Virus Corona
Akibat 'Larangan Seks' untuk Cegah Corona, Pemerintah Inggris Malah Tuai Ejekan
Pemerintahan PM Inggris Boris Johnson menghadapi ejekan yang meluas atas aturan pembatasan sosial terkait virus corona yang disebut "larangan seks".
WARTAKOTALIVE.COM, LONDON - Ranah privat yang disebut-sebut ke dalam persoalan penanggulangan wabah virus corona atau Covid-19, menjadi bahan ejekan masyarakat Inggris.
Gara-gara masalah pribadi dikaitkan dengan pandemi Covid-19, Pemerintahan Perdana Menteri Inggris Boris Johnson menghadapi ejekan yang meluas atas aturan pembatasan sosial terkait virus corona yang disebut oleh beberapa media sebagai "larangan seks".
Namun demikian, seorang menteri junior Inggris Simon Clarke pada Selasa (2/6/2020) mengatakan, peraturan itu bertujuan menjaga keselamatan warga.
Berdasarkan amandemen yang dicantumkan pada peraturan pada Senin (1/6/2020), warga di Inggris tidak dapat berpartisipasi dalam pertemuan yang berlangsung di tempat umum atau pribadi di dalam ruangan, dan terdiri dari dua orang atau lebih.
Media tabloid Inggris menyebut peraturan pembatasan sosial itu sebagai suatu "larangan seks".
• MAKIN Tak Terkendali, Kerusuhan di AS Makan Korban Tewas dan Toko-toko Mulai Dijarah Massa
• Masuk Tahun Ajaran Baru dengan Normal Baru di Tengah Pandemi Covid-19, Indonesia Dinilai Siap
• KABAR Gembira, Indonesia Siap Ikut Produksi Vaksin Covid-19 Bersama ASEAN dan China
"Peraturan ini sebenarnya tentang memastikan kita tidak membiarkan orang-orang pergi jauh dari rumah mereka pada malam hari," kata Menteri Perumahan junior Inggris Simon Clarke kepada radio LBC ketika ditanya tentang aturan yang disebut "larangan seks" itu.
Ketika ditanya apakah aturan tersebut memungkinkan pasangan untuk bersanggama di luar ruangan, Clarke tertawa kecil dan berkata:
"Saya rasa adil untuk mengatakan risiko penularan virus corona jauh lebih rendah di udara terbuka daripada di ruang internal, tetapi jelas kami tidak mendorong warga untuk melakukan hal seperti itu di luar pada saat ini atau waktu lain."
• Berikut Ini Petunjuk Jika Sedang Pulang Kampung dan Ingin Balik ke Jakarta, Begini Caranya
Di Twitter, #sexban sedang tren di Inggris.
Pembatasan wilayah di Inggris melonggar, Ratu Elizabeth berkuda
Ratu Elizabeth dari kerajaan Inggris terlihat sedang menaiki kuda poni berusia 14 tahun bernama Fell di Windsor Home Park, Minggu (31/5/2020) waktu setempat, seiring melonggarnya pembatasan wilayah di Inggris untuk menekan penyebaran virus corona.
Selama pandemi, Ratu Elizabeth tinggal di kastil Windsor, London bagian barat, bersama suaminya Pangeran Philip yang kini berusia 98 tahun.
• Pertama Kalinya Sejak PSBB, Bima Arya Salat Jumat Berjamaah di Masjid Baitur Ridwan Kota Bogor
Dari kastil Windsor, Ratu memberikan sejumlah pesan kepada penjuru negeri, termasuk pesan yang disiarkan di televisi yang jarang terjadi selama 68 ia berkuasa.
Pada April lalu, ulang tahunnya ke-94 dirayakan secara sederhana tanpa banyak perayaan publik.
Ulang tahun kerajaan dan hari peringatan secara tradisional ditandai dengan upacara pelepasan tembakan di berbagai lokasi di London, tetapi sang ratu merasa tidak pantas menjalankan tradisi ini mengingat keadaan di tengah pandemi.
Bendera biasanya dikibarkan di gedung-gedung pemerintah untuk menandai ulang tahun ratu, tetapi para pejabat telah diberitahu bahwa tahun ini tidak semua orang diharapkan untuk mengatur agar hal itu terjadi.
Elizabeth, yang lahir pada 21 April 1926, di Bruton Street, pusat kota London, tumbuh tanpa berharap menjadi ratu.
• AKHIRNYA Dirut TVRI Iman Brotoseno Akan Nonaktifkan Akun Sosmednya, Ini Alasannya
Ayahnya, George VI, mengambil mahkota ketika kakaknya Edward VIII turun tahta pada 1936 untuk menikahi janda asal Amerika, Wallis Simpson.
Elizabeth naik tahta pada 1952 pada usia 25, dan pada September 2015 melampaui nenek buyutnya Ratu Victoria sebagai ratu yang paling lama memerintah Inggris.
Vaksin Covid-19 akan diuji coba ke 10.000 orang di Inggris
Sementara itu, Oxford University dan AstraZeneca mengumpulkan kurang lebih 10.000 orang dewasa dan anak-anak di Inggris untuk uji coba vaksin Covid-19, satu hari setelah dua lembaga itu menerima bantuan dana sampai lebih dari 1,2 miliar dolar AS (Rp17,9 triliun) dari Amerika Serikat.
Sejumlah lembaga di Inggris telah menerima lembar pendaftaran dari 10.260 orang dewasa dan anak-anak untuk memeriksa seberapa baik sistem kekebalan manusia merespon vaksin yang diuji coba.
• Dulu Tenggelamkan Kapal, Kini Susi Pudjiastuti Jualan Kaos Bertuliskan Tenggelamkan
Uji coba ke manusia atau uji klinis itu juga akan mengetahui seberapa aman penggunaan vaksin, kata pihak universitas.
Para peneliti mengutamakan tenaga kesehatan dan pekerja sektor publik untuk mendaftar pada uji coba vaksin itu guna mengetahui keampuhannya. Setidaknya, mereka berisiko tertular virus corona jenis baru (SARS-CoV-2), penyebab Covid-19, saat menjalani kegiatan sehari-hari.
Uji coba tahap pertama telah dimulai sejak 23 April, melibatkan lebih dari 1.000 relawan berusia 18 tahun sampai 55 tahun.
Oxford University mengatakan, uji coba tahap II dan III akan melibatkan warga berusia 56 tahun dan mereka yang lebih tua serta anak-anak berusia 5-12 tahun.
"Kecepatan menguji coba vaksin hingga memasuki tahap akhir uji klinis merupakan terobosan penelitian dari Oxford," kata pimpinan eksekutif AstraZeneca, Mene Pangalos.
• IPW Nilai Mabes Polri Harus Segera Bebaskan Ruslan Buton dari Penjara, Berikut Ini Alasannya
AstraZeneca merupakan perusahaan multinasional bidang farmasi dan bio-farmasi yang berkedudukan di Cambridge, Inggris, serta memiliki tiga pusat riset di Cambridge; Gaithersburg, Maryland, Amerika Serikat; dan Mölndal di Swedia.
Walaupun demikian, hasil uji coba vaksin kemungkinan baru dapat dipublikasikan pada dua sampai enam bulan, kata Oxford University, Jumat.
AstraZeneca telah menjadikan Inggris dan AS sebagai mitra untuk memproduksi vaksin secara massal.
Perusahaan itu akan langsung mengirim vaksin ke dua negara itu apabila vaksin itu disebut layak pakai dan aman digunakan.
Direktur Eksekutif AstraZeneca, Pascal Soriot, bulan lalu mengatakan hasil sementara tentang kemungkinan kemanjuran vaksin kemungkinan akan keluar sekitar Juni atau Juli.
Sejumlah relawan dalam kondisi sehat akan dipilih secara acak untuk disuntik vaksin jenis
ChAdOx1, juga dikenal sebagai AZD1222, vaksin yang biasanya dipakai untuk menangkal meningitis/radang selaput otak.
Para relawan tidak diberi tahu informasi terkait pengelompokkan uji vaksin agar tidak berpengaruh terhadap tingkah laku mereka.
Para peserta uji coba kemungkinan akan mengalami efek samping ringan seperti sakit lengan dan sakit kepala setelah disuntik vaksin.
"Jika penularan tetap tinggi, kami mungkin mendapatkan data yang cukup dalam beberapa bulan guna mengetahui apakah vaksin ini bekerja, tetapi jika tingkat penularan turun, ini dapat menghabiskan waktu sampai enam bulan," kata Oxford University lewat pernyataan tertulis.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendaftarkan delapan kandidat vaksin yang saat ini masih diuji coba ke pada manusia dalam laporannya pada 15 Mei 2020.
Selain AstraZeneca, perusahaan bioteknologi dan farmasi yang turut membuat vaksin di antaranya Moderna Inc, Inovio, mitra Pfizer Inc dan BioNTech serta CanSino dan Sinovac, perusahaan asal China.
1 Dolar AS = 14.907,55 Rupiah. (Antaranews/Reuters)