Omnibus Law
IPW Nilai 12 Instruksi Kapolri Larang Aksi Buruh Sangat Berlebihan dan Tidak Promoter
Neta S Pane mengatakan, dalam mengeluarkan kebijakan soal buruh, Kapolri harusnya mau memahami persoalan buruh adalah masalah laten.
Penulis: Budi Sam Law Malau | Editor: Yaspen Martinus
WARTAKOTALIVE, SEMANGGI - Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane mengatakan, dalam mengeluarkan kebijakan soal buruh, Kapolri harusnya mau memahami persoalan buruh adalah masalah laten dan tidak pernah berhenti sejak Indonesia merdeka.
Persoalan ini dipicu akibat tidak adanya titik temu antara buruh dan pengusaha industri, sehingga nasib buruh terus terpinggirkan.
"Sebab itu IPW berharap, dalam menyikapi konflik buruh dan pengusaha ini, seharusnya Polri tetap mengedepankan asas promoternya dan menghargai hak-hak buruh yang tertuang dalam UU."
• Kapolri Keluarkan 12 Instruksi Larang Aksi Mogok Nasional, Salah Satunya Jangan Cegat Massa di Tol
"Seperti hak unjuk rasa maupun mogok kerja," kata Neta kepada Wartakotalive, Selasa (6/10/2020).
"Artinya, jika melihat Kapolri mengeluarkan surat telegram (TR) bernomor STR/645/X/PAM.3.2./2020 tertanggal 2 Oktober 2020."
"Yang memerintahkan seluruh jajarannya di 25 provinsi dan 300 kabupaten/kota, agar melarang aksi unjuk rasa, TR ini tentu sudah sangat berlebihan, tidak independen, dan tidak promoter," ujar Neta.
• Ketua DPR Taiwan Doakan Donald Trump Sembuh dari Covid-19 Agar Bisa Terus Pimpin Dunia Lawan Cina
Menurutnya, sangat dipahami pelarangan itu bertujuan untuk pencegahan penularan Covid-19 serta pertimbangan keselamatan semata.
Selain itu, surat telegram tersebut dikeluarkan untuk menjaga kondusivitas situasi keamanan dan ketertiban masyarakat di tengah pandemi Covid-19 yang masih berlangsung.
"Hanya saja, pelarangan mutlak dalam TR itu terkesan mengedepankan arogansi dan menyepelekan UU."
• UPDATE Kasus Covid-19 Indonesia 5 Oktober 2020: Pasien Positif 307.120, Sembuh 232.593, Wafat 11.253
"Sebab penyampaian aspirasi atau demonstrasi tidak dilarang, seperti tertuang dalam Undang-undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum," kata Neta.
Di sini lah, katanya, Kapolri perlu bersikap bijak, dengan cara mengingatkan para buruh, di tengah pandemi Covid-19 ini keselamatan masyarakat merupakan hukum tertinggi atau salus populi suprema lex esto, sehingga dalam melakukan aksinya para buruh perlu menahan diri.
Jika tidak, dikhawatirkan penyebaran Covid-19 rawan memunculkan klaster baru dari kegiatan yang melibatkan kerumunan massa.
• Setelah Lewati Jerman, Kasus Covid-19 Indonesia Berpotensi Salip Pakistan
Sehingga, hal ini patut menjadi pertimbangan para buruh, dan ini menjadi pertimbangan Polri juga untuk tidak memberi izin terhadap kegiatan apa pun yang menyebabkan kerumunan.
"Namun Polri juga harus mau memahami persoalan buruh."
RUU Cipta Kerja
mogok nasional
aksi mogok nasional tolak RUU Cipta Kerja
aksi mogok nasional buruh 6-8 Oktober 2020
Kapolri
Polri
Kapolri Jenderal Idham Azis
IPW
Neta S Pane
UU Cipta Kerja
Minta DPR Setop Bahas UU Cipta Kerja, Ketua Mahkamah Partai Buruh: Sebagai Anak Bangsa Saya Malu |
![]() |
---|
Permintaan Pelapor Dikabulkan, MKD Bakal Panggil Fadli Zon Soal Cuitan Invisible Hand UU Cipta Kerja |
![]() |
---|
MKD Diminta Panggil Fadli Zon untuk Jelaskan Siapa Invisible Hand di Balik UU Cipta Kerja |
![]() |
---|
Gara-gara Cuitan UU Cipta Kerja Terlau Banyak Invisible Hand, Fadli Zon Dilaporkan ke MKD |
![]() |
---|
Baleg DPR: Jangan Salah Persepsi, MK Nyatakan UU Cipta Kerja Tetap Berlaku |
![]() |
---|