Virus Corona
Eucalyptus atau Minyak Kayu Putih Mampu Membunuh Virus Corona? Ini Penjelasan Ketua Umum PDPOTJI
Prodak antivirus corona atau Covid-19 diluncurkan pihak Kementerian Pertanian (Kementan), Jumat (8/5/2020).
WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Berbasis eucalyptus, produkk antivirus corona atau Covid-19 diluncurkan pihak Kementerian Pertanian (Kementan), Jumat (8/5/2020).
Sebuah produk antivirus Covid-19 tersebut, kata Mentan Syahrul Yasin Limpo, telah dilakukan uji lab oleh peneliti pertanian.
Diketahui, penelitian uji lab antivirus corona eucalyptus tersebut dilakukan terhadap virus influenza, beta hingga gamma corona.
Diklaim, hasil uji lab eucalyptus mampu membunuh 80-100 persen virus.
• KABAR Gembira, Kombinasi Tiga Obat Antivirus Ini Kemungkinan Dapat Sembuhkan Covid-19
• Baznas Serahkan Bantuan APD dan Paket Khusus Antivirus Corona ke Dinas Pertamanan dan Hutan Kota DKI
• Penemuan Baru Semprotan Antivirus Corona Dipakai Petugas Kesehatan Sebelum Masuk Ruang Isolasi
"Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) membuat beberapa prototipe eucalyptus dengan nano teknologi dalam bentuk inhaler, roll on, salep, balsem dan defuser," ungkap Mentan dalam keterangan tertulisnya.
Produk antivirus corona ini akan terus dikembangkan dengan target utamanya orang yang terpapar Covid-19.
Kendati demikian, benarkah eucalyptus atau minyak kayu putih ini dapat membunuh virus?
Ketua Umum Perkumpulan Dokter Pengembang Obat Tradisional dan Jamu Indonesia (PDPOTJI), DR dr Inggrid Tania MSI, mengatakan eucalyptus memang memiliki sejumlah zat aktif yang bersifat anti bakteri, anti virus dan anti jamur.

Prototipe antivirus corona eucalyptus dengan nano teknologi.(DOK. Humas Kementerian Pertanian)
"Memang pernah ada penelitian eucalyptus efektif untuk membunuh virus betacorona, tetapi bukan virusnya Covid-19, SARS-CoV-2," kata dr Inggrid kepada Kompas.com, Sabtu (9/5/2020).
Dr Inggrid menjelaskan virus corona pada penyakit yang mewabah saat ini, SARS-CoV-2 memang termasuk dalam virus betacorona.
"Tetapi virus corona SARS-CoV-2 ini termasuk betacorona yang lebih baru dan khusus. Jadi penelitiannya itu bersifat invitro, (eucalyptus) membunuh virus betacorona, tetapi baru sebatas itu," jelas dr Inggrid.
Belum dapat disebut obat Covid-19

ilustrasi minyak kayu putih (eucalyptus)(shutterstock)
Selain itu, dr Inggrid juga mengungkapkan ada penelitian bioinformatika tentang zat aktif eucalyptus terhadap virus SARS-CoV-2.
Kendati demikian, penelitian ini hanya berupa molekular docking atau simulasi di komputer.
Simulasi tersebut dilakukan dengan menyamakan molekul zat aktif pada eucalyptus dengan molekul protein virus SARS-CoV-2.
"Memang kalau dari penelitian bioinformatika itu ada kecocokan dan bisa dijadikan kandidat (obat antivirus)"
"Tetapi kalau disebut sebagai obat antivirus Covid-19, belum bisa," sambung dr Inggrid.
Selama ini, lanjut dr Inggrid, eucalyptus atau minyak kayu putih tidak untuk diminum atau pemakaian dalam.
Namun, sebagian besar minyak atsiri ini pemakaiannya dioles atau dihirup.
"Mirip kalau kita flu, eucalyptus yang dibuat sebagai inhaler, harapannya zat aktif yang ada pada minyak ini dapat dihirup, masuk ke saluran pernapasan dan diharapkan dapat membunuh virus," papar dr Inggris.
Kendati demikian, dr Inggrid kembali mengingatkan eucalyptus belum bisa dianggap sebagai obat untuk virus corona yang menyebabkan Covid-19.
"Harus diujikan dulu pada virus yang spesifik, yaitu virus SARS-CoV-2. Sedangkan penelitian yang sudah ada itu di betacorona"
"Jadi semua masih berupa prediksi dan eucalyptus belum bisa disebut sebagai obat Covid-19," imbuh dr Inggrid.
Kombinasi Tiga Obat Antivirus Ini Kemungkinan Dapat Sembuhkan Covid-19
Penggunaan kombinasi tiga obat antivirus, lopinavir ritonavir, ribavirin, dan interferon beta dapat membantu meringankan gejala sakit Covid-19 pada pasien dengan keluhan ringan dan menengah, demikian hasil uji coba yang dilakukan di Hong Kong.
Hasil uji coba itu turut menunjukkan kombinasi tiga obat tersebut dapat menurunkan kadar virus SARS-CoV-2, penyebab Covid-19, dalam tubuh pasien.
Uji coba tersebut melibatkan 127 pasien. Peneliti membuat perbandingan antara pasien yang hanya mengonsumsi obat HIV, lopinovir ritonavir dengan pasien yang meminum lopinovir ritonavir, obat hepatitis ribavirin, dan obat sklerosis interferon beta sekaligus.
Hasil penelitian, sebagaimana dipublikasikan dalam jurnal kedokteran Lancet, menunjukkan rata-rata pengguna tiga obat tersebut tidak memiliki virus dalam tubuhnya lima hari lebih awal daripada mereka yang hanya mengonsumsi satu obat.
Pasien yang hanya mengonsumsi satu obat rata-rata sembuh dalam waktu tujuh sampai 12 hari.
"Percobaan kami memperlihatkan pengobatan lebih awal terhadap pasien Covid-19 dengan gejala ringan dan menengah dengan kombinasi tiga obat antivirus tersebut dapat menekan penyebaran virus dalam tubuh pasien, meringankan gejala penyakit, dan mengurangi risiko penularan terhadap tenaga medis," kata Kwok- Yung Yuen, salah satu kepala peneliti dan profesor Universitas di Hong Kong.
Ia menjelaskan risiko penularan ke tenaga kesehatan dapat dikurangi karena obat dapat meringankan dampak "pelepasan virus" (viral shedding), yaitu saat ketika virus terdeteksi dan berpotensi menular ke pihak lain.
Selama uji coba berlangsung, seluruh pasien mendapatkan perawatan standar sesuai kebutuhan, di antaranya termasuk pemakaian alat bantu pernapasan (ventilator), alat bantu cuci darah, pemberian antibiotik dan kortikostreroid atau obat anti-peradangan.
Kowk-Yung Yuen mengatakan temuan itu "membawa harapan", tetapi efek tiga obat tersebut masih perlu diuji coba ke pasien dalam jumlah lebih besar dan pasien Covid-19 dengan gejala sakit parah.
Sejumlah ahli independen setuju mengakui temuan tersebut, tetapi mereka sepakat studi dengan skala lebih besar dan lebih mendetail dibutuhkan guna memperkuat kesimpulan.
"Hasil penelitian ini... membenarkan penambahan interferon beta ke dalam daftar obat yang berbasis penelitian, dan hasil tersebut perlu kembali diuji coba lebih lanjut ke pasien yang dipilih secara acak, "kata Stephen Evans, profesor farmakoepidemiologi London School of Hygiene & Tropical Medicine.
Pengalaman bertahun-tahun mengobati HIV, virus penyebab AIDS, menunjukkan pengobatan terbaik menggunakan kombinasi beberapa obat yang berbeda.
"Strategi semacam itu dapat dipraktikkan untuk pasien Covid-19," kata dia.
Gilead tingkatkan pasokan remdesivir, obat darurat pasien Covid-19
Gilead Sciences Inc akan segera meningkatkan pasokan remdesivir, antivirus yang sudah mendapatkan izin otoritas AS untuk penggunaan darurat pengobatan pasien Covid-19.
Izin penggunaan darurat (emergency use authorization/EUA) dari Food and Drug Administration (FDA) AS akan memfasilitasi penggunaan remdesivir yang lebih luas untuk mengobati pasien yang dirawat di rumah sakit dengan penyakit Covid-19 yang parah, memungkinkan akses ke remdesivir di rumah sakit tambahan di seluruh negeri.
Alokasi pasokan remdesivir yang saat ini tersedia terbatas akan dibuat berdasarkan prinsip pedoman yang bertujuan untuk memaksimalkan akses bagi pasien yang tepat yang membutuhkan pengobatan segera, dengan arahan dari dan bekerja sama dengan pemerintah, kata Gilead Sciences dalam pernyataan resmi, dikutip Minggu.
Remdesivir diizinkan untuk pengobatan pasien yang dirawat di rumah sakit dengan penyakit Covid-19 yang parah.
Durasi pengobatan yang optimal masih dipelajari dalam uji klinis yang sedang berlangsung.
Di bawah EUA, menurut Gilead, durasi pengobatan 5 hari hingga 10 hari disarankan, berdasarkan tingkat keparahan penyakit.
Otorisasi bersifat sementara dan tidak menggantikan proses pengajuan, peninjauan, dan proses persetujuan obat baru resmi.
Pemerintah AS akan mengoordinasikan donasi dan distribusi remdesivir ke rumah sakit di kota-kota yang paling terkena dampak Covid-19.
Mengingat tingkat keparahan penyakit pasien yang sesuai untuk pengobatan remdesivir dan terbatasnya ketersediaan obat, rumah sakit dengan unit perawatan intensif dan rumah sakit lain yang dianggap paling membutuhkan akan menerima prioritas dalam distribusi remdesivir.
Gilead bekerja dengan pemerintah AS pada logistik distribusi remdesivir dan akan memberikan lebih banyak informasi ketika perusahaan mulai mengirimkan obat ini di bawah EUA.
“EUA ini membuka jalan bagi kami untuk menyediakan penggunaan darurat remdesivir untuk lebih banyak pasien dengan gejala Covid-19 yang parah,” kata Daniel O'Day, Ketua dan Kepala Eksekutif Gilead Sciences.
“Kami akan terus bekerja dengan mitra di seluruh dunia untuk meningkatkan pasokan remdesivir kami sambil memajukan uji klinis yang sedang berlangsung untuk menambah pemahaman kami tentang profil obat. Kami bekerja untuk memenuhi kebutuhan pasien, keluarga mereka dan petugas kesehatan di seluruh dunia dengan rasa urgensi dan tanggung jawab terbesar.”
EUA didasarkan pada data yang tersedia dari dua uji klinis global-Institut Nasional untuk Alergi dan Penyakit Menular AS yang dikendalikan studi Fase 3 pada pasien dengan gejala Covid-19 yang sedang hingga berat, termasuk mereka yang sakit kritis.
Penelitian fase 3 mengevaluasi durasi dosis 5 hari hingga 10 hari remdesivir pada pasien dengan penyakit parah.
Beberapa uji klinis tambahan sedang dilakukan untuk menghasilkan lebih banyak data tentang keamanan dan kemanjuran remdesivir sebagai pengobatan untuk Covid-19.
Remdesivir harus diberikan secara intravena. Dosis optimal dan durasi remdesivir untuk pengobatan Covid-19 masih belum diketahui.
Berdasarkan EUA ini, durasi dosis 10 hari disarankan untuk pasien yang membutuhkan ventilasi mekanik invasif dan/atau oksigenasi membran ekstrakorporeal (ECMO), dan durasi dosis 5 hari disarankan untuk pasien yang tidak memerlukan ventilasi mekanik invasif.
Jika pasien dengan durasi dosis 5 hari tidak menunjukkan perbaikan klinis setelah lima hari, pengobatan dapat diperpanjang hingga lima hari tambahan (total 10 hari).
Seperti yang diumumkan sebelumnya, Gilead telah menyumbangkan seluruh persediaan produk jadi dan belum selesai yang ada untuk membantu mengatasi kebutuhan medis mendesak yang ditimbulkan oleh pandemi ini di seluruh dunia.
Dengan asumsi pengobatan per pasien diberikan selama 10 hari, sumbangan Gilead sebanyak 1,5 juta dosis individu, akan diberikan tanpa biaya untuk merawat pasien setelah otorisasi darurat potensial dan persetujuan pengaturan, termasuk EUA ini.
Gilead akan terus mendukung uji klinis, dan memperluas akses dan program penggunaan remdesivir.
Selain itu, Gilead akan mengevaluasi alokasi pasokan global secara berkelanjutan menggunakan beberapa sumber data independen untuk melacak insiden dan tingkat keparahan wabah. (Kompas.com/Antaranews)
Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Eucalyptus Jadi Antivirus Corona, Benarkah Bisa Bunuh Virus Covid-19?"