Ekspedisi Citorek Negeri di Atas Awan
Memprihatinkan, Beginilah Penampakan Rumah Tokoh Besar Multatuli di Rangkasbitung
Letak bangunan rumah bersejarah itu ada di area tengah, antara gedung utama rumah sakit dan kamar jenazah.
Penulis: Feryanto Hadi | Editor: Achmad Subechi
Bahkan, kata Ubaidillah, hasil kajian telah terdokumentasi dalam sebuah buku berjudul Studi Kelayakan Pelestarian Bekas Rumah Multatuli.
"Hasil kajian itu termasuk mencakup aspek pemugaran, tema kawasan termasuk landskap dan akses. Hasil rekomendasi salah satunya untuk menata area parkir di sisi selatan untuk menonjolkan citra dan otentisitas bangunan," ungkap Ubaidillah.
Kelak, kata Ubai, bangunan yang sudah dipugar, selain kelestariannya terjaga, dapat dimanfaatkan untuk berbagai hal sebagai bagian dari pendayagunaan cagar budaya.
Baik itu untuk kepentingan agama, sosial, pendidikan, Iptek, kebudayaan dan khususnya pariwisata.
"Mudah-mudahan tahun depan sudah bisa diperbaiki, sebagai paket kunjungan dengan Museum Multatuli. Terkait peruntukannya untuk apa, kita juga sudah berikan opsi-opsinya," harapnya.
***
UBAIDILLAH Muchtar selaku Kepala UPT Museum Multatuli menerangkan, tujuan dibangunnya museum tersebut yakni sebagai apresiasi terhadap Multatuli yang telah melahirkan karya besar Max Havelaar yang membawa nama Lebak ke pentas dunia.
Meski demikian, Museum Multatuli bukan semata tentang kisah pribadi Eduard Douwes Dekker.
Namun, point penting yang dapat dipetik yakni soal nilai-nilai antikolonialisme yang ia sampaikan dalam Max Havelaar.
"Selanjutnya kami ingin nilai-nilai yang diangkat oleh Multatuli bisa dibagikan kepada generasi muda. Baik nilai kemanusiaan atau humanisme, anti korupsi dan anti kolonialisme, isu kesetaraan dan sebagainya," terang Ubaidillah.
Selain itu, keberadaan museum juga sebagai upaya untuk meluruskan kesalahan informasi yang sudah terlanjur tersebar luas.
Sejak beberapa dekade lalu, beredar informasi yang salah kaprah.
Entah siapa yang memulainya, banyak informasi yang menyebutkan bahwa sosok Multatuli adalah nama lain Ernest Douwes Dekker, seorang tokoh pergerakan kemerdekaan Indonesia (Tiga Serangkai) yang memiliki nama lain Danudirja Setiabudi.
Padahal, antara Eduard Douwes Dekker dan Ernest Douwes Dekker adalah dua sosok berbeda.