UU ITE

MAHFUD MD Temui Hotman Paris Hutapea di Kopi Johny Kelapagading Bahas Revisi UU ITE Sabtu Pagi Ini

Menko Polhukam Mohammad Mahfud MD Sabtu (20/3/2021) pagi ini temui pengacara Hotman Paris Hutapea bahas wacana revi UU ITE yang bikin heboh.

Penulis: Suprapto | Editor: Suprapto
@hotmanparisofficial
Menko Polhukam Mohammad Mahfud MD Sabtu (20/3/2021) pagi ini temui pengacara Hotman Paris Hutapea bahas wacana revi UU ITE yang bikin heboh. 

WARKOTALIVE.COM, JAKARTA-- Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mohammad Mahfud MD secara khusus bertemu pengacara kondang Hotman Paris Hutapea.

Pertemuan Mahfud MD-Hotman Paris akan berlangsung di kedai Kopi Johny di kawasan Kelapagading, Jakarta Utara, Sabtu (20/3/2021) pagi ini.

Keduanya antara lain akan membicarakan wacana reviso Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang telah menjerat sejumlah orang.

Rencana pertemuan mereka disampaikan Hotman Paris Hutapea melalui akun instagramnya.

"Bapak Prof Dr Mohammad Mahfud MD (Menko Polhukam) akan datang dan ngopi di Kopi Johny bersama dengan warga," demikian bunyi pengumuman yang diunggah Hotman Paris, kemarin.

Pertemuan berlangsung hari Sabtu (20/3/2021) sekitar pukul 07:00 WIB.

"Sambil ngopi, pihak yang berkepentingan boleh curhat tentang usulan revisi UU No 11 tahun 2008 tentang ITE," demikian bunyi pengumuman tersebut.

Baca juga: Tak Ingin Balik seperti Orba, Mahfud MD Pastikan Jokowi Tolak Wacana Jabatan Presiden 3 Periode

Baca juga: Polisi Virtual Tegur 148 Akun Medsos Berpotensi Langgar UU ITE, Kebanyakan Bernada Sentimen Pribadi

Poster ucapan selamat datang kepada Mahfud MD pun telah dipasang di Kedai Kopi Johny menandakan bahwa acara tersebut benar-benar serius akan diadakan. 

Seperti diketahui, Hotman Paris termasuk pengacara yang sering melontarkan wacana terhadap revisi UU ITE tersebut.

Dia juga sering mengkritik sejumlah pasal dalam UU ITE.

Hotman adalah pengacara yang aktif di dunia media sosial yang tentunya sangat bersinggungan dengan keberadaan UU ITE.

Sementara itu, Mahfud MD adalah menteri yang bertanggung jawab terhadap wacana revisi UU ITE.

Dia juga telah menyampaikan pemikirannya terkait usulan revisi pasal-pasal yang dianggap pasal karet  dalam UU ITE.

"Pemerintah tengah mempertimbangkan untuk membuat resultante atau kesepakatan baru terkait kontroversi di dalam UU ITE. Hal tersebut bisa dilakukan, jika ditemukan substansi yang memiliki watak haatzai artikelen atau berwatak pasal karet," kata mantan Ketua Mahkamah Konstitusi ini seperti ditulis Wartakotalive.com sebelumnya.

Baca juga: Baiq Nuril Hingga Ahmad Dhani Dihadirkan untuk Dimintai Pendapat Soal UU ITE

Kenapa Perlu Revisi UU ITE

Mantan Menteri Komunikasi dan Informatikan (Menkominfo) M Nuh akhirnya buka-bukaan trkait lahirnya UU Informasi dan Trasaksi Elektronik (ITE).

Menkominfo era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ini adalah menteri yang membidani lahirnya UU No 11 tahun 2008 tentang ITE.

UU ITE itu lahir pada era pemerintahan di bawah kepemimpinan Presiden SBY dan kemudian direvisi menjadi UU No 19 tahun 2016 tentang Perubahan Atas UU ITE pada era Presiden Joko Widodo (Jokowi).

M Nuh mengaku heran dengan munculnya pasal-pasal karet dalam UU ITE itu yang kini justru banyak menjerat pegiat demokrasi, netizen (warganet) dan juga wartawan.

Karena itu, dia setuju pasal-pasal karet dimaksud agar dikeluarkan dari UU ITE dan dia mengusulkan agar dimasukkan dalam UU baru, yaitu UU Media Sosial (Medsos).

"Sekarang muncul wacana pasal-pasal karet di-takeout saja, masukkan jadi UU Media sosial saja," ujar M Nuh yang kini Ketua Dewan Pers dalam weminar Revisi UU ITE yang digelar Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Kamis (25/2/2021).

Nara sumber dalam webinar itu adalah Menko Polhukam Mohammad Mahfud MD, Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin, M Nuh, dan pakar hukum Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar. Seri Webinar Revisi UU ITE dibuka Ketua Umum PWI Atal S Depari didampingi Sekjen PWI Mirza Zulhadi, Wakil Sekjen PWI Suprapto, dan Wakil Bendahara Dar Edi Yoga.      

M Nuh meminta  Mahfud MD dan  Azis Syamsuddin untuk melibatkan partisipasi semua komponen masyarakat, khususnya insan pers, dalam melakukan revisi RUU ITE itu.

"Partisipasi akan memunculkan perasaan ownership, membuat mereka merasa memiliki terhadap UU ITE ini," kata M Nuh.

Baca juga: Mahfud MD: Jika Ada Substansi Berwatak Haatzai Artikelen, UU ITE Bisa Direvisi dan Diubah

Baca juga: Polri Sudah Tegur 12 Netizen yang Berpotensi Langgar UU ITE, Diingatkan Lewat Direct Message

Mahfud MD Bicara Revisi UU ITE

Dalam kesempatan pertama menjadi pembicara pada webinar itu, Menko Polhukam Mohammad Mahfud MD langsung bicara seputar wacana terkait revisi UU ITE.

Menurut Mahfud MD, setelah diberlakukan 12 tahun lebih, wajar saja muncul wacana terhadap revisi UU tersebut.

Dia berharap semua pihak untuk tidak alergi membicarakan revisi atau perubahan terhadap sebuah UU karena pada prinsipnya tidak ada hukum yang abadi. 

"Tidak usaha alergi bicara revisi. Hukum itu tidak ada yang abadi. Dia mengikuti perubahan lingkungannya," ujar Mahfud.

Meski demikian, dia mengingatkan bahwa era digital ini memang berdampak kepada kebebasan yang jika tidak ada rambu-rambu yang jelas bisa berdampak pada keselamatan bangsa dan negara.

Meski demikian, regulasi terkait digital juga jangan sampai membatasi kebebasan digital tersebut.

"Pemerintah berusaha menjaga atau menyimbangkan dua hal ini agar bisa berjalan seiring. Kita perlu cari resultante, kesepakatan baru yang cocok dengan kondisi saat ini," kata Mahfud MD. 

Dalam mencari resultante atau kesepakatan baru itu, setidaknya bisa dilakukan dengan dua cara.

Pertama membuat kriteria atau panduan agar implementasi pasal-pasal dalam UU ITE diterapkan secara adil dan tidak multitafsir.

Kedua membuka wacana   atau telaah kemungkinan dilakukan revisi jika memang di dalam UU itu ada subtansi yang berwatak pasal karet atau haatzai artikelen. "Bisa kita ubah, bisa revisi," katanya.

Revisi itu  bisa untuk  mencabut, menambah kalimat, atau menambah penjelasan dalam UU itu atau menambah hal atau pasal baru.

"Hukum adalah resultante, kesepakatan yang dibuat oleh rakyat di negara demokrasi. Karena itu bisa diubah dengan resultante baru. Sekarang kita sedang diskusikan resultante baru kalau kita anggap resultante yang lama sudah tidak tepat. Jadi jangan alergi dengan perubahan UU itu," kata Mahfud MD.

Dalam pandangan pakar hukum tata negara ini, hukum itu selalu berubah sesuai perubahan masyarkat, sesuai perubahan lingkungan. Tidak ada hukum yang abadi.

Kalau masyarakat memandang sesuatu itu sudah berubah,  hukumnya pun perlu berubah. Masyarakat itu, kata Mahfud, menentukan isi dan karakter hukum.

Mahfud sampai mengutip dalil dalam hukum Islam yang menyebutkan, hukum itu berubah jika alasannya berubah. "Jadi biasa saja, jangan takut-takut mengubah hukum," katanya.

Dia juga mengingatkan bahwa hukum di satu negara tidak harus sama dengan negara lain. Kita punya kebutuhan dan rumuskan sendiri.

"Hukum sesuai waktu, tempat, budaya, dan situasinya. Itu ada dalil-dalil seperti itu. Tak usah takut diskusi," katanya.

Karena itu, Mahfud MD menyambut baik webinar Revisi UU ITE  yang diadakan PWI  karena  pemerintah pun  sudah membentuk untuk mengkaji UU ITE ini. 

Fokus kajian ada dua, yaitu: 

1. Kriteria implementatif.

2. Kriteria kemungkinan revisi UU ITE.

Telaah implementatif misalnya, kalau delik aduan harus si korban langsung yang melaporkan.

Tapi kalau delik umum, baru bisa ditangani polisi atau jaksa sebagai perwakilan publik atau pemerintah dan tidak harus menunggu laporan.

"Delik aduan korban orang tertentu, kalau delik umum korban umum atau negara. Yang harus tampil mewakilinya kejaksaan atau aparat hukum," katanya.

Tersangka kasus UU ITE dan pencemaran nama baik artis Fairuz A Rafiq yakni Galih Ginanjar (kanan), Rey Utami (kiri), Pablo Benua (tengah), menjalani sidang perdana yang beragendakan pembacaan dakwaan di PN Jakarta Selatan, Jakarta, Senin (9/12/2019). Dakwaan kasus pencemaran nama baik di media sosial dengan kata-kata
Mantan Menteri Kominfo Era Presiden SBY M Nuh akhirnya buka suara terkait lahirnya UU ITE hingga masuknya pasal karet yang banyak digunakan untuk menjerat warga yang kritis. Foto: tersangka kasus UU ITE dan pencemaran nama baik artis Fairuz A Rafiq yakni Galih Ginanjar (kanan), Rey Utami (kiri), Pablo Benua (tengah), menjalani sidang perdana yang beragendakan pembacaan dakwaan di PN Jakarta Selatan, Jakarta, Senin (9/12/2019).

Kenapa Ada UU ITE?  

Dalam seminar M Nuh juga menjelaskan kenapa ada UU ITE dan alasan lahirnya UU ITE tahun 2008.

Abad Ke-21, sangat dominannya teknologi digital atau tenologi informasi dan komunikasi (TIK) dalam berbagai sisi kehidupan.

Teknologi digital adalah a general purpose technology (GPT) teknologi umum yang berlaku untuk semua bidang. Artinya, semua bidang kehidupan ini membutuhkan teknologi informatika dan komunikasi (TIK) ini.

Boyan Jovanovic  & Peter L Rousseau dalam ideas.repec.org  mendifinisikan, teknologi tujuan umum (GPT) adalah istilah yang diciptakan untuk menggambarkan metode baru dalam memproduksi dan menemukan yang cukup penting untuk memiliki dampak agregat yang berkepanjangan.

Listrik dan teknologi informasi (TI) adalah dua teknologi yang masuk kategori  GPT terpenting abad ini.

Ada teknologi yang tidak digunakan di semua bidang kehidupan, misalnya teknologi pertanian. 

Karena digital adalah teknologi umum yang semua bidang mendapatkan manfaat jika menggunakannya, maka mau tidak mau kita harus memanfaatkannya untuk kehidupan yang lebih baik.

Pemanfaatan teknologi digital atau TIK itu ada beberapa tahap, yaitu:

1. Tahap Men-support.

Pada tahap ini, TIK atau teknologi digital baru digunakan sebatas untuk mendukung aktivitas manusia.

Sifat pemanfaatan TIK pada tahap ini adalah pasif. 

2. Tahap Penggerak atau Driver

TIK juga bisa menjadi penggerak berbagai aktivitas manusia, sehingga sifatnya aktif.

3. Tahap Enabler

Pada tahap ketiga ini, TIK digunakan sebagai menjadikan sesuatu yang tadinya tidak mungkin, menjadi mungkin dilaksanakan.

"Yang tidaknya tidak mungkin, dengan adanya teknologi digital menjadi mungkin," kata M Nuh.

4. Tahap Transofrmasi

Berkembgang jadi, teknologi tak hanya hanya mengubah aspek teknis, tapi 

kolaborasi dan 

5. Tahap Disruptor

Tahap kelima adalah TIK telah menjadi pengganggu atau disruptor.

"Teknologi digital menjadi menganggu agar kita terus berubah supaya lebih baik," katanya.

Karena itu, kata M Nuh, pada awal pemerintahan SBY dibentuk Dewan TIK nasional. "Saya sebagai Rektor ITS masuk dalam Dewan TIK Nasional supaya Indonesia tidak tertinggal," katanya.

Karena TIK sifatnya dibutuhkan semua bidang, termasuk  bidang ekonomi dan transaksi bisnis, maka muncullah UU ITE itu.

"Jadi ide dasarnya, kami ikut menggodok. Waktu itu  gol UU ITE, gol UU KIP, UU Pornografi, dalam dua tahun bersama Komisi I DPR  bisa menyelesaikan 4 UU," katanya.

Oleh karena itu, begitu UU ITE ditetapkan, muncul heboh-heboh seperti akhir-akhir ini, M Nuh merasa heran.

Dia merasak dulu UU ini tidak dimaksudkan untuk menghalangi kebebasan berpikir, berpendapat, dan orang-orang yang bersikap kritis.

"Rasanya dulu gak kayak gini. Dulu UU Ini untuk melindungi, memberi kepastian hukum, untuk kesejahteraan, transaksi bisnis, sekarang ko jadi urusan caci maki, sehingga banyak korban yang ditahan dan lain sebagainya," katanya.

Dulu semua dokumen harus diteken secara langsung atau basah, sekarang bisa tanda tangan elektronik.

Dia menambahkan, yang menarik, begitu Kapolri mengeluarkan kalau sudah minta maaf tidak perlu ditahan, orang pada gembira semua.

"Artinya, seandainya UU ITE diturunannya dibuatkan berupa PP atau peraturan menteri dan lain sebagainya, yang memberi perlindungan ke masyarakat, saya kira juga tidak apa-apa," ujar M Nur.

Kalau baru berupa surat perintah atau pernyataan Kapolri dan Presiden tidak akan kuat karena bisa saja orang tersebut diganti atau tidak menjabat lagi.

M Nuh mengusulkan agar dibuat aturan yang lebih kuat, seperti peraturan pemerintah, atau sekalian saja revisi UU ITE.

Seandainya UU ini direvisi, maka dia menyampaikan beberapa pesan, yaitu:  

1. Kemerdekaan pers tidak boleh diganggu gugat

2. Kebebasan ekpresi tidak boleh terganggu 

Di samping itu, revisi UU ITE harus melibatkan partisipasi publik.  Jangan sampai muncul kesan, dalam melakukan revisi UU ITE, pemerintah dan DPR seolah-olah tidak membutuhkan masukkan dari berbagai kalangan.

"Jadi, jangan seperti itu. Partisipasi publik jadi kata kunci karena akan meningkatkan ownership, rasa memiliki. Oh iya, kita dulu ikut memberikan pandangan terkait pasal atau UU ini," ujarnya.

Ownership dalam pembuatan UU itu sangat penting. Ownership ini penting.

"Saya nitip Pak Azis (Wakil Ketua DPR), tolong, negoro ini bukan negoro panjenangan thok. Negoro ini negoro kita semua. Ayu libatkan banyak pihak agar UU ini tidak kontroversi, aneh-aneh, karena semua sudah diajak bicara. Diajak bicara juga yang nyaman, tidak sekadar formalitas," katanya.

M Nuh yakin jika  semua bisa dilibatkan maka akan nyaman. Tidak menimbulan kecurigaan. Kecurigaan itu mahal hargany. Jadi social cost.

"Jadi atas nama DP, saya mengimbau agar revisi UU ini harus libatkan partisipasi publik. Gak usah terburu-buru, harus segera harus segera. Jadi sifatnya kolektif kolegial, partisipatif, membangun ownership. Itu prinsip umum," ujarnya.  

Sumber: Warta Kota
BERITATERKAIT
  • Ikuti kami di
    KOMENTAR

    BERITA TERKINI

    © 2023 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved