Berita Tangerang

Anak-anak Korban Gusuran Tol Kunciran-Bandara Soetta Trauma, Lita Menangis Histeris: Bekhoenya Gede

Seorang anak korban gusuran proyek pembangunan Tol Kunciran-Bandara Soekarno Hatta (Soetta), Lita menangis histeris.

Editor: PanjiBaskhara
Wartakotalive.com/Andika Panduwinata
Anak-anak RT 002 RW 001 Kampung Baru, Kecamatan Benda, Kota Tangerang yang merupakan korban gusuran proyek pembangunan Tol Kunciran-Bandara Soekarno Hatta (Soetta) tampak bermain dan sibuk mencari barang-barang yang masih bisa diselamatkan, Rabu (2/9/2020). Tak sedikit, anak-anak korban gusuran proyek pembangunan Tol Kunciran-Bandara Soetta mengalami trauma, salah satunya takut melihat alat berat atau bekhoe yang menghancurkan tempat tinggal mereka. 

Hal tersebut menurutnya lantaran eksekusi yang dilakukan oleh aparat gabungan dinilai terkesan arogan.

"Namanya anak-anak pasti trauma dengan segala bentuk intimidasi baik sebelum penertiban hingga rumah kami rata dengan tanah"

"Enggak usah jauh-jauh anak saya yang mencoba pertahankan rumahnya dengan menghalau beko diperlakukan seperti binatang, ditarik sana ditarik sini sampai baju yang dipakai robek," tutur Kiki.

Tangis Pilu Warga

Isak tangis warga Kelurahan Jurumudi Lama, Kecamatan Benda, Kota Tangerang atas eksekusi dilakukan tim juru sita Pengadilan Negeri Klas 1 A Tangerang, Selasa (1/9/2020).

Mereka tergusur proyek pembangunan Jalan Tol Kunciran - Bandara Soekarno Hatta.

"Kita juga enggak mau melawan pemerintah. Kita enggak mau melawan pemerintah," katanya salah satu warga sambil menangis dengan membopong anak kecilnya.

Para warga tersebut hanya meminta keadilan atas dampak pembangunan tol tersebut.

Saat ini para warga belum menerima ganti rugi atas pembangunan Jalan Tol Kunciran-Bandara Soetta.

"Kami minta hak kami, minta keadilan. Di mana letak sila ke lima," ucapnya.

Sementara itu, warga lainnya Edi Mulyadi mengatakan, dirinya memilih pasrah atas ekseskusi yang dilakukan Pengadilan Negeri Klas 1 A Tangerang. Sebab, apabila pihaknya melawan akan berakibat menyalahi aturan.

Meski demikian pihaknya telah melakukan berbagai upaya untuk meminta keadilan atas harga yang diberikan sebesar Rp 2,6 juta, namun tidak ada yang menanggapi.

"Kami sekarang hanya memilih pasrah saja serahkan kepada yang kuasa, karena kami telah mengadu baik dari DPRD dan pihak terkait sampai Kantor Staf Kepresidenan (KSP) tidak ada yang menanggapi. Kami hanya tinggal doa saja," ujar Edi.

Sementara, Kuasa hukum PUPR dan Legal Konsultan Jasa Marga Kunciran Cengkareng, Rishi Wahab menjelaskan pemberitahuan pengosongan sudah disampaikan sejak 27 Agustus 2020.

Namun, masih banyak warga yang menolak lantaran menurut mereka nilai ganti rugi terlalu rendah, padahal nilai tanah sudah sesuai penilaian dari kantor jasa penilai publik (KJPP).

Sumber: Warta Kota
Halaman 2 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved