mungil miliknya di daerah Puncak, Bogor, sebagai tempat pembahasan, langsung kami terima. Jadilah kami menginap semalam dua hari di villa Brata.