Kabut Asap

LENGKAP Penjelasan Dokter soal Bayi 4 Bulan Diduga Meninggal karena Asap Karhutla

Benarkah bayi berumur empat bulan bernama Elsa Pitaloka meninggal dunia karena pembakaran hutan dan lahan (karhutla)?

KOMPAS.COM/AJI YK PUTRA
Ngadirun (34) ayah dari Elsa Pitaloka bayi berumur 4 bulan yang meninggal akibat terkena radang paru-paru. 

Benarkah  bayi berumur empat bulan bernama Elsa Pitaloka meninggal dunia karena pembakaran hutan dan lahan (karhutla)?

Direktur Rumah Sakit Islam (RSI) Ar-Rasyid Palembang Toni Siguntang mengatakan, hasil diagnosis penyebab Elsa meninggal karena mengalami radang paru-paru serta radang selaput otak.

“Kecurigaan kita meninggalnya pasien itu akibat peradangan selaput otak. Apakah penyebabnya karena kabut asap, kita tidak tahu,” kata Toni, Selasa (17/9/2019).

Diuraikan Toni, anak dari pasangan Ngadirun (34) dan Ita Septiana (27) merupakan warga Desa Talang Bulung, Kecamatan Talang Kelapa, Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan.

Dia pertama kali datang ke RSI Ar-Rasyid Palembang pada Minggu (15/9/2019) sekitar pukul 11.50WIB.

Bayi itu langsung masuk ke ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD).

Ketika itu, kondisi kesadaran Elsa terus menurun. Bayi itu pun diketahui mengalami demam dan batuk pilek sejak sepekan sebelumnya.

"Saat dilakukan pemeriksaan fisik dan penunjang di IGD, terdapat napas cuping hidung dan terdengar suara bronchi di daerah paru-parunya.

Itu menunjukkan adanya infeksi saluran pernapasan bawah. Dari laboratorium menunjukkan tanda-tanda infeksi. Leukosit (sel darah putih)-nya tinggi,” jelas Toni.

Tim dokter sempat melakukan tindakan awal dengan memberikan oksigen serta antibiotik serta melaporkan kondisi Elsa ke dokter spesialis anak.

Elsa sempat disarankan oleh dokter anak untuk segera dirujuk ke RSUP dr Mohammad Hoesin (RSMH) Palembang.

Namun, sistem informasi rujukan terintegrasi (sisrute) online menujukkan kondisi ruang pediatric intensive care unit (PICU) penuh sehingga harus menunggu.

Elsa pun dirawat di bangsal anak sembari menunggu rujukan.

Kemudian pada pukul 17.45, saat dokter spesialis anak memeriksa Elsa, kondisi kesadarannya terus menurun.

Dokter akhirnya meningkatkan dosis oksigen, antibiotik, serta pemberian steroid sembari persiapan merujuk ke RSMH.

Akan tetapi sekitar pukul 18.40, denyut jantung bayi Elsa tidak terdengar dan dilakukan resusitasi jantung paru (RJP) oleh dokter jaga.

“RJP yang diberikan tidak direspons pasien hingga akhirnya dinyatakan meninggal dunia oleh dokter jaga, disaksikan oleh perawat ruang rawat inap,” ujar jelasnya.

Sementara itu, Dokter Spesialis Anak RSI Ar-Rasyid Azwar Aruf mengungkapkan, mereka tidak bisa menyimpulkan penyakit mana yang lebih dominan antara radang selaput otak dan radang paru-paru yang menyebabkan Elsa meninggal.

Menurutnya, proses infeksi kedua penyakit tersebut, bisa saling menyebabkan dan memperberat sehingga memberikan dampak komplikasi serta menyebabkan bayi Elsa meninggal.

“Faktor pemicu pneumonia banyak, bisa ketularan batuk pilek dari lingkungan, orang terdekat atau paling umum penyebabnya dari bakteri saluran pernapasan.

Kabut asap saya tidak mendapatkan informasi mengenai faktor lingkungannya," ujarnya.

Cuma dilihat dari sudah demam satu minggu, batuk pilek, kemudian pemeriksaan fisiknya ada radang paru-paru.

Hasil laboratorium leukosit meningkat ini cenderungnya ke arah infeksi bakteri,” jelas Azwar.

Akan tetapi, Azwar memastikan infeksi di paru-paru maupun selaput otak tersebut menyebar karena faktor eksternal dan bukan karena penyakit bawaan lahir.

“Kabut asap bisa jadi faktor resiko, tapi bukan penyebab utama. Kabut asap bisa memperparah infeksi, tapi tidak bisa kita pastikan.

Kalau infeksinya sudah terlanjur berat juga tanpa kabut asap bisa memburuk. Faktor cuaca kering, dan banyak lainnya. Istilah ISPA itu kurang spesifik,” jelas Azwar.

Gubernur Sumatera Selatan, H Herman Deru
Gubernur Sumatera Selatan, H Herman Deru (ist)

GUBERNUR SARANKAN AUTOPSI

Gubernur Sumatera Selatan Herman Deru angkat bicara soal meninggalnya Elsa Pitaloka, bayi usia 4 bulan asal Dusun III Desa Talang Bulu, Kecamatan Talang Kelapa, Kabupaten Banyuasin.

Bayi tersebut diduga meninggal akibat terkena infeksi saluran pernapasan akut ( ISPA).

Menurut Herman, meninggalnya Elsa tak bisa dikaitkan langsung dengan kejadian kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Sumatera Selatan.

Herman menilai, belum tentu karhutla menjadi penyebab bayi itu menderita ISPA.

"Meninggal, wafat, dengan wabah mengakibatkan orang meninggal kita pisahkan dulu. Jadi kalau wabah itu dalam jumlah yang cukup banyak.

Saya baca (berita) dokter spesialisnya masih bilang begini, mungkin itu ada penyakit parunya atau apa. Kecuali hasil aotopsi, tapi saya dengar tidak autopsi," kata Herman, saat berada di Griya Agung Palembang, Senin (16/9/2019).

Herman mengatakan, butuh upaya yang lebih pasti untuk mengidentifikasi meninggalnya Elsa akibat ISPA.

Salah satunya adalah dengan melakukan autopsi.

"Kita minta untuk rekan-rekan, tidak langsung mengindentikkan ini karena ISPA. Karena yang berhak itu dokter yang menangani, mungkin yang lebih jelas untuk konkret ya autopsi," ujar Herman.

Sementara itu, sebanyak 2.188 balita di Sumsel dilaporkan menderita ISPA sepanjang Agustus hingga September 2019.

Terkait hal tersebut, Herman akan lebih dulu meminta kepastian langsung kepada kepala Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan.

Namun, menurut Herman, sampai saat ini Sumsel belum masuk kategori bahaya, sehingga tidak diperlukannya safe house atau rumah singgah.

Herman mengatakan, safe house baru diperlukan apabila kondisi udara sudah dalam kategori berbahaya.

"BMKG kan ada tingkatan (kualitas udara), sehat, sedang, tidak sehat dan berbahaya. Kalau safe house jika sudah berbahaya," ujar Herman.

Diberitakan sebelumnya, Dinas Kesehatan Kabupaten Banyuasin, memastikan bahwa meninggalnya Elsa Pitaloka akibat terkena ISPA.

Kepala Dinas Kesehatan Masagus Hakim mengatakan, berdasarkan keterangan dari pihak rumah sakit yang menangani Elsa, anak dari pasangan Ngadirun (34) dan Ita Septiana (27) sempat mengalami gangguan pernapasan.

"Pihak rumah sakit belum mengeluarkan diagnosanya seperti apa. Tapi kita sudah ada perkiraan dari hasil petugas yang menangani, bahwa bayi itu terkena gangguan pernapasan akibat ISPA," kata Masagus saat dikonfirmasi, Senin.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Bayi Meninggal Diduga Terkena ISPA, Gubernur Sumsel Sarankan Autopsi", dan "Ini Penjelasan Lengkap Dokter soal Bayi 4 Bulan Diduga Meninggal karena Asap Karhutla".

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved