Omnibus Law
Tangan Jumhur dan Syahganda Diikat Layaknya Teroris, Fadli Zon : Kolonialis Jauh Lebih Manusiawi
Tangan Jumhur dan Syahganda Diikat Layaknya Teroris, Fadli Zon Bandingkan Tahanan Politik Era Belanda yang Diperlakukan Lebih Manusiawi
WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Jumpa pers terkait penetapan tersangka sejumlah petinggi Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) yang digelar Bareskrim Polri pada Kamis (15/10/2020) disesalkan Fadli Zon.
Politisi Partai Gerindra itu kecewa dengan perlakuan aparat Kepolisian terhadap sejumlah petingi KAMI, antara lain Ketua KAMI Medan Khairi Amri (KA) dan Anton Permana (AP).
Kemudian Novita Zahara S (NZ), Wahyu Rasasi Putri (WRP) Kingkin Anida (KA) dan Deddy Wahyudi (DW).
Mereka dipakaikan seragam tahanan berwarna orange dengan kedua tangan terikat kabel ties saat dipertontonkan kepada publik.
Hal tersebut diungkapkan Fadli Zon sangat tidak manusiawi dalam memperlakukan tahanan politik.
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra itu pun membandingkan sikap aparat dalam pemerintahan Joko Widodo dengan Pemerintahan Belanda pada era Kolonial.
Pemerintahan Belanda kala itu menurutnya lebih manusiawi dalam memperlakukan tahanan politik.
Hal tersebut dibuktikannya lewat sejumlah catatan terkait penahanan Soekarno, Bung Hatta hingga Syahrir.
Walau berstatus sebagai tahanan politik, hak kemanusiaan mereka tidak dilanggar.
Bahkan mereka diungkapkan Fadli Zon madih mendapatkan gaji bulanan.
"Dulu kolonialis Belanda jauh lebih sopan n manusiawi memperlakukan tahanan politik. Lihat Bung Karno di Ende, Bengkulu n Bangka," tulis Fadli Zon lewat akun twitternya @fadlizon pada Kamis (15/10/2020).
"Bung Hatta n Syahrir memang lebih berat di Digul. Di Bandanaitra lebih longgar. Merka masih diperlakukan manusiawi bahkan diberi gaji bulanan," tambahnya.
Tidak hanya itu, keputusan Pemerintah Jokowi yang membebaskan puluhan ribu narapidana pada awal April 2020 pun disoroti Fadli Zon.
Keputusan tersebut katanya sangat berbanding terbalik dengan sikap Pemerintah yang kini justru menangkap tokoh hingga ribuan pengunjuk rasa yang menolak Undang-undang (UU) Cipta Kerja.