Polisi Cianjur
Kisah Polisi Cianjur: Hari-hari Terakhir Ipda Erwin dan Istri, Anak yang Ikhlas, dan Cerita Asgar
Kisah Polisi Cianjur: Hari-hari Terakhir Ipda Erwin dan Istri, Anak yang Ikhlas, dan Cerita Asgar
Wartakotalive.com - Kepergian Ipda Erwin Yuda Wildani menjadi duka keluarga, orangtua, juga keluarga besar Polri.
Istri Ipda Erwin, Sukarni (46) mengatakan kepergian suaminya sungguh membuat mereka kehilangan. ajan sosok ayah yang baik dan suami yang penuh perhatian.
Bahkan dalam keadaan sakit, perhatian Ipda Erwin tak pernah berkurang. Termasuk pada hari-hari terakhir polisi Cianjur tersebut saat dirawat di RS Pertamina, Jakarta.
Momen itu, menurut Sukarni, akan terus ia ingat seumur hidupnya.
Kepada jurnalis Tribun Jabar, Ferri Amiril Mukninin, Sukarni menceritakan semuanya. Berikut petikan wawancaranya.

Tribun: Bagaimana kondisi Ipda Erwin selama di rumah sakit?
Sukarni: Kondisinya hari Sabtu lalu sebenarnya sudah baikan. Malah sudah dilepas selangnya. Makannya juga sudah baik.
Tapi pada Minggu pagi, dia pakai selang lagi. Allah mungkin berencana lain. Senin dinihari, dokter mengatakan Bapak sudah meninggal.
Ini rencana Allah. Saya percaya semua pihak sudah melakukan yang terbaik, termasuk dari kepolisian.
Tribun: Apa pesan terakhir almarhum kepada ibu yang ibu ingat saat berkomunikasi di rumah sakit?
Sukarni: Dia hanya menitipkan anak-anak. Katanya, titip anak-anak, jagain.
Tribun: Bagaimana Bapak selama di rumah sakit?
Sukarni: Dia itu selalu perhatian meski sedang sakit. Di rumah sakit, malah dia yang selalu menyuruh saya beristirahat. Katanya, jangan terus berdiri di kaca dan melihatnya.
Saya dilarang berdiri terus. Dia selalu bilang, Mamah tidur aja, nanti cape. Di rumah sakit, saya lihat dia dari balik kaca terus.
Sebelum meninggal, dia juga masih sempat bertanya mengenai ayam peliharaannya. Katanya, siapa yang ngasih makan? Apakah sudah dikasih makan atau belum?
Tribun: Bapak suka pelihara ayam?
Sukarni: Iya. Bapak banyak pelihara burung dan ayam. Beberapa hari sebelum kejadian, burung jalak suren mati. Semua sempat sedih juga saat itu.
Tribun: Pada hari Bapak bertugas mengamankan unjuk rasa di depan kantor Pemkab Cianjur, Kamis, 15 Agustus lalu, adakah yang berbeda dari Bapak?
Sukarni: Iya, saya masih ingat sekali. Hari itu, suami saya waktu mau berangkat seperti malas sekali. Mau berangkat dari rumah, balik lagi, duduk lagi, ngobrol lagi, seperti sudah ada firasat.
Tribun: Apa yang Ibu katakan saat itu?
Sukarni: Saya bilang, Papah sudah siang, nanti ketinggalan apel. Suami saya itu disiplinnya tinggi, makanya saya ingatkan.
Tribun: Hari itu, ibu mendapat informasi pertama dari siapa tentang musibah yang menimpa Bapak?
Sukarni: Pertama kali, pas kejadian, informasi pertama dari Kapolsek. Saya hanya diberitahu, Bapak di rumah sakit. Begitu saja. Katanya, cepat ke sini ke rumah sakit. Itu info awal yang saya terima. Begitu menerima informasi itu, saya pun bergegas ke rumah sakit lalu memberitahu anak-anak.
Tribun: Tadi ada percakapan dengan penjabat Bupati Cianjur. Katanya, anak ibu akan dipekerjakan di Pemkab?
Sukarni: Iya, anak pertama saya katanya akan dipekerjakan di pemda. Alhamdulillah. Saya nanti berkomunikasi lagi dengan anak saya.
Tribun: Sebenarnya, apa cita-cita anak Ibu?
Sukarni: Anak saya sebenarnya kepingin jadi polisi. Empat kali daftar, enggak keterima terus. Lanjut kuliah di Unsur, pending lagi. Nanti akan diterusin.

ANAK IPDA ERWIN: Kami semua sudah ikhlas. Kami sudah ikhlas
Mata Erik Yudha Saputra (24) masih terlihat sembab, saat ditemui di Taman Makam Pahlawan Cikaret, Kabupaten Cianjur, usai pemakaman ayahnya, Ipda Erwin Yuda Wildani, Senin (26/8/2019).
Meski sudah merelakan kepergian ayahnya Ipda Erwin, Erik Yudha Saputra mengaku sangat terpukul.
"Kami semua sudah ikhlas. Kami sudah ikhlas," Erik Yudha Saputra dengan suara bergetar.
Diketahui, Ipda Erwin adalah satu dari empat polisi Cianjur yang terbakar saat bertugas mengamankan unjuk rasa yang dilakukan sejumlah mahasiswa di depan kantor Pemkab Cianjur, dua pekan lalu.
Keempatnya terkena sambaran api saat berusaha memadamkan kobaran api dari ban bekas yang sengaja dibakar oleh para pengunjuk rasa.
Api menyambar keempatnya setelah seorang pengunjuk melemparkan kantong bensin ke arah mereka.
Dari keempat korban, luka Erwin yang paling parah. Ipda Erwin akhirnya meninggal, dini hari kemarin, setelah 11 hari dirawat di RS Pertamina Jakarta.
Erik mengaku masih belum bisa mengerti alasan pengunjuk rasa melemparkan kantong bensin itu ke arah ayahnya. Selain tak berperikemanusiaan, tindakan itu sangat bodoh.
"Saya sempat dendam, bahkan sempat kepikiran untuk membalas," ujarnya.
Namun, kata Erik, dendam dan kemarahan itu sudah tak ada lagi.
"Sekarang saya sudah ikhlas. Saya memilih untuk mendoakan ayah agar diterima di sisi-Nya dan diampuni segala dosanya," kata Erik, yang selalu menemani ayahnya selama sebelas hari dirawat di RS Pertamina Jakarta.

KELUARGA MENANTI ITIKAD BAIK TERSANGKA
Paman Erwin, Letkol Eri Winardi, mengatakan pihak keluarga masih menanti itikad baik dari keluarga para tersangka untuk bersilaturahmi.
Ia mengatakan, keluarga Ipda Erwin terbuka dan sudah menyerahkan sepenuhnya urusan hukum kasus ini kepada polisi.
"Keluarga almarhum tak menuntut apa pun. Kami terbuka untuk urusan yang baik," kata Eri.
Kemarin, selain keluarga, kerabat, dan para tetangga, sejumlah mahasiswa yang ikut dalam unjuk rasa yang berakhir dengan jatuhnya korban dari kalangan polisi juga terlihat di pemakaman.
Saat pemakaman berlangsung mereka berada di barisan belakang. Mereka juga terlihat berduka.
"Saya ikut sedih, Pak. Terpukul juga rasanya," ujar DA, salah seorang di antaranya, sambil memegang dada. Saat dihampiri dan ditanya, tangannya gemetaran.
Sedih dan rasa duka juga disampaikan Ketua Persatuan Alumni GMNI Cianjur, Iwan Permana. Iwan mengatakan, alumni GMNI akan melayat ke rumah keluarga korban.
"Dari keluarga para tersangka juga sudah berniat akan melayat, mungkin waktunya akan diinformasikan kembali," kata Iwan.
Ia mengatakan, hingga kemarin masih terus membantu pihak kepolisian untuk mempermudah pemeriksaan para mahasiswa yang terlibat dalam aksi unjuk rasa.
"Kami prihatin atas aksi beberapa waktu lalu itu. Kami mendukung sepenuhnya upaya kepolisian dalam menuntaskan kasus ini," kata Iwan.

LIMA TERSANGKA PEMBAKAR POLISI CIANJUR
Sejauh ini polisi sudah menetapkan lima tersangka. Mereka adalah RS, yang diduga kuat menjadi orang yang melemparkan bensin ke arah polisi. RS adalah anggota GMNI Cianjur. Empat lainnya adalah OZ, AB, MF, dan RR.
Kelimanya masih mahasiswa. Semula, para tersangka dijerat Pasal 170, 213, dan Pasal 351 KUHP dengan ancaman hukuman maksimal sembilan tahun penjara.
Menurut Kasatreskrim Polres Cianjur, AKP Budi Nuryanto, pasal untuk lima tersangka ini otomatis berubah seiring dengan gugurnya Ipda Erwin.
"Kini mereka kami kenakan Pasal 351 penganiayaan yang mengakibatkan hilangnya nyawa seseorang. Hukumannya maksimal 15 tahun penjara," kata Budi seusai pemakaman.
Jumlah tersangka masih bisa bertambah. Untuk sementara ini, kata Budi, polisi masih melakukan penyempurnaan pemeriksaan sebelum masuk ke tahap selanjutnya.
KETIGA POLISI KORBAN MEMBAIK
Dari empat polisi yang mengalami luka bakar, hanya Ipda Erwin yang dirujuk ke RS Pertamina.
Dua lainnya, Briptu Fransiskus Aris Simbolon dan Briptu Yudi Muslim yang dirujuk ke RS Hasan Sadikin Bandung. Seorang lainnya, Briptu Anif dirujuk ke RS Sartika Asih.
Kondisi ketiganya dikabarkan terus membaik. Dr Hardisiswo Soedjana, dokter spesialis operasi bedah plastik RSHS Bandung yang merawat Briptu Aris dan Briptu Yudi, bahkan mengatakan keduanya sudah bisa pulang dalam waktu dekat.
"Kalau keadaannya terus membaik, Jumat 30 Agustus nanti sudah bisa pulang," kata Hardi saat ditemui di RSHS Bandung, kemarin.
Ia mengatakan, Yudi dan Aris sudah mulai bisa tidur nyenyak.
"Sebelumnya sempat tidak bisa tidur, mungkin salah satunya trauma psikis. Di luar alam bawah sadarnya ada tekanan atau depresi karena lihat lukanya seperti itu," ujarnya.
Dari dua korban yang dirawat di RSHS, kata Hardi, luka Yudi terbilang lebih parah.am waktu dekat.
"Keduanya maksimal seminggu lagi sudah bisa pulang, dengan catatan harus dilakukan fisioterapi," ujarnya.
Ipda Erwin Yudha Wildani, Anggota Bhabinkamtibmas Polres Cianjur tersebut mengamankan aksi demo mahasiswa di depan Pemkab Cianjur, Kamis (15/8/2019).
Saat itu, ada peserta demo mahasiswa yang mulai membakar ban.
Beberapa polisi yang bertugas, termasuk Ipda Erwin, mendekat ke arah ban yang telah dibakar itu.
Nahas, ada peserta aksi yang menyiram bahan bakar minyak ke arah ban tersebut.
Api langsung menyambar ke anggota kepolisian yang hendak memadamkan bakar-bakaran ban tersebut.
DITOLONG ASGAR dan MUHAMMAD RIDWAN SURYANA
Saat kejadian Ipda Erwin berguling-guling di jalan depan Pendopo Cianjur. Badannya berkobar terbakar api.
Seorang pria berjaket kulit melihat kejadian itu.
Ia langsung menyingkirkan batu yang ada di dekat Ipda Erwin.
Ya, itu adalah penggalan kejadian kericuhan demonstrasi yang terekam dalam video.
Rupanya, pria berjaket kulit itu adalah Didi Rosiadi (43) alias Asgar.
Saat kejadian, warga Kampung Jambudipa RT 03/01, Desa Jambudipa, Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur itu tengah berada di lokasi kejadian.
Ia sedang menonton aksi demonstrasi tersebut.
Berdasarkan penuturan Asgar, polisi yang terbakar itu langsung terjatuh.
Asgar langsung menyingkirkan batu yang menghalangi Ipda Erwin.
Aparat polisi lainnya membantu memadamkan api di badan Ipda Erwin.
Sejenak, aparat polisi itu mundur untuk mencari bantuan.
Kemudian, Asgar sigap maju untuk memadamkan api tersebut.
Ia menyambar dus bekas air minum yang tergeletak di jalan.
Dus itu ia pukul-pukulkan ke badan Ipda Erwin agar api yang berkobar bisa padam.
Dalam hitungan detik, api tersebut padam.
Berdasarkan video yang beredar, Asgar mencari bantuan agar Ipda Erwin bisa dievakuasi.
Tangannya bergerak-gerak seperti memanggil orang.
Asgar menjauh dari Ipda Erwin saat sebuah angkot datang.
Saat itu, muncul sosok Muhammad Ridwan Suryana (18), pelajar SMK Pasundan I Cianjur.
Ia mendekati Ipda Erwin yang terkapar.
Sambil menahan kepala Ipda Erwin, Muhammad Ridwan Suryana memberikan air minum.
Aksi Asgar dan Muhammad Ridwan Suryana tentu menjadi sorotan.
Merekalah yang menolong Ipda Erwin ketika terkena musibah.
Meski mendapat sorotan dan pujian, Asgar adalah sosok yang rendah hati.
Ia sempat enggan diwawancara terkait pertolongan yang sempat ia berikan kepada Ipda Erwin.
Menurutnya, menolong sudah menjadi kewajiban bagi manusia.
Teman-temannya pun heran dengan keputusan Asgar.
Bagi Asgar menolong tak harus ada embel-embel.
Ditemui tak sengaja di Jalan Siliwangi, Asgar akhirnya mau menceritakan kronologi pemadaman api di tubuh Ipda Erwin.
"Saat kejadian unjukrasa saya ada di lokasi ikut menonton aksi demo, ketika kejadian mulai kisruh lalu ada polisi yang terbakar, aparat kepolisian tersebut langsung jatuh," ujar Asgar, Selasa (20/8/2019).
Asgar melihat ada batu, lalu batunya itu ia singkirkan dengan cara ditendang takut kena badan polisi yang guling-guling terbakar.
"Pas begitu saya mendengar polisi tersebut teriak, panas, panas, tolong, saya berinisiatif sendiri mematikan api, cari alat memadamkan kebetulan menemukan dus," kata Asgar.
Asgar bersyukur api sampai bisa padam lalu ia sempat melihat korban dan sudah hangus.
"Alhamdulilah bisa padam, saya melihat korban sangat mengerikan sekali, mau saya gendong saya khawatir kulitnya terkelupas terkena jaket kulit saya," katanya.
Ia lalu keluar kerumunan dan mencari mobil untuk mengangkut korban, pertama diminta begitu juga sopir angkot ketakutan, ternyata akhirnya ada yang mau.
"Saya berpikir api harus cepat padam tadinya mau sama jaket kulit tapi waktu tak akan cukup spontan saya langsung menyambar dus untuk memadamkan api," ujar Asgar.
Artikel ini telah tayang di tribunjabar.id dengan judul Sempat Dendam Ayahnya Jadi Polisi Cianjur yang Terbakar, Anak Ipda Erwin: Sekarang Saya Ikhlas , Wawancara Eksklusif dengan Istri Ipda Erwin, Sukarni Kisahkan Hari-hari Terakhir Polisi Cianjur Itu,, dan Perjuangan Ipda Erwin, Sempat Sadar padahal Penuh Luka Bakar, Polisi Cianjur Itu Kini Gugur.