Kerusuhan di AS

Cerita Lengkap Menhan AS Mark Esper Tolak Perintah Trump untuk Kerahkan Militer Hadapi Demonstran

Menolak perintah Presiden Donald Trump untuk kerahkan militer hadapi demonstran, Menteri Pertahanan AS, Mark Esper malah dapat dukungan.

Brendan Smialowski/AFP via Getty Images
Menhan Mark Esper (tengah) saat mendamping Presiden Donald Trump. Ia baru saja menolak perintah sang presiden untuk kerahkan militer hadapi demonstran 

WARTAKOTALIVE.COM, WASHINGTON -- Menolak perintah Presiden Donald Trump untuk kerahkan militer hadapi demonstran, Menteri Pertahanan AS, Mark Esper malah dapat dukungan.

Seperti diketahui, Efek domino akibat tindak kriminal seorang polisi Amerika Serikat, Derek Chauvin terhadap seorang warga kulit hitam bernama George Floyd semakin meluas.

Selain demonstrasi dan ricuh dibanyak wilayah Amerika Serikat, apa yang terjadi di negeri Paman Sam itu juga membuat situasi Presiden Amerika Serikat (AS) semakin pelik.

Menteri Pertahanan AS Menentang Kebijakan Trump Kerahkan Militer Hadapi Demo Kematian George Floyd

Rusuh di AS Meluas, Presiden Trump Perintahkan Menhan Terjunkan Tentara

Pada Rabu (3/6/2020), Menteri Pertahanan AS, Mark Esper justru menentang apa yang dititahkan atasannya, Donald Trump.

Mark Esper menentang penerapan hukum yang jarang digunakan seperti mengerahkan militer untuk mengatasi protes nasional atas kebrutalan polisi terhadap warga Afrika-Amerika.

Padahal dua hari sebelumnya Presiden Amerika Serikat Donald Trump berkata bahwa dia bisa memanggil tentara untuk meredam protes massa.

"Saya tidak mendukung penerapan Undang-undang pemberontakan," ujar Esper sebagaimana dilansir AFP.

BERITA POPULER: George Floyd | Ramalan Zodiak | Senator Telanjang Dada | Soeharto Dituduh PKI

"Saya selalu percaya dan akan terus percaya bahwa Garda Nasional sudah sangat tepat dalam bekerja di ranah domestik sebagai otoritas sipil di situasi seperti ini," tambahnya.

Dia juga mengatakan, keterlibatan militer adalah pilihan paling akhir dan hanya dalam situasi sangat mendesak.

"Opsi pengaktifan tugas (militer) hanya boleh digunakan sebagai pilihan terakhir dan hanya dalam situasi yang mendesak dan mengerikan," ujarnya kepada wartawan di Pentagon.

"Kita tidak sedang berada di situasi itu saat ini."

Jelang New Normal, PMI Semprot Cairan Disinfektan di Pemukiman Warga Jembatan Besi Tambora

Diketahui pada Senin (1/6/2020) lalu, Trump memperingatkan bahwa dia bisa memobilisasi seluruh sumber daya federal yang tersedia, baik sipil dan militer untuk melawan protes massa yang terjadi di hampir penjuru AS dan menewaskan 9 orang.

Aksi protes massa yang rusuh itu buntut dari kematian George Floyd, pria Afrika-Amerika oleh polisi kulit putih Minneapolis, Derek Chauvin.

Trump mengatakan bahwa negaranya telah dicengkram oleh profesional anarkis, gerombolan perusuh, pembakar, penjarah, kriminal, Antifa dan lainnya.

Pemberangkatan Haji Batal, Anggito Abimanyu Tegaskan Dana Haji Bukan untuk Stabilitas Rupiah

Jika kota-kota di negara bagian AS itu tidak dapat lagi dikontrol, Trump mengatakan akan "menyebarkan militer AS dan dengan cepat menyelesaikan berbagai permasalahan mereka".

Ketika ditanya kapan Trump akan menerapkan Undang-undang pemberontakan 1807 dan menugaskan tentara, Pentagon mengatakan 'tidak'.

Namun itu berarti juga mengatakan bahwa mereka telah mengambil langkah awal ke arah itu, dengan membawa 1.600 polisi militer bertugas aktif ke daerah Washington, "sebagai langkah perencanaan yang bijak."

Selain itu, Esper juga membela tindakannya dan tindakan Ketua Umum Gabungan Jenderal Mark Milley di Gedung Putih, pada Senin lalu.

VIDEO: PMI Semprot Cairan Disinfektan di Wilayah Zona Merah di Tambora Jakarta Barat

Pasukan diperintahkan untuk menembakkan bom asap dan bola lada, proyektil menyakitkan yang mampu melepaskan bahan kimia, untuk memukul mundur demonstran di taman dekat Gedung Putih sehingga Trump dapat berdiri untuk foto-foto di depan gereja terdekat.

Esper dan Milley dituduh oleh mantan pejabat tinggi pertahanan dan oposisi Demokrat bahwa mereka telah ambil bagian dalam aksi politik Trump.

Tindakan yang melanggar prinsip-prinsip tradisional bahwa militer AS tetap apolitis.

Eks ketua kepala Gabungan Mike Mullen mengkhawatirkan bahwa ketika mereka (Esper dan Milley) melaksanakan perintah, anggota militer kita akan dikooptasi untuk tujuan politik tertentu.

Ada pun terkait pemukulan mundur demonstran di dekat Gedung Putih itu Esper.

Laporan Lia Ladysta Dibuka Kembali, Syahrini Kemungkinan Akan Laporkan Lagi Pihak yang Merugikannya

"Saya tidak menyadari adanya penegakan hukum di taman (dekat Gedung Putih)."

"Saya tahu kami tengah berjalan menuju gereja, namun saya tidak tahu bahwa foto op tengah berlangsung."

"Saya lakukan apa yang saya bisa untuk tetap bersikap apolitis dan terhindar dari situasi yang mungkin menjadi politis.

"Dan terkadang saya berhasil, terkadang saya gagal. Namun tujuan saya tetap menjaga departemen saya di luar politik, tutup Esper.

VIDEO: Jelang New Normal, Taman Mini Indonesia Indah Simulasi Operasional Kepada Pegawai

Mantan Kepala Pentagon Sindir Trump

Mantan Kepala Pentagon, Jim Mattis pada Rabu (3/6/2020) membela Menhan.

Ia memberi tuduhan terhadap Presiden Amerika Serikat Donald Trump dengan mengatakan bahwa Trump berusaha memecah belah Amerika.

Dia juga mengatakan kalau Trump telah gagal memberikan kepemimpinan yang dewasa ketika negara itu dilanda kerusuhan protes berhari-hari.

Mattis yang mengundurkan diri pada Desember 2018 atas perintah Trump yang menarik penuh pasukan dari Suriah ini juga menyuarakan dukungan bagi para demonstran yang melakukan protes anti-rasialisme.

"Donald Trump adalah presiden pertama dalam hidup saya yang tidak mencoba untuk menyatukan orang-orang Amerika dan bahkan tidak berpura-pura mencobanya," ungkap Mattis dalam tulisannya di situs web The Atlantic.

Peran Besar Sang Ibunda Megiringi Kisah Sukses Young Lex

"Dia malah mencoba mencerai-beraikan kita," ujar Mattis sang jenderal pensiunan marinir yang sebelumnya pernah berargumen bahwa tidak pantas baginya untuk mengkritik presiden yang masih menjabat.

"Kita menyaksikan konsekuensinya dalam tiga tahun dalam kepemimpinan (Trump) yang mumpuni," tulisnya.

Mattis juga mendeskripsikan dirinya 'marah dan takut' setelah menyaksikan peristiwa sepekan terakhir yang menunjukkan Trump mengancam akan menurunkan pasukan militer atas gelombang protes rusuh yang tak berkesudahan di berbagai kota.

Kerusuhan itu dipicu oleh pembunuhan terhadap George Floyd pada 25 Mei lalu, seorang pria kulit hitam yang mati lemas di bawah lutut seorang polisi kulit putih, yang kematiannya direkam dalam sebuah video amatir warga dan menjadi viral.

VIDEO Traffic Report: New Normal, Jalan Perimeter Bandara Soekarno-Hatta Sepi Kamis Siang

Demonstrasi sebagian besar telah damai, tetapi beberapa telah berubah menjadi kekerasan dan penjarahan saat malam tiba.

Mattis menulis bahwa seruan para pemrotes untuk keadilan yang sama adalah "permintaan yang sehat dan bersifat menyatukan, sesuatu yang kita semua harus bisa lakukan sebelumnya."

Dia juga menyalahkan keputusan menggunakan pasukan aparat dalam memukul mundur pendemo dari jarak dekat di Gedung Putih pada Senin (1/6/2020) agar Trump dapat lewat dan berpose di depan Gereja Episkopal St. John sambil memegang Alkitab.

Peristiwa foto op itu telah menjadi penangkal atas kritik yang dilangsungkan kepada penanganan Trump terhadap krisis, dengan para pemimpin agama, politisi dan masyarakat internasional yang mengekspresikan marah atas foto itu.

VIDEO Traffic Report: New Normal, Jalan Perimeter Bandara Soekarno-Hatta Sepi Kamis Siang

"Ketika saya bergabung dengan militer, kira-kira 50 tahun lalu, saya bersumpah untuk mendukung dan membela Konstitusi."

"Saya tidak pernah bermimpi bahwa pasukan yang mengambil sumpah yang sama akan diperintah dalam keadaan apa pun untuk melanggar hak-hak Konstitusi sesama warga negara mereka."

"Apalagi untuk memberikan foto aneh untuk komandan terpilih dengan kepemimpinan militer yang berdiri di sampingnya," kata Mattis.

Dididik Secara Adil, Young Lex: Mama Suruh Gua Berantem Jika Benar

Alasan Penolakan Menhan

Seperti diketahui, Menteri Pertahanan AS Mark Esper menentang penggunaan pasukan militer untuk mengatasi demo di AS seperti diinginkan Presiden Donald Trump.

Hal itu disampaikan Mark Esper dalam keterangan pers, Rabu (03/6/3030) waktu setempat.

Ia menegaskan, penggunaan pasukan militer untuk penegakan hukum dalam menahan protes jalanan saat ini tidak diperlukan.

Dilansir dari Associated Press (AP), Esper mengatakan, mengacu pada Undang-Undang Pemberontakan yang berlaku di Amerika Serikat,  memungkinkan Presiden Amerika Serikat Donald Trump untuk menggunakan militer tugas aktif untuk penegakan hukum dalam menahan protes jalanan.

Esper mengatakan, UU Pemberontakan menyatakan, penggunaan pasukan militer bisa diajukan di Amerika Serikat  “hanya dalam situasi yang paling mendesak dan mengerikan.” 

Esper menyatakan, “Kami tidak berada dalam situasi seperti itu sekarang.”

Menteri Pertahanan AS Mark Esper menentang penggunaan militer untuk mengatasi demo di AS sebagaimana diinginkan Presiden Donald Trump.
Menteri Pertahanan AS Mark Esper menentang penggunaan militer untuk mengatasi demo di AS sebagaimana diinginkan Presiden Donald Trump. (CNN)

Undang-Undang Pemberontakan telah dibahas karena Trump telah menyatakan akan menggunakan militer untuk memadamkan protes dan kekerasan di kota-kota AS seminggu terakhir.

Esper telah mengizinkan pergerakan beberapa unit Angkatan Darat yang aktif ke pangkalan-pangkalan militer di luar ibu kota negara, tetapi mereka belum dipanggil untuk bertindak.

Tepat sebelum Esper berbicara, Trump mengambil langkah penyebaran besar-besaran pasukan Garda Nasional (National Guard) dan petugas penegak hukum federal ke ibu kota negara.

Trump mengatakan, ia menawarkan model kepada negara tentang cara menghentikan kekerasan yang menyertai beberapa protes nasional.

Liga 1 2020 Kembali Dilanjutkan September, Aditya Putra Dewa Ubah Jadwal Latihan Mandiri

Argumentasi Trump

Trump berargumen bahwa unjuk kekuatan besar-besaran bertanggung jawab mengatasi protes di Washington dan kota-kota lain agar menjadi lebih tenang dalam beberapa hari terakhir.

Ia mengulangi kritiknya terhadap gubernur yang belum mengerahkan Garda Nasional mereka sepenuhnya.

“Anda harus memiliki kekuatan yang dominan,” kata Trump kepada Fox New Radio, Rabu.

“Kami membutuhkan hukum dan ketertiban.”

Ungkapan Trump itu menuai kritik pedas, bahkan oleh koleganya sendiri.

Kepala Polisi Houston Art Acevedo bahkan meminta Trump tutup mulut terkait komentarnya kepada gubernur negara bagian saat demo George Floyd.

Kegusaran Acevedo terungkap dalam wawancara dengan televisi CNN yang diunggah ke Youtube.

Pada bagian lain Esper dalam keterangannya di Pentagon sangat mengkritik tindakan polisi Minneapolis atas insiden pekan lalu yang memicu protes.

Seorang pria kulit hitam, George Floyd, meninggal setelah seorang perwira kulit putih menekan lututnya ke leher Floyd selama beberapa menit.

Esper menyebut tindakan itu “pembunuhan” dan “kejahatan mengerikan.”

ANIES Baswedan Jelaskan Alasan Perpanjang PSBB Jakarta hingga Juni 2020, Berlakukan Zona Warna Warni

Esper dikritik

Sebelumnya Esper mendapat kecaman dari para kritikus, termasuk pensiunan perwira senior militer, karena  berjalan dari Gedung Putih bersama Trump dan yang lainnya untuk berfoto di depan Gereja Episkopal St. John.

Gereja itu yang sebelumnya mengalami kerusakan akibat ulah pengunjuk rasa.

Esper mengatakan bahwa ketika dia sadar mereka menuju ke St. John’s, dia tidak tahu apa yang akan terjadi di sana.

“Saya tidak tahu operasi foto sedang terjadi,” katanya, seraya menambahkan bahwa dia juga tidak tahu bahwa polisi secara paksa telah memindahkan para pemrotes damai di Lafayette Square untuk membersihkan jalan bagi Trump dan rombongannya.

Departemen Pertahanan telah menyusun rencana darurat untuk mengerahkan militer tugas aktif jika diperlukan.

Dokumen-dokumen Pentagon yang ditinjau oleh The Associated Press menunjukkan rencana untuk prajurit dari divisi Angkatan Darat untuk melindungi Gedung Putih dan bangunan federal lainnya.

Langkah itu diambil jika situasi keamanan di ibu kota negara itu memburuk dan Garda Nasional tidak dapat mengamankan fasilitas itu.

Sebelumnya Presiden Donald Trump bahkan sudah memerintahkan Menteri Pertahanan Mark Esper untuk menyiagakan pasukan militer.

Ini Dakwaan Terhadap 3 Polisi Terlibat Kasus Pembunuhan Goerge Floyd, Selain Terdakwa Derek Chauvin

Menurut tiga sumber yang dikutip South China Morning Post, para serdadu di tangsi militer Fort Bragg (North Carolina) dan Fort Drum (New York) sudah diperintahkan bersiap dalam waktu empat jam.

Serdadu di tangsi atau pangkalan militer Fort Carson (Colorado), dan Fort Riley (Kansas) juga sudah diperintahkan bersiaga dalam waktu 24 jam.

Perintah siap siaga tersebut muncul setelah pada Kamis larut malam, Presiden Trump mengeluarkan perintah lisan kepada Menhan Esper.

Menurut sumber tersebut, Presiden Trump memerintahkan Esper untuk menerjunkan pasukan secara cepat jika kerusuhan di Minneapolis sampai tak terkontrol.

Presiden Trump akan mengunakan UU Antipemberontakan yang dibuat tahun 1807, sebagai dasar pengerahan pasukan militer dalam kasus tersebut.

Kewenangan pada UU tersebut terakhir digunakan pada 1992 sewaktu terjadi kerusuhan di Los Angeles, dalam kasus pembunuhan Rodney King.

Satuan polisi militer bahkan sudah diperintahkan untuk berangkat ke Minneapolis pada Sabtu pagi, 30 Mei 2020.

Mereka diperintahkan untuk memantau situasi, dan menyiapkan pengerahan pasukan.

Kemungkinan tentara yang akan diterjunkan sebanyak 800 personel jika sudah ada permintaan dari Gubernur Minnesota Tim Walz.

Namun, sampai hari ini Gubernur Tim Walz masih mengandalkan pada 500 tentara dari Garda Nasional untuk mengamankan situasi.

Dalam sistem Amerika Serikat, setiap negara bagian (ada 50) mempunyai Garda Nasional, selain polisi lokal untuk pengamanan setempat.

Garda Nasional dikerahkan jika gubernur menilai bahwa polisi membutuhkan bantun pengamanan.

Kesatuan militer ini hanya bisa dikerahkan di batas wilayah negara bagiannya sendiri.

Garda Nasional juga dilengkapi dengan senjata berat, tapi tidak mempunyai peralatan untuk pertempuran besar seperti pesawat tempur, kapal perang, dan sebagainya.

Sementara, kekuatan perang berada di tangan pemerintah federal (pusat) di bawah Kementerian Pertahanan, yang langsung di bawah otoritas presiden. (Tribunnewswiki.com/Ris)

 Artikel Ini telah tayang di TribunWiki dengan judul  Membangkang dari Donald Trump, Menteri Pertahanan AS Tolak Kerahkan Militer Atasi Demonstrasi

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved