Supersemar

Misteri Surat Perintah Tiga Belas Maret (Supertasemar), Disebut Menjadi Revisi Supersemar

Dari sisi sejarah, Supersemar adalah surat yang mengawali peralihan kepemimpinan nasional dari pemerintahan Orde Lama ke Orde Baru

Penulis: Feryanto Hadi | Editor: Feryanto Hadi
National Geographic
Super Semar yang misterius. 

Meski sudah 54 tahun berlalu, kisah tentang Supersemar masih menuai kontroversi.

Surat perintah bertanggal 11 Maret yang mengantarkan Soeharto ke puncak kekuasaan di Indonesia itu menyimpan segudang misteri yang belum terpecahkan.

Dari sisi sejarah, Supersemar adalah surat yang mengawali peralihan kepemimpinan nasional dari pemerintahan Orde Lama ke Orde Baru.

Ini merupakan "surat sakti" yang menentukan kelahiran dan keabsahan pemerintahan Soeharto, sekaligus "penyingkiran" Soekarno

Namun, pengungkapan misteri seputar Supersemar bisa dibilang menemui jalan buntu karena surat aslinya tidak diketahui keberadaannya.

Ia hilang secara misterius. Bersama dengan raibnya surat maha penting itu, berbagai spekulasi pun muncul.

Orang bertanya tentang siapa yang menyimpan surat itu, siapa sebenarnya yang membuatnya, seperti apa isinya, hingga apa tujuan dibuat dan bagaimana perintah itu kemudian dilaksanakan.

Dalam artikel berjudul "Arsip Supersemar 1966" yang diterbitkan Kompas 10 Maret 2015, ditulis:

Surat Perintah Sebelas Maret alias Supersemar adalah surat perintah yang ditandatangani Presiden Soekarno pada 11 Maret 1966. Isinya berupa instruksi Presiden Soekarno kepada Letjen Soeharto, selaku Menteri Panglima Angkatan Darat, untuk mengambil segala tindakan yang dianggap perlu untuk mengawal jalannya pemerintahan pada saat itu.

Namun hingga saat ini setidaknya ada tiga versi naskah Supersemar yang beredar di masyarakat. Pertanyaannya: Mengapa ada tiga? Mana yang asli? Apakah ada bagian yang ditutupi?

Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) saat ini menyimpan tiga berkas Supersemar. Namun, ketiganya memiliki versi masing-masing.

Pertama, Supersemar yang diterima dari Sekretariat Negara, dengan ciri: jumlah halaman dua lembar, berkop Burung Garuda, diketik rapi, dan di bawahnya tertera tanda tangan beserta nama "Sukarno".

Kedua, Supersemar yang diterima dari Pusat Penerangan TNI AD dengan ciri: jumlah halaman satu lembar, berkop Burung Garuda, ketikan tidak serapi versi pertama. Penulisan ejaan sudah menggunakan kaidah bahasa Indonesia yang berlaku pada saat itu.

Jika pada versi pertama di bawah tanda tangan tertulis nama "Sukarno", pada versi kedua tertulis nama "Soekarno".

Halaman
1234
Sumber: Warta Kota
  • Ikuti kami di
    KOMENTAR

    BERITA TERKINI

    © 2023 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved