Prakiraan Cuaca

Cuaca Rabu 5 Agustus 2020 Jakarta Cerah Berawan Siang Hari, BMKG: Hujan Petir di Jaksel dan Jaktim

Berdasarkan prakiraan cuaca di Jakarta Rabu 5 Agustus 2020 siang nanti, seluruh wilayah Jakarta diprediksi cerah berawan kecuali Jaksel dan Jaktim huj

Penulis: Andy Pribadi | Editor: Andy Pribadi
Kolase Wartakotalive.com
Ilustrasi: Cuaca Rabu 5 Agustus 2020 Jakarta Cerah Berawan Siang Hari, BMKG: Hujan Petir di Jaksel dan Jaktim 

Menurutnya, informasi yang diterima terkait peningkatan air maupun prediksi banjir hanya diterimanya melalui media sosial yang dipantau oleh struktur organisasi warga.

Oleh karenanya, tak aktifnya alat sesuai dengan fungsinya sangat disesali olehnya maupun warga lingkungannya.

 Tak Sanggup Menulis Lagi, Rano Karno Tegaskan Cinta Si Doel Berakhir

 Izinkan Suami Menikah Lagi, Ria Irawan: Kalau Cari Pengganti yang Lebih Kaya dari Gue

 Ziarah ke Makam Benyamin Sueb, Rano Karno: Babeh Kayak Orangtua Sendiri

Ia pun telah menyampaikan keluhan tersebut kepada perangkat lurah setempat untuk dapat mengebalikan fungsi dari DWS itu.

"Kemarin waktu Pak Lurah Cipulir, Sugianto kerja bakti sudah ngomong (terkait DWS tak berfungsi). Katanya mau ditindaklanjuti, tapu belum ada pengecekan sama sekali," keluhnya.

Sementara itu, Kiki selaku warga di lingkungan tersebut turut mengeluhkan hal yang sama.

 Mita The Virgin Minta Ahmad Dhani Tetap Bermusik Setelah Keluar dari Penjara, Ini Alasannya

 Kuasa Hukum Mulan Jameela Tanggapi Niat Polda Jawa Timur yang Akan Memanggil Kliennya

 TERUNGKAP Ahmad Dhani Sebut Firasat Buruk Mulan Jameela Jadi Anggota DPR RI, Ini Alasannya

Menurutnya, keberadaan alat DWS tak dapat membantu wrga yang kerap terdampak banjir. Pasalnya, alat sama sekali tidak berbunyi meski air sidah merendam kediamannya yang tepat berada di depan alat peringatan banjir itu.

"Enggak ada berbunyi. Makanya kata penduduk disini ngapain ada alat itu enggak dikasih tahu (ada banjir)," tandasnya.

TOA 4 Milliar Anies Baswedan

Untuk mengantisipasi banjir, Pemprov DKI Jakarta telah menyiapkan anggaran sebesar Rp 4 miliar guna membeli enam set pengeras suara atau toa canggih.

Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan memberi perintah kepada pihak kelurahan untuk berkeliling di kelurahannya guna memberikan peringatan dini terjadinya banjir kepada masyarakat menggunakan pengeras suara dan sirine.

Peringatan dini itu diberlakukan setelah Pemprov DKI Jakarta mengevaluasi prosedur peringatan dini yang selama ini diberlakukan.

"Salah satu hal yang akan diterapkan baru, bila ada kabar (akan banjir), maka pemberitahuannya akan langsung ke warga," kata Anies saat diwawancarai oleh Kompas.com di Balai Kota DKI Jakarta, Jalan Medan Merdeka Selatan, Rabu (8/1/2020) lalu.

"Jadi kelurahan bukan ke RW, RT, tapi langsung ke masyarakat berkeliling dengan membawa toa (pengeras suara) untuk memberitahu semuanya, termasuk sirine," ujarnya.

Anies mengatakan, saat banjir mulai terjadi pada Rabu (1/1/2020) dini hari, Pemprov DKI Jakarta sebenarnya telah memberikan peringatan dini sebelumnya.

Peringatan dini disampaikan melalui pesan berantai ke ponsel warga.

Anies menduga sejumlah warga tidak membaca pesan tersebut.

"Kemarin pada malam itu, pemberitahuan diberi tahu, tapi karena malam hari, diberitahunya lewat HP, akhirnya sebagian tidak mendapatkan informasi," ucap Anies.

Menyambut tahun baru 2020, banjir melanda sejumlah titik di Jakarta, Bekasi, Tangerang, Tangerang Selatan, Lebak, dan Bogor.

Badan Nasional Penanggulangan Bencana mencatat, sebanyak 67 orang meninggal akibat banjir tersebut.

Untuk mengantisipasi banjir, Pemprov DKI Jakarta telah menyiapkan anggaran sebesar Rp 4 miliar guna membeli enam set pengeras suara atau toa canggih.

Pengeras suara ini dikatakan canggih lantaran juga dilengkapi dengan fitur unggulan, seperti Automatic Weather Sensor (AWS) dan Automatic Water Level Recorder (AWLR).

Kepala Pusat Data dan Informasi (Kapudatin) BPBD, M. Ridwan mengatakan, pengeras suara yang dinamakan Disaster Warning System (DWS) ini tergabung dalam sistem peringatan dini atau Early Warning System (EWS) BPBD DKI.

"Alatnya memang pakai toa, tapi bukan menggunakan toa seperti yang ada di masjid," ucapnya ketikatka dihubungi Tribun Jakarta, Rabu (15/1/2020).

Alat ini akan digunkan oleh BPBD untuk memperingati warga yang berada di bantaran sungai saat tinggi muka air di pintu air mencapai siaga tiga atau masuk kategori waspada.

"Kalau tambah pakai toa kan akan menjadi lebih bagus untuk melengkapi informasi ke warga," ujarnya saat dikonfirmasi.

Nantinya, enam set pengeras suara canggih ini akan ditempatkan di lokasi-lokasi rawan banjir yang belum memiliki alat peringatan dini.

Enam Lokasi tersebut adalah

1 Tegal Alur

2 Rawajati

3 Makasar

4 Jati Padang

5 Kedoya Selatan

6 Cililitan.

Adapun enam set pengeras suara ini akan melengkapi alat serupa yang sebelumnya telah dipasang di 14 titik berbeda selama tahun 2019 lalu.

Anggaran Rp 4 miliar yang disiapkan oleh Pemprov DKI Jakarta ini sendiri telah dianggarkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2020.

 Anggaran Rp 4 miliar ini belum termasuk biaya untuk perawatan selama setahun yang menelan biaya sebanyak Rp 165 juta.

"Pengadaan 6 set anggarannya Rp 4.073.901.441 dan untuk pemeliharaan Rp 165 juta," tuturnya.

Setiap perangkat memiliki empat toa yang dipasang di satu tiang. Perangkat akan dipasang di lokasi rawan banjir.

Nantinya, informasi soal peringatan bencana banjir akan diumumkan oleh BPBD DKI melalui perangkat tersebut.

Peringatan bencana disampaikan ketika pintu-pintu air di DKI Jakarta sudah berstatus Siaga 3 atau Waspada bencana banjir.

Salah satu perangkat DWS di Cawang, Jakarta Timur, Jumat (17/1/2020). Setiap perangkat DWS memiliki empat toa yang dipasang di satu tiang.

”Memang kebutuhannya di 2020 hanya enam dan sudah meng-cover semua aliran DAS (daerah aliran sungai),” ujar Kepala Bidang Rehabilitasi dan Rekonstruksi BPBD DKI M Ridwan di Jakarta, Jumat (17/1/2020).

Dia menjelaskan, suara dari perangkat pengeras suara mampu didengar hingga radius 500 meter.

”Pengeras suara ini kami gunakan untuk melengkapi informasi peringatan yang kami kirim melalui WAG (Whatsapp Group) ke camat dan lurah,” katanya.

Bukan toa biasa

Kepala Pusat Data dan Informasi BPBD DKI Jakarta Mohammad Insaf menjelaskan, perangkat suara itu tidak seperti toa pada umumnya.

Setiap perangkat memiliki empat toa dan dilengkapi alat pemancar.

”Jadi, bukan kayak toa biasa karena dia ada transmiter (pemancar). Dan, (alat) itu tidak dihubungkan dengan kabel, cukup jarak jauh. Sensor. Itu makanya yang buat mahal, sementara orang tahunya hanya toa seperti di masjid-masjid gitu,” ujar Insaf.

Dengan adanya alat pemancar, peringatan bisa disampaikan jarak jauh atau dari kantor BPBD DKI.

Namun, dalam kondisi darurat, pengeras suara bisa dioperasikan secara manual.

Warga setempat, misalnya, bisa secara mandiri naik ke atas tiang untuk membuka kotak DWS dan menyalakan sirenenya. Pola ini bisa dilakukan jika ada masalah kelistrikan di BPBD DKI.

Insaf mengklaim, berdasarkan hasil kunjungannya ke sejumlah kawasan yang telah dipasang perangkat DWS, warga merespons positif.

Pada banjir yang terjadi di banyak wilayah di DKI Jakarta awal tahun 2020, alat itu mampu memperingatkan warga.

”Kemarin saya ke Cipinang Melayu dan Cawang, respons warga baik. Saya ingin langsung cek, apakah berfungsi atau tidak, dan masyarakat bilang, berfungsi.

Saya juga tes, langsung video call dengan yang di BPBD (DKI), mengetes ada suara sirenenya tidak, ternyata ada,” kata Insaf seperti dikutip Kompas.id.

Soroti Anggaran Toa

Sebelumnya, sejumlah pihak menyoroti anggaran miliaran rupiah untuk pengadaan perangkat toa tersebut.

Salah satunya anggota Komisi A DPRD DKI Jakarta dari Fraksi Partai Solidaritas Indonesia, William Aditya Sarana.

William menilai, sistem peringatan dini dengan toa itu mengalami kemunduran dari yang sudah pernah dimiliki Jakarta.

”Saya melihat sistem ini mirip seperti yang digunakan pada era Perang Dunia II. Seharusnya Jakarta bisa memiliki sistem peringatan yang lebih modern,” ujarnya.

Sistem peringatan yang jauh lebih maju, menurut William, pernah dimiliki oleh Jakarta.

”Pada 20 Februari 2017, Pemprov DKI meluncurkan aplikasi Pantau Banjir yang di dalamnya terdapat fitur Siaga Banjir.

Fitur itu memberikan notifikasi ketika pintu air sudah dalam kondisi berbahaya serta berpotensi mengakibatkan banjir pada suatu wilayah,” katanya.

Fitur Siaga Banjir justru tidak ada lagi pada aplikasi Pantau Banjir versi 3.2.8 hasil update 13 Januari 2020.

”Saya tidak tahu pasti kapan fitur ini dihilangkan, yang jelas pada versi terbaru saat ini sudah tidak ada lagi,” ujarnya.

Pada versi terbaru, pengguna hanya bisa melihat ketinggian air di tiap RW, kondisi pintu air, dan kondisi pompa air.

William menyarankan Pemprov DKI Jakarta kembali mengembangkan dan memanfaatkan fitur Siaga Banjir sebagai sistem peringatan dini.

”Hampir semua warga Jakarta sudah memiliki telepon seluler dan kebanyakan di antaranya adalah smartphone.

Aplikasi berbasis internet gawai seharusnya lebih efektif dan lebih murah ketimbang memasang pengeras suara yang hanya dapat menjangkau radius 500 meter di sekitarnya,” tambah William.

Untuk warga yang tidak memiliki gawai smarphone, William menyarankan Pemrov DKI memanfaatkan fitur broadcast SMS bekerja sama dengan operator seluler.

”Pemprov dapat mengirimkan SMS kepada semua pemilik ponsel terbatas di wilayah yang akan terkena banjir saja,” ujarnya.

Warga RT 008 RW 004 Kelurahan Kebon Manggis, Kecamatan Matraman, Jakarta Timur menunjukkan aplikasi Pantau Banjir dari gawai mereka, Kamis (15/11/2018).

William pun tidak sepakat dengan Gubernur Anies Baswedan yang menyebut sistem peringatan berbasis gawai tidak efektif digunakan pada malam hari.

”Peringatan tentu harus disampaikan bertahap, bukan tiba-tiba diberikan saat banjir akan melanda 5 menit kemudian,” katanya.

Pesan yang disampaikan melalui aplikasi dan SMS harus dimulai saat ada potensi hujan deras atau ketinggian air di hulu mencapai titik yang membahayakan.

”Warga mulai diberi peringatan beberapa jam sebelumnya bahwa ada pontensi banjir di wilayahnya.

Dengan itu, warga sudah bersiap-siap sejak sore jika diprediksi bakal ada banjir di dini hari,” ujar William.

Menurut dia, sistem peringatan berbasis aplikasi dan SMS sudah lama digunakan di banyak negara dan efektif memberikan peringatan pada warga yang akan terkena bencana.

”Masak kota metropolitan seperti Jakarta dengan anggaran IT mencapai triliunan rupiah masih menggunakan sistem peringatan kuno seperti itu?” ujarnya. (faf/Wartakotalive.com)

Sumber: Warta Kota
  • Ikuti kami di
    KOMENTAR

    BERITA TERKINI

    © 2023 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved