Pemerintahan Jokowi

Mardani Ali Sera: Kalau Seminggu Ini Enggak Ada Kabar Reshuffle Kabinet Berarti Omdo

Mardani Ali Sera memberikan waktu satu minggu kepada Presiden Jokowi untuk melakukan reshuffle.

Editor: Yaspen Martinus
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Anggota Kabinet Indonesia Maju diperkenalkan oleh Presiden Jokowi di tangga beranda Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (23/10/2019). Presiden Joko Widodo resmi melantik 34 Menteri, 3 Kepala Lembaga Setingkat Menteri, dan Jaksa Agung. 

WARTAKOTALIVE, JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyinggung opsi reshuffle saat marah kepada jajaran menterinya yang dinilai tidak memiliki sense of crisis, pada 18 Juni silam.

Terkait hal itu, anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mardani Ali Sera memberikan waktu satu minggu kepada Presiden Jokowi untuk melakukan reshuffle.

Apabila hal itu tak terlaksana dalam satu minggu, Mardani melabeli pernyataan Jokowi sebagai 'omdo' alias omong doang.

INI 6 Kriteria Calon Kapolri yang Cocok Gantikan Idham Azis Menurut Politikus Partai Demokrat

"Saya enggak mau suuzan (apakah reshuffle itu benar atau gimik)."

"Kalau seminggu ini enggak ada kabar (berarti) omdo," ujar Mardani dalam diskusi Polemik Trijaya 'Menanti Perombakan Kabinet', Sabtu (4/7/2020).

Mardani sendiri menyampaikan kemarahan Jokowi tersebut dapat dilihat dari berbagai sudut pandang, seperti aktor, sistem, dan kultur.

3 Juli 2020, Jawa Timur Kembali Sumbang Pasien Baru Covid-19 Terbanyak, Jakarta di Posisi Ketiga

Dari sudut pandang aktor, Mardani menilai yang membuat Jokowi marah sebenarnya adalah perbuatan dari mantan Gubernur DKI Jakarta itu sendiri.

Menurutnya, hal itu terkait dengan terlalu banyaknya kementerian/lembaga saat ini yang berjumlah 34.

Padahal, Mardani sudah pernah menyampaikan usul perampingan kementerian/lembaga.

Ketua Fraksi PKS: Kalau Marah-marah Doang Tidak Ada Tindak Lanjut Bisa Disimpulkan Hanya Gimik

"Dari sudut aktor wajar juga Pak Jokowi marah, tapi sebetulnya yang bikin Pak Jokowi marah, Pak Jokowi sendiri."

"Karena ketika pemerintahan periode kedua dibentuk, saya sudah mengusulkan agar Kementerian tidak 34, 20-25 itu udah maksimal."

"Jangankan antar-kementerian, antar Dirjen saja sinergi dan kolaborasinya kadang-kadang susah, apalagi antar kementerian," ungkapnya.

Wacana Perombakan Kabinet, PAN Tegaskan Tak Sodorkan Nama Calon Menteri kepada Jokowi

Dari sudut pandang sistem, Mardani menilai tak ada keselarasan antara pemerintah pusat dan daerah.

Baginya, saat ini kebijakan pemerintah pusat, daerah, bahkan hingga ke desa berbeda-beda.

"Sekarang ini ada men sana in corpore sano, lu ke sana gue ke sono."

Politikus PAN Bilang Jokowi Bisa Perpanjang Masa Jabatan Idham Azis Sebagai Kapolri

"Pak Jokowi ke mana, Gubernur-nya ke mana, kabupaten/kotanya ke mana, camat ke mana dan desa."

"Kasihan ini bukan NKRI ayo di-reset balik, paket undang-undang penataan otonomi daerah kita belum kelar. Dikelarin," jelasnya.

Sementara dari sudut pandang kultur, Mardani mengatakan seharusnya ada prioritas anggaran yang lebih menyasar UMKM dan masyarakat miskin.

Karyawan Starbucks Pengintip Payudara Pelanggan Lewat CCTV Kenal dan Punya Nomor Ponsel Korban

Selain itu, Ketua DPP PKS itu mendapatkan informasi Jokowi susah ditemui oleh menteri. Hal ini pun dirasa sangat menyulitkan para menteri untuk bekerja.

"Pak Jokowi juga harus mengubah juga agar menteri-menteri gampang berhubungan."

"Saya dapat informasi satu menteri bisa tiga bulan, mau ketemu Pak Jokowi juga susah."

Mahfud MD Perintahkan Jaksa Agung Tangkap Djoko Tjandra Jika Datang ke Pengadilan Saat Sidang PK

"Nyuwun sewu (mohon maaf), saya bukan PDIP, tapi Bu Risma bawa HT (handy talky) jadi semua kepala dinas on all selama 24 jam."

"Jokowi harusnya gampang dihubungi juga gitu," sarannya.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta jajaran menteri Kabinet Indonesia Maju bekerja lebih keras di masa pandemi Covid-19.

Kumpulkan THR Direksi dan Komisaris, PT Dahana Bagikan Sembako kepada Nelayan Muara Angke

Hal itu disampaikan Jokowi saat Sidang Kabinet Paripurna berlangsung secara tertutup pada 18 Juni 2020.

Berikut ini isi lengkap pidato Presiden Jokowi dalam Sidang Kabinet Paripurna yang baru dikeluarkan oleh Biro Pers, Media, dan Informasi Sekretariat Presiden pada YouTube Sekretariat Presiden, Minggu (28/6/2020).

Selamat pagi, salam sejahtera bagi kita semua.

Yang saya hormati bapak Wakil Presiden, para menko, para menteri.

Yang saya hormati seluruh ketua dan pimpinan lembaga yang hadir yang tidak bisa saya sebut satu per satu.

Bapak ibu sekalian yang saya hormati, suasana dalam tiga bulan ke belakang ini dan ke depan, mestinya yang ada adalah suasana krisis.

Kita juga mestinya semuanya yang hadir di sini sebagai pimpinan, sebagai penanggung jawab, kita yang berada di sini ini bertanggung jawab kepada 260 juta penduduk Indonesia.

Tolong digarisbawahi, dan perasaan itu tolong kita sama. Ada sense of crisis yang sama.

Hati-hati, OECD terakhir sehari dua hari lalu menyampaikan bahwa growth pertumbuhan ekonomi dunia terkontraksi 6, bisa sampai ke 7,6 persen. 6-7,6 persen minusnya.

Bank Dunia menyampaikan bisa minus 5 persen. Perasaan ini harus sama. Kita harus ngerti ini. Jangan biasa-biasa saja, jangan linear, jangan menganggap ini normal. Bahaya sekali kita.

Saya lihat masih banyak kita yang menganggap ini normal. Lah kalau saya lihat bapak ibu dan saudara-saudara masih ada yang melihat ini normal, berbahaya sekali.

Kerja masih biasa-biasa saja. Ini kerjanya memang harus ekstra luar biasa, extra ordinary.

Perasaan ini tolong sama. Kita harus sama perasaannya. Kalau ada yang berbeda satu saja, sudah berbahaya.

Jadi, tindakan-tindakan kita, keputusan-keputusan kita, kebijakan-kebijakan kita, suasananya harus suasana krisis.

Jangan kebijakan yang biasa-biasa saja menganggap ini sebuah kenormalan. Apa-apaan ini?

Mestinya, suasana itu ada semuanya. Jangan memakai hal-hal yang standar pada suasana krisis. Manajemen krisis sudah berbeda semua mestinya.

Kalau perlu kebijakan Perppu, ya Perppu saya keluarkan. Kalau perlu Perpres, Perpres saya keluarkan. Kalau sudah ada PMK, keluarkan.

Untuk menangani negara, tanggung jawab kita kepada 267 juta rakyat kita.

Saya lihat masih banyak kita ini yang seperti biasa-biasa saja. Saya jengkelnya di situ. Ini apa enggak punya perasaan? Suasana ini krisis.

Yang kedua, saya perlu ingatkan belanja-belanja di kementerian. Saya melihat laporan masih biasa-biasa saja.

Segera keluarkan belanja itu secepat-cepatnya, karena uang beredar akan semakin banyak, konsumsi masyarakat akan naik.

Jadi belanja kementerian tolong dipercepat. Sekali lagi jangan menganggap ini biasa-biasa saja. Percepat, kalau ada hambatan keluarkan peraturan menterinya agar cepat.

Kalau perlu Perpres, saya keluarkan perpresnya untuk pemulihan ekonomi nasional.

Misalnya, saya beri contoh bidang kesehatan tuh dianggarkan Rp 75 triliun, baru keluar 1,35 persen coba?

Uang beredar di masyarakat ke-rem ke situ semua. Segera itu dikeluarkan dengan penggunaan-penggunaan yang tepat sasaran sehingga men-trigger ekonomi.

Pembayaran tunjangan untuk dokter, dokter spesialis, tenaga medis segera keluarkan.

Belanja-belanja untuk peralatan segera keluarkan. Ini sudah disediakan Rp 75 triliun seperti itu.

Bansos yang ditunggu masyarakat segera keluarkan. Kalau ada masalah lakukan tindakan-tindakan lapangan. Meskipun sudah lumayan, tapi baru lumayan. Ini extra ordinary. Harusnya 100 persen.

Di bidang ekonomi juga sama. Segera stimulus ekonomi bisa masuk ke usaha kecil, usaha mikro, mereka nunggu semuanya. Jangan biarkan mereka mati dulu baru kita bantu, enggak ada artinya.

Berbahaya sekali kalau perasaan kita seperti enggak ada apa-apa. Berbahaya sekali.

Usaha mikro, usaha kecil, menengah, usaha gede, perbankan, semuanya yang berkaitan dengan ekonomi.

Manufaktur, industri, terutama yang padat karya. Beri prioritas pada mereka supaya enggak ada PHK.

Jangan sudah PHK gede-gedean, duit serupiah pun belum masuk ke stimulus ekonomi kita.

Hanya gara-gara urusan peraturan, urusan peraturan. Ini extra ordinary. Saya harus ngomong apa adanya, enggak ada progress yang signifikan. Enggak ada.

Kalau mau minta Perppu lagi, saya buatin perppu, kalau yang sudah ada belum cukup. Asal untuk rakyat, asal untuk negara, saya pertaruhkan reputasi politik saya.

Sekali lagi tolong ini betul-betul dirasakan kita semuanya, jangan sampai ada hal yang justru mengganggu.

Sekali lagi, langkah-langkah extra ordinary betul-betul harus kita lakukan. Dan saya membuka yang namanya entah langkah politik, entah langkah-langkah kepemerintahan akan saya buka.

Langkah apapun yang extra ordinary akan saya lakukan. Untuk 267 juta rakyat kita. Untuk negara.

Bisa saja membubarkan lembaga, bisa saja reshuffle. Sudah kepikiran ke mana-mana saya. Entah buat perppu yang lebih penting lagi kalau memang diperlukan.

Karena memang suasana ini harus ada, suasana ini tidak, bapak ibu tidak merasakan itu, sudah.

Artinya tindakan-tindakan yang extra ordinary keras akan saya lakukan. Saya rasa itu yang bisa saya sampaikan pada kesempatan yang baik ini.

Saya betul-betul minta pada bapak ibu dan saudara sekalian mengerti, memahami apa yang tadi saya sampaikan.

Kerja keras, dalam suasana seperti ini sangat diperlukan. Kecepatan dalam suasana seperti ini sangat diperlukan. Tindakan-tindakan di luar standar saat ini sangat diperlukan dan manajemen krisis.

Sekali lagi, kalau payung hukum masih diperlukan, saya akan siapkan. Saya rasa itu yang bisa saya sampaikan, terima kasih. (Vincentius Jyestha)

Sumber: Tribunnews
BERITATERKAIT
  • Ikuti kami di
    KOMENTAR

    BERITA TERKINI

    © 2023 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved