Virus Corona

IPW Apresiasi Bareskrim Bentuk Timsus Bongkar Mafia Kesehatan karena Manipulasi Data Pasien Covid-19

Bareskrim Polri membentuk Tim Khusus untuk menyelidiki dugaan mafia kesehatan dalam kasus pengcovidan pasien yang sesungguhnya negatif Covid-19

Penulis: Budi Sam Law Malau |
Wartakotalive.com/Budi Sam Law Malau
Ilustrasi: Dany Susianto, pasien Covid-19 yang dirawat selama 12 hari di RS Pluit. 

WARTAKOTALIVE.COM, SEMANGGI - Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) mengapresiasi langkah cepat Bareskrim Polri yang akan membentuk Tim Khusus untuk menyelidiki dugaan mafia kesehatan dalam kasus pengcovidan pasien yang sesungguhnya negatif Covid-19 atau memanipulasi data pasien Covid-19.

"Sebab akibat ulah mafia kesehatan itu muncul tiga hal yang merugikan negara maupun masyarakat," kata Neta kepada Warta Kota, Senin (5/10/2020).

Pertama, kata Neta, validitas angka korban Covid-19 di Indonesia, terutama yang tewas menjadi tidak akurat.

"Kedua, negara dirugikan karena anggaran negara untuk korban Covid-19 dirampok oleh para mafia kesehatan," katanya.

Ketua Presidium Indonesian Police Watch (IPW) Neta S Pane.
Ketua Presidium Indonesian Police Watch (IPW) Neta S Pane. (Kompas.com)

Dan ketiga, menurut Neta, keluarga korban pengcovidan oleh mafia kesehatan menjadi dikucilkan masyarakat sekitarnya yang khawatir virus tersebut menular kepada mereka.

"Karenanya IPW berharap Bareskrim bisa bekerja cepat untuk menangkap para mafia kesehatan yang sudah merampok uang negara dalam mengcovidkan pasien itu," kata Neta.

Informasi yang diperoleh IPW, ujar Neta, biaya perawatan pasien infeksi virus corona bisa mencapai Rp 290 juta.

"Dalam Surat Menteri Keuangan Nomor S-275/MK 02/2020 tanggal 6 April 2020 memuat aturan serta besaran biaya perawatan pasien Covid-19, jika seorang pasien dirawat selama 14 hari, maka asumsinya pemerintah menanggung biaya sebesar Rp105 juta sebagai biaya paling rendah.

"Sedangkan untuk pasien komplikasi, pemerintah setidaknya harus menanggung biaya Rp231 juta per orang," paparnya.

Untuk itu kata dia, Bareskrim perlu mengusut dan mengaudit seluruh rumah sakit rujukan Covid-19 agar diketahui seberapa besar sesungguhnya korban meninggal akibat Covid-19 dan berapa besar pula korban yang dicovidkan.

"Pada 27 April 2020 misalnya, Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Sumut pernah mengumumkan, dari 61 pasien yang dimakamkan dengan prosedur Covid-19, ternyata diketahui hanya 43 diantaranya yang negatif Covid," kata Neta.

Lalu pada 14 Juli 2020, enam makam di TPU Teluk Kabung, Padang, Sumbar, yang dimakamkan dengan prosedur Covid 19 dibongkar atas permintaan keluarga karena hasil tesnya negatif Covid.

"Pada 8 Juni 2020, keluarga Ade Margani menuntut RSUD Balaraja, Banten karena yang bersangkutan dimakamkan dengan prosedur Covid-19, padahal hasil tes negatif Covid-19," kata Neta.

Berbagai kasus pengcovidan ini menurutnya jelas sangat meresahkan masyarakat.

"Gerak cepat Bareskrim Polri sangat diperlukan agar data Covid-19 benar benar valid, uang negara bisa diselamatkan, para mafia kesehatan yang merampok uang negara bisa diseret ke pengadilan Tipikor, dan keresahan masyarakat akibat ulah para mafia kesehatan yang mengcovidkan pasien ini bisa diatasi," kata Neta.(bum)

Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved