Berita Nasional
Kemarahan Jokowi Dinilai Bentuk Frustrasi Menghadapi Krisis Pandemi, Fadli Zon Paparkan Buktinya
Kemarahan Jokowi Dinilai Sebagai Bentuk Frustrasi Menghadapi Krisis Imbas Pandemi, Fadli Zon Paparkan Buktinya
WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Kemarahan Presiden Republik Indonesia Joko Widodo (Jokowi) dalam pembukaan sidang kabinet paripurna di Istana Negara, 18 Juni 2020 lalu dinilai Fadli Zon sebagainya bentuk rasa frustrasi menghadapi krisis imbas pandemi covid-19.
Bukan tanpa alasan, Anggota DPR RI Dapil Jawa Barat V itu membuktikan asumsinya tersebut.
"Menurut saya kemarahan dalam rapat paripurna kabinet itu merupakan ekspresi rasa frustrasi Presiden dalam menghadapi situasi krisis saat ini. Tapi kemarahan itu tidak ada gunanya buat rakyat, kecuali hanya bagi pribadi Presiden," jelasnya.
Ketika Presiden mengeluhkan tak adanya langkah ‘extraordinary’ dalam mengatasi krisis, atau menganggap anggota kabinetnya tidak memiliki ‘sense of crises’, maka persoalan itu bukan hanya ada pada satu-dua orang menteri saja, namun melekat pada seluruh pemerintahannya.
"Sebab, dengan ataupun tanpa Covid-19, sejak awal pemerintahan ini selalu menyangkal bakal datangnya krisis," jelas Fadli Zon dalam siaran tertulis pada Selasa (30/6/2020).
"Bagaimana bisa memitigasi krisis, jika posisi Pemerintah selalu menyangkal potensi dan ancaman krisis? Mari kita lihat buktinya," tambahnya.
Pertama, Jokowi menurutnya lambat merespon krisis.
Saat kasus pertama covid-19 diakui Pemerintah untuk pertama kalinya pada awal Maret lalu, Jokowi menolak menerapkan status darurat nasional.
Padahal, sejak 10 Maret 2020, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah menyurati Presiden agar menetapkan status darurat nasional.
Rekomendasi status darurat nasional itu ditegaskan Fadli Zon bukan hal yang mengada-ada, sebab WHO sendiri sudah menetapkan status darurat global untuk menghadapi Covid-19.
Begitu juga ketika Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan dan sejumlah kepala daerah lain mengutarakan inisiatif melakukan ‘lockdown’ wilayah untuk mencegah terjadinya penularan, pemerintah mementahkan usulan tersebut.
"Padahal kebijakan “lockdown” dimungkinkan oleh UU No. 6/2018 tentang Karantina Kesehatan. Bukannya mendukung, pemerintah pusat malah mengganjal usulan-usulan tersebut," papar Fadli Zon.
Bayangkan, ekspose kasus pertama terjadi awal Maret, namun kebijakan pertama mengatasi pandemi sebagaimana yang dipandu UU Karantina Kesehatan, baru diambil Pemerintah pada pertengahan April 2020.
Kebijakan tersebut berupa kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB).
Kebijakan yang menurutnya sangat terlambat dengan jeda sekira satu setengah bulan.