Penangkapan MV NIKA yang Menjadi Buronan Interpol Antara Lain Berkat Peran GFW Indonesia
MV NIKA diduga melakukan beberapa pelanggaran yakni memalsukan certificate of registration di Panama yang menyatakan General Cargo Vessel.
Beberapa waktu lalu, kapal buronan International Criminal Police Organization (Interpol) yakni MV NIKA berbendera Panama tertangkap di perairan Indonesia pada Jumat, 12 Juli 2019 lalu.
Berdasarkan laporan dari Interpol yang diterima oleh Satgas 115, MV NIKA diduga melakukan beberapa pelanggaran yakni memalsukan certificate of registration Panama yang menyatakan dirinya adalah General Cargo Vessel.
Adapun penangkapan itu juga berkat bantuan analisis dari tim Global Fishing Watch (GFW) Indonesia.
Program Manager GFW Indonesia, Aki Baihaki mengatakan timnya dimintai bantuan oleh Kepala Satgas 115, Ahmad Santosa untuk ikut menyelidiki kasus ini.
"Jadi kita punya analis bernama Imam, kemarin pas dideteksi kapalnya (MV NIKA) mau ke Indonesia, kita diminta gabung dengan satgas 115 dan Interpol," ujar Aki kepada Warta Kota, Selasa (23/7/2019).
Dikatakannya GFW Indonesia sudah membantu sejak tahun 2017 dan menjadi negara pertama yang membuka sistem pantau kapal (VMS) kepada publik lewat platform untuk membantu tim Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan Satgas 115 dalam pemantauan kapal di perairan Indonesia.
"Kita memang kerjasama dengan Indonesia memberikan analisis rutin ke KKP dan satgas untuk dugaan-dugaan analisis, ya sudah dua tahun lebih," kata Aki.
Ia juga menjelaskan bahwa organisasinya memanfaatkan teknologi mutakhir untuk meningkatkan transparansi dalam sektor perikanan keberlanjutan dan konservasi kelautan.
"Sejumlah kapal asing yang ditangkap oleh otoritas Indonesia telah menggunakan platform GFW dalam proses penindakan untuk melihat atau mengunduh data dan menyelidiki aktivitas penangkapan ikan dimana saja," kata Aki.
Ia pun mengaku bukan hanya MV NIKA saja yang berhasil ditangkap, tetapi juga ada beberapa kapal telah tertangkap lebih dulu dari hasil analisis tim GFW, diantaranya yakni;
1. Penangkapan Kapal Fu Yuan Yu (FYY) 831 pada November 2017.
Aki menceritakan bahwa sejak Agustus 2017 analis GFW yang berbasis di Indonesia menemukan tiga kapal penangkap ikan di perairan Indonesia dekat perbatasan Indonesia-Timor Leste EEZ.
Pasalnya pergerakan tiga kapal tampak mencurigakan. GFW pun menulis laporan awal tentang tiga kapal ini dan mengirimkannya ke Surveillance Ditjen KKP.
"Sejak itu, kami mengawasi kapal-kapal yang mencurigakan ini dan menunggu lebih banyak data untuk menganalisis lebih lanjut," kata Aki.
Lalu GFW dapat mengidentifikasi tiga nama kapal, Fu Yuan Yu 836, Fu Yuan Yu 831 dan kapal tidak dikenal yang menyiarkan MMSI 900028980 yang tidak teratur.
"Kami memberi tahu Direktorat Pengawasan KKP bahwa kapal-kapal itu telah memasuki perairan Indonesia dan mereka tampaknya melakukan kegiatan ilegal memasuki air Indonesia," kata Aki.
"Kami memiliki laporan email otomatis yang menampilkan kapal penangkap ikan asing yang terdeteksi yang memasuki perairan Indonesia dan diduga menangkap ikan," tambah Aki.
Dari laporan email harian, GFW bisa melihat bahwa ketiga kapal ini memasuki perairan Indonesia dalam banyak kesempatan sejak Juli 2017.
Setelah dipantau terus, akhirnya pada akhir November 2017 kantor regional DJP Surveillance KKP di Kupang, Nusa Tenggara Timur menerima pesan dari pengawas udara pemerintah Australia kalau Fu Yuan Yu 831 sedang menangkap ikan di perairan Indonesia.
"Akhirnya Kantor wilayah Surveillance Ditjen KKP di Kupang kemudian mengirimkan sebuah kapal patroli untuk segera memeriksa dan menemukan sebuah kapal penangkap ikan sedang memancing di daerah itu," kata Aki.
2. Penangkapan Kapal Shun De Man Taiwan 66 pada Februari 2018.
Awalnya seorang analis dari Satuan Tugas Khusus Indonesia 115 meminta GFW Jakarta untuk melacak kapal penangkap ikan yang diduga mengangkut obat-obatan dari Myanmar ke pantai barat Australia. Nama kapal yang teridentifikasi adalah Shun De Man 66.
"Kami mencoba melacak kapal ini dari alat kami, lalu memberikan pembaruan rutin kepada gugus tugas mengenai posisi kapal pada waktu yang diminta, khususnya dalam perjalanan kembali dari pantai barat Australia ke Singapura, lewat perairan Indonesia," kata Aki.
Dari pemantauan dan analisis, GFW memberi tahu bahwa sudah dua kali Shun De Man 66 melakukan perjalanan ke pantai barat Australia. Pertama pada awal 2017 dan kedua akhir 2017.
"Kami mengetahui bahwa kapal berhasil melarikan diri dari otoritas Australia. Namun, kapal lokal berhasil ditangkap oleh otoritas Australia untuk menerima paket obat dari Shun De Man 66 di dekat pantai barat Australia ZEE. Tantangan dalam melacak Shun De Man 66 adalah mematikan pemancar AIS ketika memasuki perairan Indonesia. Hal ini mengakibatkan kegagalan otoritas Indonesia dalam mencegat kapal ini. Akhirnya Shun De Man 66 kembali ke Pelabuhan Singapura pada Januari 2018," ungkap Aki.
Setelah itu, GFW benar-benar kehilangan kontak dan tidak dapat menemukan jejak tujuan berikutnya.
Namun pada 2 Februari 2018, Angkatan Laut Indonesia menyita kapal penangkap ikan bernama MV Sunrise Glory saat perjalanan di perairan Indonesia.
Sebab pergerakkannya mencurigakan dan tidak menyiarkan sinyal AIS-nya. Ketika ditangkap, MV Sunrise Glory ini menggunakan Bendera Singapura.
Setelah memeriksa di dalam kapal, angkatan laut menemukan lebih dari satu ton kristal met bukan ikan.
Investigasi lebih lanjut menemukan bahwa kru memalsukan nama dan bendera kapal.
MV Sunrise Glory adalah nama palsu dan tidak terdaftar di Singapura.
Pemeriksaan menyeluruh pada dokumen-dokumennya, MV Sunrise Glory memiliki berbagai registrasi di berbagai negara.
"Setelah diperiksa, diidentifikasi kapal ini sebagai Shun De Man 66 yanh mengangkut obat-obatan dari Myanmar ke Australia pada akhir 2017 lalu," ungkap Aki.
3. Penangkapan Kapal STS-50 pada April 2018.
Aki mengaku awalnya GFW memberikan analisis tentang dimana kapal ini berada setelah diminta oleh staf khusus Menteri Susi pada 6 April 2018.
"Pasalnya kapal telah melakukan spoof (menggunakan kapal lain atau MMSI palsu) transmisi AIS-nya dan karenanya menyulitkan untuk dilacak. Selain itu, bendera dan namanya juga dipalsukan," ungkap Aki.
Jadi bukan hanya MV NIKA, tapi juga sudah tiga kapal yang telah tertangkap dari hasil analisis tim GFW.