Berita Nasional

Hari Dokter Nasional Tidak Dirayakan Meriah, Fadli Zon: Terima Kasih Kepada Seluruh Dokter Indonesia

Hari Dokter Nasional, Fadli Zon : Terima Kasih Kepada Seluruh Dokter Indonesia yang telah menjadi garda terdepan dalam penanganan pandemi Covid-19

Editor: Dwi Rizki
Instagram @ikatandokterindonesia
Dua orang dari sebanyak 139 dokter Ikatan Dokter Indonesia (IDI) yang meninggal dunia akibat virus corona 

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Hari ini, 24 Oktober 2020 merupakan Hari Dokter Nasional.

Walau tidak meriah dirayakan, hari kebahagiaan bagi para pahlawan virus corona atau covid-19 disambut gembira sejumlah tokoh politik.

Satu di antaranya Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republoik Indonesia, Fadli Zon.

Politisi Partai Gerindra itu mengucapkan selamat atas Hari Dokter Nasional.

Hal itu disampaikan oleh Fadli Zon lewat status twitternya @fadlizon; pada Sabtu (24/10/2020).

Dalam postingannya, Fadli Zon mengucapkan terima kasih kepada seluruh dokter di Indonesia atas pengabdian mereka.

Terlebih bagi para dokter yang kini menjadi garda terdepan dalam penanganan pandemi covid-19.

"Selamat Hari Dokter Nasional!," tulis Fadli Zon.

"Terima kasih kepada seluruh Dokter Indonesia yang telah menjadi garda terdepan dalam penanganan pandemi Covid-19," tambahnya.

Postingan Fadli Zon pun ditanggapi positif masyarakat.

Mereka turut menyampaikan harapan serta doa, baik kepada para dokter yang kini berjuang melawan covid-19 ataupun mereka yang telah wafat.

Ratusan Dokter Gugur Dalam Tugas

Ketua Tim Mitigasi PB Ikatan Dokter Indonesia, dr. M. Adib Khumaidi mengungkapkan ada sebanyak 139 dokter meninggal dunia karena virus corona.

“Sebagai informasi bahwa per tanggal 15 Oktober kemarin bahwa kita rilis ada 136, namun per hari ini ada tambahan tiga teman sejawat kita yang meninggal. Jadi bisa dikatakan 139 teman sejawat kita yang meninggal,” ungkap Adib dalam Silaturahmi Nasional Peringatan HUT ke-70 IDI secara daring pada Sabtu (24/10/2020).

Namun semangat sembuh terbukti mengalahkan covid-19.

Harapan itu dibuktukan Pasangan suami istri dokter, yakni dr Arief Fadhillah dan dr Fauziah.

Keduanya sempat diisolasi di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik selama 15 hari, dimulai dari 13 Agustus.

Dikutip dari Kompas.com, ditemui di rumahnya di daerah Kota Matsum, Kecamatan Medan Kota, pada akhir pekan lalu, Arief berbagi kisah. Learn more Dia mengatakan, sebelum dinyatakan positif Covid-19, tanggal 28 Juli dia merasa demam, tetapi tetap bekerja.

Dari beberapa kali rapid test, pada hasil foto toraks terdapat gambaran pneumonia bilateral.

Kemudian, pada 6 Agustus, dia tes swab yang hasilnya keluar empat hari kemudian, dia dinyatakan positif Covid-19.

Saat itu, lanjutnya, dia tidak lagi merasa demam.

Sesuai dengan anjuran dari pihak rumah sakit agar dirinya diisolasi, dia pun dijemput ambulans dari RS Malahayati ke rumahnya menuju RSUP Haji Adam Malik pada 13 Agustus, bersama dengan istrinya yang saat itu mengalami gejala batuk dan demam.

"Awalnya saya bilang, saya sudah tidak ada apa-apa. Saya sehat, tapi istri saya yang ada gejala sakit, akhirnya kami dua isolasi di rumah sakit," katanya.

Punya riwayat jantung

Arief meyakini bahwa sebelumnya dia sudah pernah terkena Covid-19 sehingga ketika hasil swab-nya keluar dan dinyatakan positif Covid-19 saat itu tidak berakibat fatal.

Padahal, dia memiliki sakit bawaan berupa jantung (sudah dipasang ring), hipertensi, dan obesitas.

"Saya kerja di rumah sakit, pakai alat pelindung diri (APD) tetap, APD-nya sederhana, tetap terpapar sedikit-sedikit sehingga kenal tubuh ini. Jadi imun bisa ngelawan saat virus masuk," katanya.

Menurut dia, virus ini tidak boleh disikapi dengan ketakutan dan rasa khawatir secara berlebihan.

Sebab, ketakutan atau kekhawatiran berlebihan bisa berakibat pada menurunnya imunitas.

Jika khawatir berlebihan pada Covid-19, harus melihat penyakit lainnya, seperti TBC, serangan jantung, rokok, seringnya minum alkohol, dan lainnya, karena angka kematian yang diakibatkan juga tidak sedikit.

Dia mengibaratkan tubuh yang terkena Covid-19 dengan sebuah kampung yang disatroni maling.

"Ibarat kampung dimasuki lima orang maling. Pada tubuh yang sehat, normal, maka datang polisi imun itu menghadapi maling-maling itu. Tapi, pada tubuh yang bermasalah, dia akan menghancurkan maling itu dengan bom atom. Berlebihan," katanya.

Padahal, sebenarnya virus ini adalah virus yang sederhana yang bisa mati jika terkena sabun, ultraviolet, serta tak mampu hidup di tempat kering dan akan mati dengan sendirinya setelah 14 hari.

Hanya saja, yang perlu ditangani adalah proses dampak 'serangan' virus, mulai dari pembekuan darah, penyumbatan darah, hingga lainnya.

"Virusnya 14 hari mati sendiri. Tapi, proses kerusakan itu, penyumbatan sana-sini itu yang berlanjut dan harus ditangani. Makanya, salah satu obatnya adalah pengencer darah," katanya.

Kuncinya 3 M

Menurut dia, untuk mencegah penyebaran Covid-19, protokol kesehatan harus dijalankan.

Setiap orang harus rajin mencuci tangan, khususnya ketika akan menyentuh bagian wajah, menjaga jarak, dan memakai masker.

"Itu saja, dan kalau demam atau batuk ya istirahat. Soalnya, waktu diisolasi dulu, yang kita makan pun hanya makanan rebusan, ikan, tahu, tempe, daging sesekali, telur selalu ada, jus, dan susu," katanya.

Sementara itu, dr Fauziah yang ditemui usai melayani seorang pasien mengatakan, awalnya dirinya tidak terlalu ngeh bahwa sakit yang dirasakannya pada awal Agustus itu mengarah pada Covid-19.

Saat itu, suaminya yang sempat demam masih tetap bekerja dan rapid test hasilnya nonreaktif.

dr. Fauziah menjelaskan, salah satu upaya agar tidak terpapar Covid-19 adalah menjalankan protokol kesehatan dan tetap merasa bahagia agar imun tetap terjaga.
dr. Fauziah menjelaskan, salah satu upaya agar tidak terpapar Covid-19 adalah menjalankan protokol kesehatan dan tetap merasa bahagia agar imun tetap terjaga. (KOMPAS.COM/DEWANTORO)

Capek dan sakit tenggorokan

"Jadi waktu itu saya betul-betul kurang fit. Capek. Pertama kali kena bapak. Selesai bapak demam. Saya belum demam, tapi sudah merasa kurang penciuman, kok enggak ada wanginya yang masak. Sempat bercanda juga sama asisten, tapi saya enggak ngeh," katanya.

Selain itu, dia juga merasakan sakit tenggorokan, batuk yang sangat mengganggu, hingga untuk berbicara pun susah.

Karena suaminya dinyatakan positif pada saat sudah tidak demam, sedangkan saat itu dirinya sedang merasakan sakit, dia pun memaklumi dirinya juga positif Covid-19.

"Berarti saya juga kena. Kemudian dilakukan perawatan. Sehari sebelum diisolasi di rumah sakit, anak-anak tak boleh keluar lagi, pintu pagar digembok. Asisten rumah tangga, saya suruh istirahat. Anak-anak juga isolasi mandiri. Pintu pagar digembok. Keperluan di luar rumah, belanja, kebetulan ada adik dari suami yang membantu," katanya.

Berusaha tetap bahagia

Dia mengatakan, selain menjalankan protokol kesehatan, ada hal lain yang menurutnya juga harus dilakukan, yakni harus selalu bahagia.

"Saya rasa sederhana. Kita jalankan protokol kesehatan. Satu hal lagi, tidak perlu takut berlebihan karena itu akan menurunkan imunitas kita. Faktor psikologis yang terganggu itu juga bisa menurunkan imunitas, dan harus berusaha untuk tetap bahagia, happy dalam menjalankan apa aja," katanya.

Dia menambahkan, setelah dinyatakan negatif Covid-19, mereka tetap menjalankan isolasi mandiri di rumah selama 14 hari.

"Setelah isolasi mandiri memang tak buka praktik. Saya tak tahu apakah warga takut atau tidak. Cuma pasien atau warga yang tahu nomor telepon saja, mereka telepon, 'Dok, apakah saya sudah boleh berobat?' Ada yang tetap datang kemari untuk berobat," katanya.

Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved