Siapapun yang Berani Menggagalkan Pelantikan Presiden, Panglima TNI: Akan Berhadapan dengan TNI
Menurut Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto, TNI komitmen mengamankan pelantikan presiden terpilih, pada 20 Oktober 2019 mendatang.
Menurut Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto, TNI komitmen mengamankan pelantikan presiden terpilih, pada 20 Oktober 2019 mendatang.
Bahkan, Hadi Tjahjanto beri ancaman terhadap siapapun orang yang berani gagalkan pelantikan presiden nanti.
Menurutnya, siapapun sosok yang berani gagalkan pelantikan presiden, akan berhadapan langsung dengan TNI.
Hal itu disampaikannya usai meresmikan pembentukan Kogabwilhan (Komando Gabungan Wilayah Pertahanan) di Skadron 17 Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Jumat (27/9/2019) pagi.
• DUA Mahasiswa UHO Meninggal, Jokowi Perintahkan Kapolri Investigasi dan Periksa Semua Anak Buahnya
• PT Indofood Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan dari SMA Sampai S1, Penempatan Seluruh Indonesia
• Hadir di Tanah Air, Ini Spesifikasi Lengkap Huawei Nova 5T dengan 5 Kamera plus Harganya
Bahkan Panglima TNI tak segan menyatakan siapapun yang berniat menggagalkan pelantikan presiden akan berhadapan dengan TNI.
“Siapapun yang melakukan tindakan anarkis, inkonstitusional, dan tidak baik, termasuk berupaya menggagalkan pelantikan presiden dan wakil presiden hasil Pemilu akan berhadapan dengan TNI,” ungkap Panglima TNI secara lantang.
Pernyataan itu disampaikan Panglima TNI bersama satuan-satuan di tiga matra TNI.
Sebelumnya Menko Polhukam Wiranto mengatakan aksi unjuk rasa mahasiswa dan pelajar di Gedung DPR RI yang dimulai secara elegan serta damai berangsur diambil alih sekelompok orang yang bertujuan menciptakan kerusuhan.
Wiranto menegaskan, aksi unjuk rasa akan diubah jadi gelombang baru dengan tujuan duduki Gedung DPR RI sampai gagalkan pelantikan anggota DPR RI periode 2019-2024 yang berlangsung 1 Oktober 2019 mendatang.
Bahkan menurut Wiranto gelombang baru ini akan dimanfaatkan sekelompok orang yang tidak bertanggung jawab untuk menggagalkan pelantikan presiden dan wakil presiden terpilih pada 20 Oktober 2019 mendatang.
“Kami mengapresiasi gerakan mahasiswa yang bernuansa mengkoreksi rancangan undang-undang oleh pemerintah dan DPR RI"
"Tapi sayang gerakan mahasiswa yang elegan itu pada malam hari diambil alih oleh perusuh dengan melawan petugas.”
“Dan sudah cukup bukti bahwa gerakan yang ambil alih demonstrasi mahasiswa itu bertujuan untuk menduduki Gedung DPR RI hingga mengganggu kerja anggota dewan termasuk gagalkan pelantikan anggota DPR baru"
"Lebih lanjut tujuannya adalah menggagalkan pelantikan presiden,” ungkap Wiranto dalam konferensi pers di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Kamis (26/9/2019).
Jangan Terhasut
Menko Polhukam Wiranto mengatakan gerakan unjuk rasa mahasiswa dan pelajar dalam dua hari terakhir ini dimanfaatkan suatu oknum untuk menyerang secara membabi buta aparat yang menjaga Kompleks Parlemen.
Menurut Wiranto, setelah berhasil menghasut pelajar untuk menyerang aparat di sekitar Gedung DPR kemarin, penunggang gelap itu akan mencoba menghasut kelompok masyarakat lainnya.
“Seperti kita ketahui demo mahasiswa yang tadinya elegan kemudian diambil alih oleh perusuh untuk serang aparat"
"Setelah berhasil menghasut pelajar kemarin, kita harus waspada gelombang gerakan seperti itu akan melibatkan kelompok Islam garis keras dan juga suporter sepak bola.”
“Kemudian buruh, tukang ojek, dan paramedis juga jangan mau dihasut untuk dilibatkan dalam gerakan itu."
"Sekarang paramedis sudah menjadi sasaran penyesatan-penyesatan,” ungkap Wiranto dalam konferensi pers di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Kamis (26/9/2019).
Mantan Panglima TNI itu menjelaskan bahwa kini tenaga medis mulai disesatkan dengan informasi bahwa dalam salah rancangan undang-undang ada poin yang menyebut jika paramedis salah mengambil keputusan dalam melakukan pertolongan kepada pasien akan didenda Rp 1 juta.
Wiranto menegaskan bahwa informasi itu menyesatkan dan tak ada sama sekali.
“Tenaga medis kita sudah diberikan informasi yang menyesatkan seperti itu, padahal sama sekali tidak ada"
"Jadi kita ingatkan bahwa paramedis jangan sampai mengikuto provokasi seperti itu,” pungkasnya.
Menurut Wiranto oknum yang tak bertanggung jawab akan berusaha hasut masyarakat untuk terus lakukan aksi unjuk rasa yang rusuh.
Hingga mengganggu pelantikan anggota DPR RI baru dan presiden serta wakil presiden terpilih pada Oktober 2019 mendatang.
Ia menjelaskan bahwa perusuh diinstruksikan untuk memancing aparat agar bertindak makin keras hingga menimbulkan korban.
Jika sudah timbul korban maka akan muncul gerakan lebih besar untuk menyalahkan aparat dan menciptakan ketidakpercayaan pada pemerintahan yang sah.
Dalam acara yang sama Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengatakan kerusuhan dua hari belakangan memiliki pola sama dengan kerusuhan pada 21-23 Mei 2019 lalu yang menuntut hasil Pemilu 2019.
“Peristiwa kemarin mirip dengan kejadian 21-23 Mei 2019, pagi sampai sore tenang"
"kemudian ada massa yang menyerang aparat dari sore hingga malam. Sama-sama sudah ada yang atur,” jelas Kapolri.
Gelombang Baru
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto bahas soal demonstrasi yang terjadi di sekitaran DPR RI.
Tak cuma itu, Wiranto juga blak-blakan menyebut ada gerakan gelombang baru dibalik demonstrasi tersebut.
Hal itu disampaikan Wiranto saat jumpa pers di Kemenko Polhukam, Jakarta, pada Kamis (26/9/2019).
Mulanya Wiranto mengatakan saat menangani kericuhan yang terjadi setelah demonstrasi, aparat keamanan tak lagi berhadapan dengan para massa aksi.
Wiranto menilai kericuhan yang terjadi di malam hari adalah ulah perusuh.
"Aparat tak lagi menghadapi demonstrasi, tapi menghadapi perusuh," ucap Wiranto, dikutip TribunJakarta.com dari Kompas TV.
Wiranto menjelaskan para perusuh tersebut memiliki tujuan akhir untuk mengagalkan pelantikan anggota DPR RI dan presiden Jokowi di Oktober mendatang.
Ia kemudian mengaku mendapatkan informasi soal adanya gerakan gelombang baru.
Wiranto menungkapkan tujuannya memberikan pernyataan tersebut, agar masyarakat Indonesia menjadi lebih waspada.
"Dari informasi yang kita terima nantinya akan ada satu gerakan gelombang baru," ucap Wiranto.
"Ini supaya kita waspada, untuk gerakan gelombang baru," tambahnya.
Wiranto mengatakan gerakan gelombang baru melibatkan beberapa kelompok, salah satunya adalah pelajar.
Ia menilai gerakan gelombang baru itu telah berhasil menghasut para pelajar untuk melawan aparat.
Diwartakan sebelumnya sejumlah pelajar menyerang polisi di kawasan DPR RI, pada Rabu (25/9/2019).
"Yang akan melibatkan beberapa kelompok masyarakat, pelajar, tadi sudah kemarin," ujar Wiranto.
"Mereka sudah menghasut adek-adek pelajar, untuk berhadapan dengan aparat kemanan," tambahnya.
Wiranto mengatakan gerakan gelombang baru tersebut menginginkan timbulnya korban dari perseteruan pelajar dengan aparat polisi.
Timbulnya korban, akan memancing amarah dan menimbulkan kekacauan yang lebih besar.
Hal tersebut nantinya dikhawatirkan melahirkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintah.
"Dengan harapan muncul korban, nanti akan mempermasalahkan aparat keamanan," kata Wiranto.
"Korban menjadi martir, martir kemudian menciptakan gerakan yang lebih besar lagi,"
"Dan kekacauan akan membangun ketidakpercayaan terhadap pemerintah yang sah," tambahnya.
Wiranto menilai gerakan gelombang baru juga akan melibatkan Islam radikal.
Tak cuma Islam radikal, Wiranto beranggapan gerakan tersebut juga akan mengikut sertakan suporter bola, buruh, tukang ojek, hingga para tenaga medis.
"Gerakan gelombang baru ini akan mengerahkan Islam radikal," kata Wiranto.
"Kelompol Islam garis keras,"
"Juga akan melimbatkan para suporter, kemudian temen-temen buruh, juga tukang ojek, dan para medis," tambahnya.
Wiranto mengatakan hal tersebut terbukti dari para tenaga medis yang mendapatkan infomasi tak tepat soal RUU KUHP.
Ia menjelaskan di kalangan tenaga medis beredar pesan yang mengatakan di dalam RUU KUHP, dokter atau perawat yang memberikan pengobatan tak sesuai akan didenda Rp1 juta.
Wiranto menegaskan hal itu tak tertulis di undang-undang.
"Bahkan para medis sudah diberikan informasi sesat," ucap Wiranto.
"Tidak ada di UU," tegasnya.
Artikel ini telah tayang di Tribunnews berjudul "Panglima TNI: Siapapun yang Ingin Gagalkan Pelantikan Presiden akan Berhadapan dengan TNI" dan di Tribunjakarta.com "Bahas Demonstrasi, Wiranto Blak-blakan Sebut Ada Gerakan Gelombang Baru: Libatkan Beberapa Kelompok"