Info Balitbang Kemenag
Ini Hasil Survei Tingkat Karakter Peserta Didik di Jenjang Pendidikan Menengah Level Nasional
Penelitian Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama (Kemenag) RI terkait Indeks Karakter Peserta Didik (IKPD) di Jenjang Pendidikan Menengah 2019.
Penulis: Advertorial | Editor: PanjiBaskhara
Meski semua provinsi memiliki IKPD dengan kategori ”tinggi”, Provinsi DIY menempati urutan pertama dengan indeks sebesar 72,55, dan provinsi Papua Barat menempati urutan terakhir dengan indeks sebesar 67,19.
5. Terdapat 13 provinsi yang memiliki indeks dimensi relijiusitas di atas indeks dimensi relijiusitas nasional (71,82), dan sebanyak 21 provinsi yang memiliki indeks dimensi relijiusitas peserta didik di bawah indeks dimensi relijiusitas nasional.
Indeks dimensi relijiusitas menempati urutan pertama di provinsi NAD sebesar 73,99 (kategori tinggi), dan menempati urutan terakhir adalah provinsi Papua Barat sebesar 68,04 (kategori tinggi).
6. Terdapat 13 provinsi yang memiliki indeks dimensi nasionalisme di atas indeks dimensi nasionalisme nasional (72,65), dan sebanyak 21 provinsi yang memiliki indeks dimensi nasionalisme peserta didik di bawah indeks dimensi nasionalisme nasional.
Indeks dimensi nasionalisme menurut provinsi, menempatkan provinsi DIY sebagai urutan pertama, dan Provinsi Papua Barat menempati urutan terakhir.
7. Terdapat 11 provinsi yang memiliki indeks dimensi kemandirian di atas indeks dimensi kemandirian nasional (69,48), dan sebanyak 23 provinsi yang memiliki indeks dimensi kemandirian peserta didik di bawah indeks dimensi kemandirian nasional.
Indeks dimensi kemandirian menurut provinsi, urutan pertama ditempati provinsi Sulawesi Tenggara dan provinsi Kepulauan Riau menempati urutan terakhir.
8. Terdapat 17 provinsi yang memiliki indeks dimensi gotong royong di atas indeks dimensi gotong royong nasional (67,26), dan sebanyak 17 provinsi yang memiliki indeks dimensi gotong royong peserta didik di bawah indeks dimensi gotong royong nasional.
Indeks dimensi gotong royong menurut provinsi, maka provinsi DI Yogyakarta menempati urutan pertama, dan provinsi Kepulauan Riau menempati urutan terakhir.
9. Terdapat 15 provinsi yang memiliki indeks dimensi integritas di atas indeks dimensi integritas nasional (70,14), dan sebanyak 19 provinsi yang memiliki indeks dimensi integritas peserta didik di bawah indeks dimensi integritas nasional.
Indeks dimensi integritas menurut provinsi, maka provinsi Riau menempati urutan pertama, dan provinsi Kalimantan Utara menempati urutan terakhir.
10. Indeks karakter menurut kategori pendidikan jenjang SMA sebesar 70,56, dan MA sebesar 71,17.
Indeks dimensi relijiusitas siswa SMA sebesar 71,77, Indeks dimensi nasionalisme sebesar 72,63, indeks dimensi kemandirian sebasar 69,10, indeks dimensi gotong royong sebesar 66,99, dan indeks dimensi integritas sebesar 69,96.
Sedangkan indeks dimensi relijiusitas siswa MA sebesar 71,98, indeks dimensi nasionalisme sebesar 72,71, indeks dimensi kemandirian sebasar 70,73, indeks dimensi gotong royong sebesar 68,13, dan indeks dimensi integritas sebesar 70,72.
11. Indeks karakter menurut agama, Islam (70,80), Kristen (70,59), Katolik (69,39), Hindu (71,46), Budha (67,31), dan lainnya (69,82).
REKOMENDASI
1. Skala prioritas yang perlu diperbaiki adalah dimensi gotong royong, kemudian disusul dengan dimensi kemandirian.
Selain itu perlu peningkatan dimensi integritas, relijiusitas, dan nasionalisme.
Indeks dimensi gotong royong peserta didik menempati urutan terakhir dari indeks lainnya.
Beberapa hal terkait indeks dimensi gotong royong yang masih perlu ditingkatkan, yaitu:
Peduli lingkungan, keinginan meraih sukses bersama, interaksi sosial yang saling membutuhkan (interdepedensi), dan pemecahan masalah kolektif.
2. Dalam hal kepedulian lingkungan, perlu ada peningkatan prilaku siswa seperti menjenguk teman yang terkena musibah, membuang sampah pada tempatnya, dan memberikan bantuan bagi korban bencana alam.
Pada aspek keinginan meraih sukses bersama, siswa didorong untuk ikuti kegiatan seperti belajar kelompok untuk peroleh prestasi yang lebih baik dan keterlibatan dalam kepengurusan organisasi di sekolah.
3. Dalam aspek interaksi sosial yang saling membutuhkan (interdepedensi), sikap siswa dibiasakan berani menyampaikan pendapat yang berbeda dan menerima kritik orang lain tanpa membencinya.
Untuk aspek pemecahan masalah kolektif, siswa dibiasakan bersama teman-temannya untuk mencari solusi atas masalah yang dihadapi dan menyelesaikan tugas sekolah.
4. Untuk meningkatkan karakter peserta didik (baik dimensi prioritas maupun bukan prioritas) diperlukan sinergitas antara trilogi pusat pendidikan, yaitu:
Pendidikan keluarga, pendidikan masyarakat, dan pendidikan sekolah.
Ketiga pusat pendidikan tersebut harus sejalan, seirama, senafas, dan sewarna dengan bingkai pembiasaan dan keteladanan.
5. Pengembangan karakter peserta didik di SMA dan MA dilakukan oleh pihak sekolah, khususnya oleh kepala sekolah, secara terus menerus dan berkesinambungan, dengan mengeluarkan berbagai kebijakan sekolah dan madrasah yang dapat menumbuhkembangkan karakter peserta didik.
Sekolah dan madrasah perlu peningkatan guru-guru yang bersentuhan langsung dengan pembentukan karakter peserta didik, khususnya lagi guru agama, yang memberikan ketauladanan bagi peserta didik.
6. Peningkatan karakter peserta didik juga harus melibatkan ketauladanan orang tua di rumah.
Orang tua harus berkomunikasi dengan guru untuk memantau kegiatan peserta didik dalam kegiatan sehari-hari.
Karena orang tua memiliki peran penting dalam peningkatan karakter peserta didik di sekolah atau madrasah.
Selain itu, pihak sekolah membuat poster-poster terkait dimensi-dimensi karakter dan pihak guru bisa menjadi tauladan dan menjelaskan maksud dari poster-poster tersebut.
7. Karakter peserta didik akan dihadapkan kepada media sosial yang merupakan salah satu ciri dari generasi milenial.
Karena itu, selain pelibatan trilogi pusat pendidikan, strategi peningkatan karakter peserta didik perlu melibatkan para stakeholder media sosial.