Berita Jakarta

Ketua DPRD DKI Dukung Anies Atasi Polusi Udara Jakarta Lewat Hujan Buatan Sesegera Mungkin

Langkah Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan mendapat apresiasi Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta Prasetyo Edi Marsudi.

Warta Kota/Anggie Lianda Putri
Ketua DPRD DKI Jakarta, Prasetio Edi Marsudi 

GAMBIR, WARTAKOTALIVE.COM -- Satu langkah Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan mendapat apresiasi Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta Prasetyo Edi Marsudi.

Langkah Gubernur Anies tersebut adalah upaya penerapan hujan buatan untuk meningkatkan kualitas udara Ibu Kota yang belakangan memburuk.

Menurut Prasetyo, hujan buatan yang bakal diterapkan itu dapat mengurangi pencemaran udara yang kian memburuk saat ini.

Percepatan perbaikan udara diharapkannya dapat segera dilakukan, mengingat buruknya kualitas udara Jakarta telah dirasakannya secara langsung.

Ini Alasan Asisten Pribadi Hotman Paris Undur Diri, Namanya Samantha Masih Muda

Viral, Pria Curhat Setelah Istrinya Meninggal Lahirkan Anak Kedua, Fotonya Masih Tersenyum

AKHIRNYA Dewi Perssik Jenguk Saipul Jamil, Masih Panggil Mantan Suaminya dengan Sebutan Papi

Pekatnya kabut polusi menghalangi pemandangan Ibu Kota dari atas menara Monumen Nasional (Monas), Gambir, Jakarta Pusat, pada Jumat (27/7/2019).
Pekatnya kabut polusi menghalangi pemandangan Ibu Kota dari atas menara Monumen Nasional (Monas), Gambir, Jakarta Pusat, pada Jumat (27/7/2019). (Warta Kota/Dwi Rizki)

Bukan hanya debu dan kotoran, polusi diungkapkannya memberikan dampak buruk kepada masyarakat, yakni berupa sakit kepala.

"Nah, itu saya mengimbau kepada Pak Gubernur untuk dibuat hujan buatan. Hujan buatan bagaimana caranya kan bisa dari ahlinya.

Supaya apa? Karena sekarang kita masuk ke hidung sedikit saja sudah kekotoran, sudah karena kepenatan

dan emang ini harus kepanjangan daripada situasi dan kondisi awan terang terus," kata Prasetyo kepada wartawan di Balaikota DKI Jakarta, Gambir, Jakarta Pusat pada Kamis (1/8/2018).

Kronologi Truk Tanah Timpa Mobil di Tangerang, Satu Balita Berhasil Diselamatkan

TERUNGKAP Danjen Kopassus Terapkan Strateginya Bikin Pimpinan KKB Papua Menyerahkan Diri

Siswa TK Tewas Terjepit Pintu Gerbang Otomatis di Sekolahnya, Begini Ceritanya

Langkah tersebut katanya harus disegerakan atau dipercepat.

Sebab, buruknya kualitas udara dalam beberapa bulan belakangan menjadi bukti gagalnya upaya Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam menekan polusi di Ibu Kota.

"Harus segera loh. Ini makin parah loh. Nanti ada gerakan masyarakat nanya seperti apa ya.

"Saya mengimbau kepada gubernur bagaimana caranyalah di bidangnya itu untuk supaya ada hujan buatan," terangnya.

Pernyataan politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu benar adanya.

Berdasarkan situs resmi pemantau pencemaran udara Air Visual, Air Quality Index (AQI) atau indeks kualitas udara selama sepekan belakangan, kualitas udara DKI Jakarta berada pada ambang tidak sehat.

Kualitas udara Jakarta tercatat di angka rata-rata 135 dengan parameter PM2.5 konsentrasi 59,1 mikrogram/m3.

Sementara kualitas udara pada pagi hari mencapai 184 hingga 189, menurun pada siang hari menjadi 154 hingga 157

dan kembali naik pada petang dan malam hari hingga menyentuh angka 190. (dwi)

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan bersama Menteri Kesehatan RI Nila Djuwita Moeloek.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan bersama Menteri Kesehatan RI Nila Djuwita Moeloek. (Warta Kota/Anggi Liana Putri)

BPPT Terburu-buru Bicara soal Hujan Buatan

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menilai Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) terburu-buru mengumumkan rencana penerapan hujan buatan.

Adapun penerapan itu dilakukan dengan teknologi modifikasi cuaca (TMC) untuk mendukung Pemprov DKI mengatasi polusi udara.

"Menurut saya BPPT Offside tuh. Soal hujan, nanti sesudah matang baru diumumkan," ujar Anies di Balai Kota, Jumat (5/7/2019).

Menurut Anies, sebaiknya pemerintah tak cuma membereskan masalah kualitas udara buruk di Jakarta

hanya dengan langkah jangka pendek saja, tapi juga jangka panjang.

Pasalnya langkah-langkah tersebut masih dibicarakan dan dimatangkan, sebelum nanti diumumkan.

"Saya mendengar BPPT sudah menyampaikan keluar.

Perlu saya sampaikan bahwa itu tidak seharusnya dibicarakan dulu sebelum matang," kata Anies.

Padahal Kepala BPPT Hammam Riza mengaku telah mendapat lampu hijau dari Anies untuk menerapkan hujan buatan dalam waktu dekat.

"TMC untuk mengatasi pencemaran udara yang disebabkan kegiatan perekonomian baru pertama kali dilaksanakan.

Gubernur DKI Jakarta sudah memberkani lampu hijau dan meminta agar TMC dilaksanakan paling cepat setelah tanggal 10 Juli

dan paling lambat sebelum periode anak sekolah masuk pasca libur," ungkap Hammam Riza.

Diketahui BPPT melalui Balai Besar Teknologi Modifikasi Cuaca (BBTMC) menyiapkan tiga skenario kegiatan TMC khusus mengatasi pencemaran udara.

Pertama dengan penyemaian awan menggunakan garam NaCL, itu dilakukan di saat ada awan potensial agar hujan terjadi di wilayah Jakarta,

sehingga polutan yang ada di atmosfer Jakarta dan upwind bisa tersapu dan jatuh bersama dengan air hujan.

Metode kedua jika tidak ada awan potensial, dilakukan penghilangan lapisan inversi,

yaitu dengan melakukan semai pada lapisan-lapisan inversi dengan menggunakan dry ice dengan tujuan lapisan tersebut menjadi tidak stabil.

Sedangkan yang terakhir adalah metode water spraying, dari darat menggunakan alat Ground Mist Generator yang akan ditempatkan di 10 lokasi di daerah upwind. (M16)

ILUSTRASI : Upaya pemadaman titik api dengan hujan buatan dan bom air terus dilanjutkan di wilayah Riau.
ILUSTRASI : Upaya pemadaman titik api dengan hujan buatan dan bom air terus dilanjutkan di wilayah Riau. (KOMPAS/ SAHNAN RANGKUTI)

Polusi Udara Jakarta Memprihatinkan

Belakangan, jagat maya ramai memperbincankan soal pencemaran udara di Jakarta yang sempat mencapai titik terburuk.

Sejumlah foto yang menunjukkan kabut polutan di Jakarta dari ketinggian pun berseliweran di media sosial.

"Indeks kualitas udara pada 2018 menunjukkan, kualitas udara dalam kategori baik di Jakarta hanya 36 hari

selama kurun 1 Januari-31 Desember 2018," ujar Direktur Eksekutif Komisi Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB), Ahmad Safrudin atau Puput kepada wartawan, Jumat (28/6/2019).

KPBB menyoroti sejumlah hal yang sebaiknya dipertimbangkan para pemangku kepentingan untuk menekan indeks pencemaran udara di Ibu Kota.

Berikut Kompas.com merangkum tiga di antaranya:

1. Razia emisi kendaraan untuk solusi jangka pendek

KPBB mencatat, emisi kendaraan bermotor menyumbang 47 persen zat pencemar di Jakarta setiap hari, sumber terbesar dibandingkan aktivitas lain.

Sumber pencemaran berikutnya disusul industri dan pembangkit listrik (22 persen), debu jalanan (11 persen),

kegiatan domestik (11 persen), pembakaran sampah (5 persen), dan pekerjaan konstruksi (4 persen).

Puput mendesak Pemerintah Provinsi DKI Jakarta bekerja sama dengan Polda Metro Jaya untuk menggencarkan razia emisi kendaraan di Jakarta.

"Kalau jangka pendek, pakai penegakan hukum. Karena kalau dimulai dari energi itu lama.

Kami sudah sampaikan ke Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta sama Ditlantas Polda Metro Jaya, lakukanlah razia emisi," ujar Puput, kemarin.

Menurut Puput, efek yang ditimbulkan dari razia emisi kendaraan bakal membuat banyak pemilik kendaraan bermotor jadi lebih memperhatikan emisi kendaraannya.

Apalagi, jika pemilik kendaraan yang tak lolos uji emisi dijatuhkan tilang dengan nominal yang cukup besar oleh pengadilan.

"Razia emisi itu tidak perlu tiap hari, tiga bulan sekali cukup. Dua jam saja. Katakanlah dalam dua jam itu kita merazia 100 mobil atau motor.

Hanya dua kendaraan saja kendaraan yang ketahuan tidak memenuhi standar, terus ditindaklanjuti ke pengadilan, terus hakim memberikan denda Rp 2 juta," papar Puput.

"Itu kan sudah menjadi informasi yang positif untuk pengendara yang lain. 'Wah sekarang (emisi) sudah ada razia ya'.

Dengan begitu, mereka akan takut dan bakal mengecek kendaraannya. Efek itu kan penting kan.

Yang ditangkap cuma satu, tapi satu orang yang ditangkap, ini akan memengaruhi 10 juta orang," tambahnya.

Puput mengatakan, sebetulnya persoalan emisi sudah lama diamanatkan dalam Undang-undang (UU) Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Seharusnya, pemilik kendaraan rutin menguji emisi kendaraannya.

Namun, menurut Puput, hingga saat ini uji emisi kendaraan diperlakukan hanya sebagai "kegiatan sukarela".

"Kan undang-undangnya mengatakan, setiap kendaraan mobil dan motor beroperasi di jalan raya wajib memenuhi emisi.

Itu harusnya dirazia. Ditambah lagi Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 dan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang pencemaran udara.

Jadi polisi dan dinas lingkungan harus bekerja sama soal itu," jelas Puput.

2. Tak cukup mengandalkan RTH

Ruang terbuka hijau (RTH) di wilayah DKI Jakarta dinilai tak signifikan dalam mengurangi tingkat pencemaran udara yang kian parah.

Puput menyebutkan, sumber pencemar harus ditekan dari hulunya, alih-alih cuma mengandalkan RTH.

"RTH enggak cukup. Sumber pencemar harus ditekan. Esensi paling efektif mengendalikan pencemaran ya sumbernya dikendalikan," ujar dia.

Puput mengatakan, keberadaan RTH sifatnya hanya membantu pengurangan polusi udara, bukan faktor utama.

"Kalaupun 30 persen RTH tersebar menyeluruh di kota, itu hanya membantu penyerapan CO2 (karbondioksida) untuk tumbuhan berfotosintesis.

Partikel debu bukan diserap, tapi tempel di daun, batang, begitu hujan nanti luruh ke tanah.

Selain membantu oksigen, untuk menyegarkan kota. Yang bisa diserap toh hanya CO2-nya," ujar menjelaskan.

Ia menyebutkan, ada beberapa zat pencemar lain yang berada di atas ambang wajar di Jakarta,

dari yang berukuran 2,5 hingga 10 mikrogram/meter kubik, sulfur, dan karbonmonoksida (CO).

Di sisi lain, masa depan pengerjaan RTH tidak begitu cerah.

Dari target cakupan 9,4 persen RTH pada 2010, hingga 2019 pun KPBB mencatat bahwa Jakarta baru memiliki 6,8 persen.

Sementara dalam rencana tata ruang wilayah (RTRW) 2030, Jakarta ditargetkan akan memiliki 30 persen cakupan RTH.

"Penambahan RTH, menurut catatan kasar kami sekarang 6,8 persen. Di bawah 7 persen.

Tapi, Pemprov DKI mengeklaimnya 9,8 persen sekarang, bertambah dari sebelumnya 9,4 persen.

Padahal, 9,4 persen itu target untuk 2010 dan sampai sekarang belum tercapai," ungkap Puput.

3. Konversi ke bus listrik perlu diikuti konversi ke sumber energi terbarukan

Rencana PT Transjakarta meresmikan pengoperasian bus listrik di Jakarta disambut baik oleh KPBB.

Bus listrik memang unggul jauh ketimbang bus berbahan bakar fosil dalam segala aspek.

"Transjakarta mau konversi ke energi listrik itu bagus dari segala aspek.

Dari aspek pencemaran udara, pengendalian emisi rumah kaca, itu bagus. Dalam konteks eisiensi energi bagus,

biaya operasional lebih murah, tidak bising juga," ujar Puput.

Namun, konversi bus ke energi listrik dinilai belum menyelesaikan masalah pencemaran udara.

Sebab, bahan bakar fosil, terutama batubara, masih begitu diandalkan dalam suplai energi listrik Jakarta.

"Untuk memberishkan udara Jakarta, sekali lagi betul, ini hanya semacam memindahkan problem sumber pencemar

dari emisi ke aktivitas industri (PLTB/pusat listrik tenaga batubara). Kan pesimistisnya kawan-kawan di luar begitu,

mobil atau bus listrik tapi pembangkitnya batubara kan sama saja bohong," ungkap Puput.

"Syukur-syukur memang bahan bakar batubara tidak digunakan lagi. Yang berikutnya harus kita kejar ya memang

pembangkitnya, kan bisa pakai PLTGU (pembangkit listrik tenaga gas dan uap) bukan batubara," tambahnya.

Menurut Puput, pemakaian bus listrik memang bakal menekan tingkat polusi udara Ibu Kota.

Akan tetapi, tanpa diikuti konversi pembangkit listrik dari tenaga fosil ke energi terbarukan, kota-kota lain akan menelan sepahnya.

Karena itu, diperlukan roadmap yang jelas mengenai tenggat akhir pemakaian bahan bakar fosil untuk pembangkit listrik.

"Jakarta memang jadi bersih. Tapi kan tempat lain jadi kotor. Misalnya, PLTB-nya di Indramayu, di Cirebon.

Jakarta memang bersih, tapi Indramayu jadi kotor. Kita harus punya roadmap.

Kita pakai batubara mau sampai kapan, misalnya 2021. Syukur kalau bisa beralih ke tenaga surya," ucap Puput. (Kompas.com/Vitorio Mantalean)

Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved