Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman Minta Pemerintah Kaji Ulang PP 109/2012

Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman Serikat Pekerja Seluruh Indonesia minta pemerintah kaji revisi PP Nomor 109 tahun 2012

Editor: Dwi Rizki
istimewa
Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP RTMM-SPSI) menggelar pertemuan antara perwakilan Kementerian Keuangan dengan asosiasi yang ada di dalam Industri Hasil Tembakau (IHT) di Jakarta pada Senin (16/3/2020). 

Kenaikan tarif cukai dan harga jual eceran (HJE) ibarat sebuah agenda tahunan yang dialami Industri Hasil Tembakau (IHT).

Kebijakan Pemerintah terkait tarif dan HJE selama 10 tahun terakhir telah berimbas pada pengurangan produksi, khususnya di industri sigaret kretek tangan (SKT) dan selanjutnya berdampak pada efisiensi tenaga kerja.

Data FSP RTMM-SPSI menunjukkan selama kurun waktu tersebut ada sebanyak 63.000 karyawan atau pekerja rokok terpaksa kehilangan pekerjaan.

Di sisi lain jumlah industri berkurang drastis dari sebelumnya sebanyak 4.700 perusahaan menjadi sekitar 700 tahun 2019 dan yang aktif pesan pita cukai sekitar 360 perusahaan.

Kondisi yang sama terus menjadi momok dan ancaman kelangsungan kerja bagi yang sekarang masih bekerja.

Terkait hal terebut, Pimpinan Pusat Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP RTMM-SPSI), Sudarto menggelar pertemuan antara perwakilan Kementerian Keuangan dengan asosiasi yang ada di dalam IHT.

Asosiasi tersebut di antaranya Gabungan Perusahaan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI), Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (GAPRINDO) dan Gabungan Pengusaha Makanan Minuman Seluruh Indonesia  (GAPMMI).

Dalam kesempatan tersebut, FSP RTMM-SPSI mengulas isu yang tengah dihadapi saat ini.

Isu tersebut di antaranya kenaikan Harga Jual Eceran (HJE) dan rencana revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109 tahun 2012 hingga rencana yang digulirkan Pemerintah terkait ekstensifikasi cukai.

Penyesuaian tarif dan HJE berdasarkan target penerimaan dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) atau APBN Perubahan diungkapkan Sudarto menyulitkan kalangan industri.

Khususnya dalam merencanakan produksi dan penetapan harga jual produk.

Oleh karena itu, FSP RTMM-SPSI katanya setiap tahun selalu mendorong agar kenaikan tarif dan HJE berlaku moderat, berdasarkan nilai inflasi dan pertumbuhan ekonomi.

"Sehingga tidak semata-mata berorientasi pada penerimaan APBN/ APBN Perubahan, mempertimbangkan secara komprehensif dampak yang akan timbul akibat kebijakan tersebut, khususnya para pekerja," jelas Sudarto dalam siaran tertulis pada Senin (16/3/2020).

Secara khusus lanjutnya, FSP RTMM-SPSI memberi perhatian pada sektor SKT.

Halaman
123
Sumber: Warta Kota
  • Berita Populer
    Ikuti kami di
    KOMENTAR

    BERITA TERKINI

    © 2023 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved