Virus Corona Jabodetabek
Harap Diberlakukan Lockdown, Wali Kota Bekasi Tunggu Perintah Presiden dan Gubernur
Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi berharap wilayahnya diberlakukan lockdown atau karantina wilayah. Hal itu guna menekan angka kasus Covid-19.
Penulis: Muhammad Azzam |
Laporan Wartawan Wartakotalive.com, Muhammad Azzam
WARTAKOTALIVE.COM, BEKASI - Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi berharap wilayahnya diberlakukan lockdown atau karantina wilayah. Hal itu guna menekan angka kasus Covid-19.
Meski demikian, pihaknya tak bisa menjalankan lockdown atau karantina wilayah skala kota dikarenakan wewenang pemerintah pusat dan atas pengajuan pemerintah provinsi.
Tapi jika sudah ada perintah diberlakukan karantina wilayah skala kota, ia siap menjalankannya.
"Daerah pasti kaya Bogor, semua, pasti daerah bersyukur kalau ini (diberlakukan), tapi menurut saya ini perlu ada instansi yang lebih kuat, ya tentunya presiden memerintahkan kepada menteri kesehatan,"ujar Rahmat kepada awak media di Stadion Patriot Candrabaga, pada Kamis (2/4/2020).
Rahmat menjelaskan kebijakan karantina wilayah atau lockdown bukan kapasitasnya untuk memberlakukan.
Dirinya hanya menunggu perintah dari pemerintah pusat maupun provinsi.
Termasuk pembatasan transportasi dan penutupan akses pergerakan di Jabodetabek yang direkomendasikan oleh Kementerian Perhubungan.
"Jadi ini dalam kapasitas saya selaku kepala daerah, tentunya kalau ini atas perintah presiden maka ini yang kita tunggu," ucap dia.
"Kalau saya korelasikan dengan surat edaran ini tentunya ini harus berkoordinasi dengan instansi yang lebih tinggi.
"Kalau saya ke gubernur, gubernur nanti entah ke presiden atau mungkin juga ke kementerian kesehatan," jelas Rahmat.
Rahmat mengungkapkan meskipun pemberlakukan lockdown dapat menekan lonjakan angka kasus Covid-19, akan tetapi sangat sulit terapkan.
Hal itu disebabkan harus mempertimbangkan segala aspek, khususnya ekonomi dan konflik.
"Presiden kan juga mempertimbangkan banyak aspek. Skala kota, nih kita tutup, sekarang saja dari rumah makan PAD kita anjlok.
Per hari itu cuma dapat Rp 1 miliar yang seharusnya Rp 8 miliar. Jadi banyak hal," kata Pepen.