Info Balitbang Kemenag
Ini Hasil Survei Tingkat Karakter Peserta Didik di Jenjang Pendidikan Menengah Level Nasional
Penelitian Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama (Kemenag) RI terkait Indeks Karakter Peserta Didik (IKPD) di Jenjang Pendidikan Menengah 2019.
Penulis: Advertorial | Editor: PanjiBaskhara
Pihak Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama (Kemenag) Republik Indonesia telah melakukan sebuah penelitian.
Penelitian kali ini soal Indeks Karakter Peserta Didik (IKPD) di Jenjang Pendidikan Menengah di tahun 2019.
Latar belakang penelitian, salah satu misi pembangunan pendidikan nasional ialah meningkatkan kesiapan masukan dan kualitas proses pendidikan.
Hal itu untuk mengoptimalkan pembentukan kepribadian yang bermoral (penjelasan UU 20/2003).
• Dinas Pendidikan Jakarta Siapkan Media Pembelajaran Online Bagi Siswa Selama Sekolah Diliburkan
• Wabah Corona Bikin Disdikbud Kota Tangsel Tangguhkan Rencana Studi Wisata Pendidikan SMPN 4 Tangsel
• Peduli Pendidikan, Marinir Bantu Mengajar di Lombok
Amanat tersebut mempertegas peran pendidikan dalam mengembangkan watak dan karakter peserta didik dalam menjalankan proses pendidikan.
Pendidikan karakter telah diberikan dalam penyelenggaraan pendidikan dasar dan menengah untuk menyeimbangkan dengan proporsi pendidikan intelektual.
Usaha pemusatan pendidikan karakter di jantung pendidikan nasional semakin kuat ketika pada tahun 2010 pemerintah Indonesia melaksanakan kebijakan Gerakan Nasional Pendidikan Karakter (GNPK) berlandaskan Rencana Aksi Nasional (RAN) Pendidikan Karakter Bangsa.
Gerakan Nasional Pendidikan Karakter (GNPK) menempati kedudukan fundamental dan strategis pada saat pemerintah mencanangkan revolusi karakter bangsa sebagaimana tertuang dalam Nawacita (Nawacita 8), menggelorakan Gerakan Nasional Revolusi Mental, dan menerbitkan RPJMN 2014-2019 berlandaskan Nawacita.
Berbagai program dan kegiatan pendidikan karakter sudah dilaksanakan pada jenjang pendidikan menengah berupa; mulai dari pemaduan kegiatan kelas, luar kelas di sekolah, dan luar sekolah (masyarakat/komunitas) sampai memfungsikan Komite Sekolah dengan kebutuhan GNPK.
Pengukuran karakter peserta didik diperlukan kerangka operasional melalui perluasan pengukuran indeks karakter yang telah ada, sekaligus diharapkan mampu memberikan nilai tambah kontribusi terhadap peningkatan mutu pendidikan agama, pendidikan madrasah, dan pendidikan keagamaan di Indonesia.
TUJUAN DAN MANFAAT
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat karakter dan indeks karakter peserta didik pada jenjang pendidikan menengah secara nasional maupun level provinsi.
Manfaat yang ingin dicapai adalah terukurnya indeks karakter peserta didik yang dapat dijadikan salah satu bahan perumusan kebijakan.
Serta, memberikan sumbangan referensi ilmiah tentang studi karakter dan indeks karakter.
DIMENSI KARAKTER
Dimensi Karakter yang diukur yaitu relijiusitas, nasionalisme, kemandirian, gotong royong, dan integritas.
Relijiusitas diukur menggunakan lima aspek yaitu Doktrin/Keyakinan, Praktik Personal, Praktik Sosial/Eksternal, Kebanggan Beragama, Kemenonjolan Beragama.
Nasionalisme diukur menggunakan empat aspek yaitu, Rasa Cinta Tanah Air, Rasa Bangga terhadap Tanah Air, Kelekatan Psikologis, Komitmen terhadap Negara.
Kemandirian diukur menggunakan tiga aspek yaitu Kemandirian di Rumah, Kemandirian di Sekolah, Kemandirian dalam Pergaulan Sosial
Gotong Royong diukur menggunakan empat aspek yaitu Peduli Lingkungan, Keinginan Meraih Sukses Bersama, Interaksi Sosial Yang Saling Membutuhkan, Pemecahan Masalah Kolektif
Integritas diukur menggunakan lima aspek yaitu, Kejujuran, Amanah, Penghormatan, Tanggung Jawab, Keadilan
METODE
Populasi survei karakter peserta didik adalah seluruh siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Madrasah Aliyah (MA) kelas 11 di seluruh Indonesia tahun 2019.
Jumlah sampel siswa sebanyak 11530 yang tersebar di seluruh Indonesia.
Dengan penerapan equal size sample, maka jumlah sampel sekolah sebanyak 1153, dimana setiap sekolah masing-masing 10 siswa.
Dari 1153 sampel sekolah, sebanyak 890 SMA dan 263 MA.
Indeks Karakter merupakan indeks komposit, yang merupakan gabungan dari beberapa nilai indeks.
Dimensi penyusun indeks karakter, yakni Dimensi Relijiusitas, Dimensi Nasionalisme, Dimensi Kemandirian, Dimensi Gotong Royong, Dimensi Integritas.
Dari hasil penghitungan indeks per variabel diperoleh nilai indeks antara 1 sampai dengan 100, dengan mutu pelayanan berdasarkan 4 kelas interval yaitu :
1 - 25 : Indeks Karakter sangat rendah
25–50 : Indeks Karakter rendah
51–75 : Indeks Karakter tinggi
76–100 : Indeks Karakter sangat tinggi
HASIL
1. Sampel siswa yang berhasil terjaring berjumlah 11.287 siswa yang tersebar pada 1.151 sekolah pada 34 provinsi di Indonesia.
Sebaran jumlah sekolah menurut jenis adalah 888 atau 77,2% Sekolah Menengah Atas (SMA) dan 263 atau 22,8 % Madrasah Aliyah (MA).
2. Dari jumlah 11.287 siswa, 4893 (43,4 %) laki-laki dan 6394 (56,6 %) perempuan.
Dilihat dari agama, sebanyak 9302 (82,4%) Islam, 1231 (10,9 %) Kristen, 509 (4,5 %) Katolik, 173 (1,5 %) Hindu, 66 (0,6 %) Budha, 2 Konghucu, dan 4 lainnya.
3. Indeks Karakter Peserta Didik (IKPD) pada Jenjang Pendidikan Menengah tahun 2019 sebesar 70,70.
Nilai ini merupakan angka komposit 58 indikator dan 22 aspek/komponen yang dikelompokkan ke dalam dimensi relijiusitas, nasionalisme, kemandirian, gotong royong, dan integritas dari 34 provinsi di Indonesia.
Bila dilihat dari skor keseluruhan ini maka IKPD di Indonesia berkategori ”tinggi”, meski belum berkategori ”sangat tinggi”.
Namun, perlu dicatat skor keseluruhan ini disumbang oleh skor 5 dimensi karakter yaitu, relijiusitas (71,82), nasionalisme (72,65), kemandirian (69,48), gotong royong (67,26) dan integritas (70,14).
Dimensi nasionalisme menempati urutan pertama dan gotong royong menempati urutan terakhir.
4. Terdapat 14 provinsi yang memiliki indeks karakter peserta didik di atas indeks karakter nasional (70,70), dan sebanyak 20 provinsi yang memiliki indeks karakter di bawah indeks karakter nasional.
Meski semua provinsi memiliki IKPD dengan kategori ”tinggi”, Provinsi DIY menempati urutan pertama dengan indeks sebesar 72,55, dan provinsi Papua Barat menempati urutan terakhir dengan indeks sebesar 67,19.
5. Terdapat 13 provinsi yang memiliki indeks dimensi relijiusitas di atas indeks dimensi relijiusitas nasional (71,82), dan sebanyak 21 provinsi yang memiliki indeks dimensi relijiusitas peserta didik di bawah indeks dimensi relijiusitas nasional.
Indeks dimensi relijiusitas menempati urutan pertama di provinsi NAD sebesar 73,99 (kategori tinggi), dan menempati urutan terakhir adalah provinsi Papua Barat sebesar 68,04 (kategori tinggi).
6. Terdapat 13 provinsi yang memiliki indeks dimensi nasionalisme di atas indeks dimensi nasionalisme nasional (72,65), dan sebanyak 21 provinsi yang memiliki indeks dimensi nasionalisme peserta didik di bawah indeks dimensi nasionalisme nasional.
Indeks dimensi nasionalisme menurut provinsi, menempatkan provinsi DIY sebagai urutan pertama, dan Provinsi Papua Barat menempati urutan terakhir.
7. Terdapat 11 provinsi yang memiliki indeks dimensi kemandirian di atas indeks dimensi kemandirian nasional (69,48), dan sebanyak 23 provinsi yang memiliki indeks dimensi kemandirian peserta didik di bawah indeks dimensi kemandirian nasional.
Indeks dimensi kemandirian menurut provinsi, urutan pertama ditempati provinsi Sulawesi Tenggara dan provinsi Kepulauan Riau menempati urutan terakhir.
8. Terdapat 17 provinsi yang memiliki indeks dimensi gotong royong di atas indeks dimensi gotong royong nasional (67,26), dan sebanyak 17 provinsi yang memiliki indeks dimensi gotong royong peserta didik di bawah indeks dimensi gotong royong nasional.
Indeks dimensi gotong royong menurut provinsi, maka provinsi DI Yogyakarta menempati urutan pertama, dan provinsi Kepulauan Riau menempati urutan terakhir.
9. Terdapat 15 provinsi yang memiliki indeks dimensi integritas di atas indeks dimensi integritas nasional (70,14), dan sebanyak 19 provinsi yang memiliki indeks dimensi integritas peserta didik di bawah indeks dimensi integritas nasional.
Indeks dimensi integritas menurut provinsi, maka provinsi Riau menempati urutan pertama, dan provinsi Kalimantan Utara menempati urutan terakhir.
10. Indeks karakter menurut kategori pendidikan jenjang SMA sebesar 70,56, dan MA sebesar 71,17.
Indeks dimensi relijiusitas siswa SMA sebesar 71,77, Indeks dimensi nasionalisme sebesar 72,63, indeks dimensi kemandirian sebasar 69,10, indeks dimensi gotong royong sebesar 66,99, dan indeks dimensi integritas sebesar 69,96.
Sedangkan indeks dimensi relijiusitas siswa MA sebesar 71,98, indeks dimensi nasionalisme sebesar 72,71, indeks dimensi kemandirian sebasar 70,73, indeks dimensi gotong royong sebesar 68,13, dan indeks dimensi integritas sebesar 70,72.
11. Indeks karakter menurut agama, Islam (70,80), Kristen (70,59), Katolik (69,39), Hindu (71,46), Budha (67,31), dan lainnya (69,82).
REKOMENDASI
1. Skala prioritas yang perlu diperbaiki adalah dimensi gotong royong, kemudian disusul dengan dimensi kemandirian.
Selain itu perlu peningkatan dimensi integritas, relijiusitas, dan nasionalisme.
Indeks dimensi gotong royong peserta didik menempati urutan terakhir dari indeks lainnya.
Beberapa hal terkait indeks dimensi gotong royong yang masih perlu ditingkatkan, yaitu:
Peduli lingkungan, keinginan meraih sukses bersama, interaksi sosial yang saling membutuhkan (interdepedensi), dan pemecahan masalah kolektif.
2. Dalam hal kepedulian lingkungan, perlu ada peningkatan prilaku siswa seperti menjenguk teman yang terkena musibah, membuang sampah pada tempatnya, dan memberikan bantuan bagi korban bencana alam.
Pada aspek keinginan meraih sukses bersama, siswa didorong untuk ikuti kegiatan seperti belajar kelompok untuk peroleh prestasi yang lebih baik dan keterlibatan dalam kepengurusan organisasi di sekolah.
3. Dalam aspek interaksi sosial yang saling membutuhkan (interdepedensi), sikap siswa dibiasakan berani menyampaikan pendapat yang berbeda dan menerima kritik orang lain tanpa membencinya.
Untuk aspek pemecahan masalah kolektif, siswa dibiasakan bersama teman-temannya untuk mencari solusi atas masalah yang dihadapi dan menyelesaikan tugas sekolah.
4. Untuk meningkatkan karakter peserta didik (baik dimensi prioritas maupun bukan prioritas) diperlukan sinergitas antara trilogi pusat pendidikan, yaitu:
Pendidikan keluarga, pendidikan masyarakat, dan pendidikan sekolah.
Ketiga pusat pendidikan tersebut harus sejalan, seirama, senafas, dan sewarna dengan bingkai pembiasaan dan keteladanan.
5. Pengembangan karakter peserta didik di SMA dan MA dilakukan oleh pihak sekolah, khususnya oleh kepala sekolah, secara terus menerus dan berkesinambungan, dengan mengeluarkan berbagai kebijakan sekolah dan madrasah yang dapat menumbuhkembangkan karakter peserta didik.
Sekolah dan madrasah perlu peningkatan guru-guru yang bersentuhan langsung dengan pembentukan karakter peserta didik, khususnya lagi guru agama, yang memberikan ketauladanan bagi peserta didik.
6. Peningkatan karakter peserta didik juga harus melibatkan ketauladanan orang tua di rumah.
Orang tua harus berkomunikasi dengan guru untuk memantau kegiatan peserta didik dalam kegiatan sehari-hari.
Karena orang tua memiliki peran penting dalam peningkatan karakter peserta didik di sekolah atau madrasah.
Selain itu, pihak sekolah membuat poster-poster terkait dimensi-dimensi karakter dan pihak guru bisa menjadi tauladan dan menjelaskan maksud dari poster-poster tersebut.
7. Karakter peserta didik akan dihadapkan kepada media sosial yang merupakan salah satu ciri dari generasi milenial.
Karena itu, selain pelibatan trilogi pusat pendidikan, strategi peningkatan karakter peserta didik perlu melibatkan para stakeholder media sosial.