Berita Nasional
Bagaimana Reformasi Pajak di Era Kepemimpinan Presiden Jokowi, Berjalan? Simak Penilaian Ketua LPKPI
Ketua Umum Lembaga Pengawas Kejahatan Pajak Indonesia (LPKPI), Muhammad Irwan tanggapi soal reformasi pajak di era Presiden Joko Widodo alias Jokowi.
Menurutnya, jika ingin melaksanakan reformasi pajak, maka mau tidak mau harus membersihkan pegawai yang 'bermain' tersebut.
"Terutama Nankoda yang memimpin DJP haruslah benar-benar orang yang bersih dan tidak memiliki tendensi lain, selain penerimaan negara"
"Saran saya, KPK harus turun terlebih dahulu menelisik kembali latar belakang keuangan Sri Mulyani dan Dirjen Pajak"
"Apalagi Suryo Utomo pernah ditengarai oleh PPATK memiliki rekening gendut. Apakah LHKPN mereka sudah sesuai dengan data yang sebenarnya?"
"Apakah harta Sri Mulyani dan Suryo Utomo dijabarkan di dalam SPT dengan Benar? Kemana harta atau uang Rp 100 Milyar milik Suryo Utomo tersebut?"
"dan, apakah pajaknya telah dibayarkan. Ini sangat Penting untuk menjaga Kepercayaan masyarakat." paparnya.
Dia menambahkan "Apabila isu dan dugaan serta data dari PPATK terkait rekening gendut DJP 1 ini benar, maka sepantasnya bapak Jokowi harus segera mengevaluasi Suryo Utomo untuk jabatan Dirjen Pajak"
"Mana Mungkin mereform sebuah organisasi besar dengan Nahkoda yang 'Bermasalah'" tambahnya
Jokowi, tambahnya lagi, dinilai punya niat cerdas untuk menjaga penerimaan negara, dan sangat sayang apabila disalahgunakan oleh aparat yang ada di bawahnya.
"Menurut pendapat saya, diduga Srimulyani dan Suryo Utomo berkolaborasi menjalankan program yang secara nyata membangkang Nawacita Bapak Jokowi"
"Terutama terkait rencana pembentukan Badan Penerimaan Pajak, yang sesungguhnya harus menjadi prioritas utama"
"Penyempurnaan IT adalah langkah selanjutnya yang tentu akan mengikuti model yang ditetapkan, bila badan penerimaan pajak tersebut terbentuk"
"Menjalankan program pembuatan tax core Sistem adalah langkah nyata mengunci dan melawan realisasi nawacita Jokowi di bidang Pajak," pungkasnya.
Upaya Reformasi Pelayanan Perpajakan
Pihak Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) komitmen untuk terus melakukan reformasi di bidang perpajakan.
Salah satunya dalam mempermudah dan mempercepat layanan pajak.
Hal tersebut sesuai dengan Reformasi Perpajakan Jilid III yang berlangsung hingga saat ini.
Reformasi Perpajakan Jilid III mengamanatkan pembaruan dalam sistem administrasi perpajakan yang terdiri dari lima pilar.
Tiga dari lima pilar tersebut yakni perbaikan proses bisnis, penggunaan teknologi informasi dan basis data, serta regulasi yang mendukung.
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati dalam dokumen laporan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020 mengatakan, reformasi perpajakan terbukti mampu menambah efektivitas dan efisiensi dalam pelaporan pajak serta secara signifikan mengubah perilaku wajib pajak.
Tak berhenti sampai di situ, Menkeu memastikan pihaknya khususnya Ditjen Pajak akan selalu mengawal proses reformasi dan terus berinovasi.
Salah satunya dengan unifikasi pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa Pajak Penghasilan (PPh).
Menurut Peraturan Direktur Jenderal Pajak (Perdirjen) Nomor PER-23/PJ/2020 yang berlaku sejak 28 Desember 2020, SPT Masa PPh unifikasi adalah SPT Masa yang digunakan oleh wajib pajak untuk melaporkan kewajiban pemotongan dan/atau pemungutan PPh, penyetoran atas pemotongan dan/atau pemungutan PPh, dan/atau penyetoran sendiri atas beberapa jenis PPh dalam satu Masa Pajak.
Ada lima jenis PPh yang dilaporkan dalam SPT ini, yaitu PPh Pasal 4 Ayat (2), PPh Pasal 15, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, dan PPh Pasal 26.
Menurut peraturan tersebut, SPT PPh Masa Pasal 21 tidak termasuk yang dilaporkan dalam SPT PPh unifikasi.
PPh Pasal 21 memang mempunyai karakteristik yang berbeda dengan jenis PPh lainnya, terutama pada format pelaporan di akhir tahun.
Adapun yang wajib membuat SPT Masa PPh unifikasi adalah Pemotong dan/atau Pemungut PPh selain instansi pemerintah yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan diwajibkan untuk lakukan pemotongan dan/ atau pemungutan PPh serta telah ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak.
Pemotongan dan/atau pemungutan PPh ini dilakukan dengan membuat Bukti Pemotongan/Pemungutan unifikasi.
Ada dua bentuk Bukti Pemotongan/Pemungutan yaitu formulir kertas atau dokumen elektronik yang dibuat dan disampaikan melalui aplikasi e-Bupot unifikasi.
Pemotong dan/atau Pemungut PPh yang masih diperbolehkan melapor secara manual adalah yang membuat tidak lebih dari dua puluh Bukti Pemotongan/ Pemungutan unifikasi dalam satu masa pajak dan yang membuat Bukti Pemotongan/Pemungutan unifikasi dengan dasar pengenaan PPh (DPP) tidak lebih dari Rp 100 juta untuk tiap Bukti Pemotongan/ Pemungutan unifikasi dalam satu masa pajak.
Apabila salah satu kriteria tersebut tidak terpenuhi maka wajib melapor secara elektronik.
Selain itu, kriteria yang wajib elektronik adalah yang membuat Bukti Pemotongan/Pemungutan unifikasi untuk objek pajak PPh Pasal 4 ayat (2) atas bunga deposito/tabungan, diskonto Sertifikat Bank Indonesia, giro, dan transaksi penjualan saham; telah menyampaikan SPT Masa elektronik; atau terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) di lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Wajib Pajak Besar, KPP di lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Khusus, atau KPP Madya.
Pelaksanaan pelaporan SPT Masa unifikasi ini sebelumnya telah dilakukan secara bertahap sejak tahun 2020 di beberapa perusahaan BUMN dengan dasar hukum Perdirjen Nomor PER-20/ PJ/2019.
Peraturan ini kemudian dicabut dengan terbitnya Perdirjen Nomor PER-23/PJ/2020 untuk implementasi yang lebih luas.
Sebagai info, Legatum Institute dalam laporannya yang bertajuk Economic Openness: Indonesia Case Study dirilis tahun 2019, disebutkan selama tahun 2009-2019 Indonesia berhasil mempersingkat waktu pelaporan pajak dari 259 jam menjadi 208 jam per tahun.
Durasi yang diperlukan wajib pajak Indonesia untuk melaporkan pajak di tahun 2019 itu, hanya satu jam lebih lama bila dibandingkan wajib pajak di China.
(CC/Wartakotalive.com/Konta.co.id)
Sebagian artikel telah tayang di Kontan.co.id berjudul "Begini upaya reformasi pelayanan perpajakan"
Muhammad Irwan
Ketua LPKPI
Direktorat Jenderal Pajak (DJP)
Direktorat Jenderal Pajak
Joko Widodo
Jokowi
Sri Mulyani Indrawati
Dirjen Pajak
Sri Mulyani
Kementerian Keuangan
pajak
Lembaga Pengawas Kejahatan Pajak Indonesia
LPKPI
Nawacita
Asosiasi Menilai Persaingan Impor Bawang Putih Sudah Tidak Sehat, Minta Kemendag Bersikap Adil |
![]() |
---|
Bursok Anthony, Pegawai Pajak yang Desak Sri Mulyani Mundur Bersurat Lagi, Akan Lapor Bareskrim |
![]() |
---|
Bangkit Bersama, Zulhas Dorong Komitmen APEC Memperkuat Kemitraan Ekonomi Kawasan Asia-Pasifik |
![]() |
---|
Mahfud MD Bentuk Tim Reformasi Hukum, Ada Nama Najwa Shihab, Eros Djarot Hingga Eks Pimpinan KPK |
![]() |
---|
Zulhas Dorong Komitmen APEC Perkuat Kemitraan Ekonomi di Asia-Pasifik |
![]() |
---|