Kesehatan
Hati-hati, Jangan Remehkan OCD karena Bisa Picu Bunuh Diri, Ini Cara Sequis Mengantisipasinya
Orang dengan OCD memiliki pikiran dan dorongan yang tidak dapat dikendalikan dan berulang (obsesi), serta perilaku (paksaan) kompulsig.
Penulis: Budi Sam Law Malau |
WARTAKOTALIVE.COM, SEMANGGI - Gangguan mental Obsessive Compulsive Disorder (OCD) kembali diperbincangkan setelah beberapa waktu lalu, presenter Rina Nose mengaku bahwa ia 'gila' kebersihan dan merasa cemas bila melihat jejak kotor, misalnya di toilet umum ada sobekan kertas tisu berserakan.
Berdasarkan Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder, OCD didefinisikan sebagai obsesi lewat pemikiran-pemikiran, dorongan, dan gambaran yang mengganggu, tidak diinginkan, dan terjadi secara terus menerus hingga menimbulkan kecemasan.
Orang dengan OCD memiliki pikiran dan dorongan yang tidak dapat dikendalikan dan berulang (obsesi), serta perilaku (paksaan) kompulsig.
Dokter psikiater RS Premier Bintaro DR dr Ria Maria Theresa, Sp.KJ mengatakan bahwa OCD berasal dari kata ‘Obsesif’ dan ‘Kompulsif’ yang berarti pikiran serta perilaku seseorang yang akan terjadi secara terus menerus secara berulang-ulang.
Ia mencontohkan, seorang pengidap OCD yang setelah mengunci pintu, biasanya akan mengecek berkali-kali demi memastikan bahwa pintu terkunci.
"Penderita OCD biasanya mempunyai satu tema atau pola tertentu lalu melakukan tindakan secara kompulsif. Hal ini terjadi karena pengidap OCD tidak dapat menyaring pemikirannya, misalnya pada kasus Rina, tentang kuman," kata Ria dalam keterangan pers yang diterima Warta Kota, Rabu (5/8/2020).
Pengidap katanya tidak akan bisa berhenti berpikir tentang kontaminasi kuman sampai menimbulkan keresahan dalam dirinya.
"Tentu saja adanya rasa resah dan cemas akan menyita waktu si penderita sampai berjam-jam bahkan dapat menganggu aktivitas normal mereka,” ujar Ria.
Ria juga mengatakan bahwa pengidap OCD ada yang menyadari dirinya mengidap OCD dan mengetahui penyebab obsesinya. Ia menyadari bahwa hal yang menjadi obsesi tersebut kerap tidak masuk akal.
Tetapi, ada juga yang belum menyadari, mengabaikan, atau tidak mau mengakuinya.
"Sebagian besar mengabaikan gangguan pada dirinya, karena takut diberi label gangguan mental dari lingkungan sekitarnya," kata Ria.
OCD katanya bisa disebut gangguan mental bila ada distres dan disfungsi yang menyebabkan pengidapnya merasa tersiksa, tidak nyaman, hingga menganggu fungsi dalam kehidupannya.
Gangguan mental masih sering dianggap tabu.
Bahkan dalam masyarakat dikorelasi sebagai gila.
"Sehingga banyak dari penderita yang seharusnya sudah pada tahap harus diobati malah semakin parah," kata Ria.
Gejala OCD menurutnya sering menyerang usia muda dan berpotensi memburuk seiring pertambahan usia penderitanya.
"Seperti menyebabkan depresi bahkan mendorong penderitanya bunuh diri," ujarnya.