Pendidikan
Ombudsman Soroti PPDB SMA/SMK di Depok Marak Siswa Titipan, Disdik Jabar Lepas Tanggungjawab
Siswa titipan dari sejumlah pihak itu, diakomodir sekolah dalam PPDB offline yang disepakati oleh seluruh kepala sekolah SMA/SMK lewat MKKS
Penulis: Budi Sam Law Malau |
WARTAKOTALIVE.COM, SEMANGGI - Kepala Perwakilan Ombudsman Jakarta Raya, Teguh P Nugroho, mengatakan dari hasil penelusuran dan pemeriksaan yang dilakukan pihaknya disimpulkan bahwa proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) SMA/SMK Negeri, Tahun Ajaran 2020/2021 di Kota Depok, cukup marak siswa titipan.
Siswa titipan dari sejumlah pihak itu, diakomodir sekolah dalam PPDB offline yang disepakati oleh seluruh kepala sekolah SMA/SMK lewat Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS).
"Sehingga disepakati untuk menambah kursi calon peserta didik sebanyak 4 orang perkelas. Sehingga jumlah siswa di setiap rombongan belajar, yang tadinya 36 siswa menjadi 40 siswa," kata Teguh, kepada Warta Kota, Jumat (7/8/2020).
Padahal kesepakatan itu kata Teguh, bukanlah dasar hukum .
"Dan tidak bisa dijadikan dasar untuk penambahan calon peserta didik di luar PPDB online," kata Teguh.
Menurut Teguh hal tersebut sebagai bentuk lepas tangan dari Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat dalam menghadapi tekanan berbagi pihak agar SMK dan SMA Negeri dapat menerima tambahan siswa.
"Sehingga meletakan keputusan tersebut ke tangan Satuan Pendidikan yakni sekolah dan bukan di Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat," kata Teguh.
Seharusnya kata Teguh Disdik Jabar di dalam juknisnya dapat menyatakan bahwa peserta didik PPDB 2020 di Jawa Barat adalah calon peserta didik yang lolos seleksi online.
"Dan setelah itu sudah titik, tanpa koma, apalagi kalimat sambung yang menyatakan bahwa penentuan akhir peserta didik yang diterima di sekolah sepenuhnya kewenangan Sekolah," papar Teguh.
Teguh menyatakan diketahuinya masih maraknya siswa titipan dalam PPDB SMA/SMK Negeri di Depok setelah pihaknya menerima sedikitnya 20 laporan masyarakat atas penyelenggaraan PPDB tingkat SMA di Kota Depok.
"Rata-rata semuanya mengadukan mengenai tidak diterimanya calon peserta sidik pada seluruh tahapan PPDB yakni zonasi, afirmasi, prestasi dan perpindahan orang tua," katanya.
Dari laporan itu katanya pihaknya meminta Cabang Dinas Wilayah II untuk mengumpulkan seluruh Kepala Sekolah SMA/SMK Negeri se-Kota Depok dan meminta keterangan mereka terkait perkembangan pelaksanaan PPDB Kota Depok.
"Karena PPDB Depok semakin ramai diperbincangkan, padahal secara peraturan dan tahapan seharusnya sudah clear sebulan yang lalu," kata Teguh.
Dari keterangan para Kepsek SMA/SMK di Depok, kata Teguh, didapat keterangan bahwa akibat tekanan sejumlah pihak para kepala sekolah melakukan 'optimalisasi' dengan menambah jumlah rombongan belajar dari 36 siswa ke 40 siswa.
"Hal tersebut dilakukan oleh Kepala Sekolah karena tidak kuat menghadapi tekanan dari sejumlah oknum kelompok masyarakat, pewarta dan pejabat pemerintahan, yang ingin menitipkan sejumlah calon peserta didik untuk masuk ke sekolahnya. Padahal secara ketentuan hal tersebut tidak dimungkinkan," ujar Teguh.
Tekanan tersebut, kata Teguh kemudian diantisipasi oleh para Kepala Sekolah dengan membuat kesepakatan antar kepala sekolah melalui Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS), untuk menambah kursi calon peserta didik sebanyak 4 orang perkelas.
"Sehingga mencapai angka optimum 40 calon peserta didik dalam satu rombongan belajar," katanya.
Teguh menjelaskan, di Jakarta semua tanggung jawab ada di Disdik, dan semua penilaian sepenuhnya oleh sistem tanpa campur tangan manusia.
"Hal tersebut mengurangi potensi terjadinya perubahan data apalagi jual beli kursi," kata Teguh.
Sesuai Pasal 27 Ayat (6) Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 44 Tahun 2019 (Permendikbud 44/2019) Tentang Penerimaan Peserta Didik Baru Pada Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, dan Sekolah Menengah Kejuruan, secara tegas dinyatakan bahwa dalam pelaksanaan PPDB, Sekolah yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah tidak boleh menambah jumlah Rombongan Belajar, jika Rombongan Belajar yang ada telah memenuhi atau melebihi ketentuan Rombongan Belajar, dalam standar nasional pendidikan dan Sekolah tidak memiliki lahan, dan/atau menambah ruang kelas baru.
"Jika melihat an sich pada peraturan tersebut, Sekolah sudah melakukan tindakan maladministrasi berupa penyimpangan prosedur, karena menyalahi tersebut.
"Tetapi jika berkaca pada pelaksanaan PPDB Tahun 2020 di Provinsi DKI Jakarta yang menambah 4 orang pada setiap kelas, maka hal tersebut menjadi pengecualian," kata Teguh.
Apa yang dilakukan Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta sebelumnya kata Teguh adalah bukan serta merta menambah jumlah rombongan belajar, tetapi juga menambah rasio pembelajaran.
"Seperti jarak diantara peserta didik yang diatur dan berkonsekuensi pada luasan ruang kelas, jumlah Guru dan Tenaga Kependidikan, dan lainnya, serta adanya izin prinsip yang diminta oleh Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan," katanya.
Semua itu kata Teguh, sudah dilakukan di DKI Jakarta, dan memang secara ketersediaan anggaran dan SDM, DKI menyanggupinya.
"Tetapi apakah Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat melakukan upaya tersebut?" tanya Teguh.
"Mengingat tindakan maladministrasi yang dilakukan oleh Kepala Sekolah dan lemahnya pengawasan dan dukungan bagi Kepsek dalam pengambilan keputusan tersebut oleh Disdik Jabar," ujarnya.
Ombudsman Jakarta Raya kata Teguh dengan tegas menyatakan proses PPDB baik secara online maupun offline di Depok telah usai.
Dan Kepala Sekolah beserta jajaran diminta untuk fokus pada persiapan tahun ajaran baru.
Ombudsman Jakarta Raya mengingatkan, penambahan siswa baru melalui jalur PPDB offline yang tidak jelas panduannya mendorong potensi terjadinya jual beli kursi.
"Jika Kepsek dan jajaran sekolahnya nakal, maka potensi gratifikasi dan jual beli kursi sangat tinggi, dan jika kepala sekolahnya jujur dan takut terhadap tekanan, dia akan cenderung meloloskan calon peserta didik yang tekanan dari luarnya paling tinggi, baik karena jabatan si pengaju, ketakutan atas tindak kekerasan dan ancaman fisik, atau dipublikasikan buruk," lanjutnya.
Untuk itu, Ombudsman Perwakilan Jakarta Raya juga mendukung upaya dugaan pengungkapan jual beli kursi dalam PPDB offline yang tengah dilakukan oleh Polresta Depok.
"Kami akan memantau prosesnya, untuk memastikan proses pemeriksaanya bisa segera menghasilkan kepastian, apakah terjadi jual beli kursi yang dilakukan oleh Pejabat Sekolah, atau transaksi itu terjadi antara orang tua calon peserta didik dengan para pihak yang menjanjikan kelulusan kepada orang tua calon peserta didik," katanya.
"Jika terbukti ada gratifikasi, maka penerima dan pemberi gratifikasi wajib di proses hukum," tegas Teguh lagi.
Namun sejauh temuan maladministrasi, Ombudsman Jakarta Raya akan segera memberikan saran perbaikan kepada Disdik Jabar agar sitem PPDB tahun depan bisa lebihn baik.
"Selain itu, kami ingin Disdik Jabar juga melakukan pengawasan yang lebih baik di setiap PPDB, adanya PPDB offline menunjukan buruknya pengawasan Inspektorat Jabar, dan andai mereka merestui PPDB offline ini, maka semua dampak akibatnya juga seharusnya dilakukan oleh Disdik Jabar, seperti bantuan pendampingan kepada para Kepsek yang mendapat tekanan dari berbagai pihak agar meloloskan calon
peserta didik titipan dan dugaan jual beli kursi” tambahnya.
Rentang tanggung jawab yang begitu besar pada satuan Pendidikan yang harus menetapkan kuota dan calon peserta didik yang diterima, kata Teguh tidak dibarengi dengan pembinaan dan pendampingan yang seharusnya dilakukan oleh Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat.
"Terbukti dengan tidak adanya bantuan hukum yang diberikan oleh Disdik Jabar ketika ada Satuan Pendidikan yang menjadi terperiksa/saksi dalam laporan ke Aparat Penegak Hukum," katanya.
Selain itu menurut Tegug, saat Kepala Sekolah dan jajarannya mendapat ancaman dan intimidasi dari pihak luar, tidak ada dukungan yang memadai dari Disdik Jabar.
“Untuk itu kami akan memberikan saran dan tindakan korektif kepada Dinas Pendidikan Provinsi Jawa
Barat dan Gubernur Jawa Barat untuk menyikapi permasalahan yang terjadi, sehingga tahun depan
permasalahan PPDB bisa berjalan sesuai koridor dan ketentuan yang sudah berlaku," kata Teguh.(bum)