Kasus Ratna Sarumpaet

Hari Ini Ratna Sarumpaet Divonis, Begini Harapan Kuasa Hukum dan Jaksa Penuntut

Desmihardi, kuasa hukum Ratna Sarumpaet, berharap majelis hakim dapat mempertimbangkan pleidoi yang telah disampaikan Ratna Sarumpaet.

Editor: Yaspen Martinus
Wartakotalive.com/Budi Sam Law Malau
Ratna Sarumpaet di Polda Metro Jaya usai menjalani sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (9/5/2019). 

MAJELIS hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan bakal menjatuhkan vonis kepada terdakwa kasus dugaan penyebaran berita bohong alias hoaks Ratna Sarumpaet, Kamis (11/7/2019) hari ini.

Desmihardi, kuasa hukum Ratna Sarumpaet, berharap majelis hakim dapat mempertimbangkan pleidoi yang telah disampaikan Ratna Sarumpaet.

"Sidang Ibu RS dengan agenda putusan," ujar Desmihardi saat dikonfirmasi, Kamis (11/7/2019).

Siapa Tiga Jenderal Aktif yang Diperiksa TGPF Kasus Novel Baswedan?

"Harapan kami sebagai kuasa hukum, majelis hakim mempertimbangkan dan menerima pleidoi, baik yang kami ajukan maupun pleidoi pribadi yang disampaikan ibu RS," sambungnya.

Sementara, jaksa penuntut umum (JPU) berharap majelis hakim memutus sesuai tuntutan mereka.

"Kami berharap majelis hakim memutuskan seperti tuntutan JPU. Terdakwa dinyatakan terbukti bersalah melakukan tindak pidana seperti dalam Pasal 14 ayat 1 UU No 1 Tahun1946."

Kenang Almarhum Sutopo Purwo Nugroho, Raisa: Hati Aku Merasa Berat dan Sedih

"Selanjutnya dijatuhi hukuman pidana penjara seperti dalam requistor kami," tutur JPU Daroe, saat dikonfirmasi.

Sebelumnya, Jaksa menuntut terdakwa Ratna Sarumpaet dengan hukuman 6 tahun kurungan penjara.

Jaksa menilai terdakwa terbukti melanggar Pasal 14 ayat (1) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana. 

Moeldoko: Rizieq Shihab Pulang Sendiri Saja, Kalau Enggak Bisa Beli Tiket Saya Beliin

Sebelumnya, tim penasihat hukum terdakwa Ratna Sarumpaet keberatan terhadap tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) pada Kejaksaan Agung, kepada kliennya.

Ratna Sarumpaet dituntut enam tahun penjara, karena dianggap memenuhi unsur menyebarkan hoaks yang mengakibatkan keonaran.

Hal itu seperti diatur pasal 14 ayat (1) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Hukum Pidana.

 BREAKING NEWS: MK Gelar Sidang Putusan Sengketa Pilpres 2019 Tanggal 27 Juni 2019

MN Insank Nasruddin, anggota tim penasihat hukum Ratna Sarumpaet, menilai tuntutan yang dilayangkan JPU itu lebih berat daripada hukuman kepada koruptor.

Apalagi, kata dia, mengingat usia Ratna Sarumpaet yang akan mencapai 70 tahun pada 16 Juli mendatang.

"Di usia ke-70 tahun ini terdakwa masih diharuskan menghadapi tuntutan hukum yang sangat berat, bahkan lebih berat dari tuntutan seorang pelaku korupsi," kata Insank.

 Wakil Ketua Umum Gerindra Sebut Adian Napitupulu Jauh Lebih Mumpuni Jadi Menteri Dibandingkan AHY

Hal itu ia katakan saat memberikan jawaban atau duplik, untuk menanggapi replik yang dibacakan JPU di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Selasa (25/6/2019).

"Hanya karena cerita penganiayaan dan pengiriman foto dengan wajah lebam yang disampaikan ke beberapa orang ternyata adalah tidak benar," sambung Insank.

Dia menjelaskan, di persidangan itu terungkap fakta, terdakwa menceritakan peristiwa penganiayaan dirinya bukan kepada publik, melainkan hanya kepada keluarga dan tema-temannya.

 Bambang Widjojanto Ungkap Ada Saksi 02 yang Ketakutan Setelah Bersaksi di MK

Dengan maksud, untuk menutupi rasa malu dan bukan bertujuan supaya terjadi kerusuhan atau keonaran di kalangan rakyat.

Menurut dia, telah menjadi fakta persidangan juga tidak ada keonaran akibat dari cerita penganiayaan terhadap terdakwa.

Sehingga, menurutnya pada persidangan tidak terbukti terdakwa melanggar pasal XIV ayat (1) Undang – undang Nomor 1 tahun 1946.

 Bambang Widjojanto Sebut Pemilu 2019 Terburuk Sejak Era Reformasi, Ini Lima Indikatornya

"Karena tidak ada satu pun dari perbuatan terdakwa yang memenuhi unsur-unsur delik dari pasal tersebut."

"Yakni dengan menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong dengan sengaja menerbitkan keonaran di kalangan rakyat," tuturnya.

Dia menegaskan, tiada kesinambungan secara hukum atau irasional, antara tuntutan enam tahun penjara dengan perbuatan terdakwa yang sebetulnya bukan sebuah perbuatan pidana.

 Pasangan Baru Ahok Dikabarkan Hamil, Ini Kata Ayah Puput Nastiti Devi

Sehingga, kata dia, patut diduga kasus ini cenderung dipaksakan sebagai upaya untuk membungkam seorang Ratna Sarumpaet, yang selalu kritis kepada pemerintah sebagai seorang aktivis demokrasi.

"Hal ini dibuktikan dengan pasal yang digunakan adalah pasal yang seharusnya dipakai dalam keadaan genting atau tidak normal."

"Yang tercatat dalam sejarah tidak pernah diterapkan sejak Indonesia merdeka, sehingga dapat dikategorikan sebagai pasal basi yang dalam hukum pidana disebut desuetudo atau nonusus," paparnya.

Dituntut Enam Tahun

Jaksa penuntut umum menuntut terdakwa kasus dugaan penyebaran berita bohong alias hoaks Ratna Sarumpaet, dengan hukuman enam tahun pidana penjara.

Tuntutan tersebut dibacakan oleh Jaksa Penuntut Umum di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (28/5/2019).

Dalam pertimbangan yang memberatkan, JPU menyatakan Ratna Sarumpaet dianggap sebagai intelektual dan punya kemampuan berbicara yang baik.

 ‎BREAKING NEWS: Ini Empat Pejabat Nasional yang Jadi Target Pembunuhan

Namun, dia telah melakukan hal yang tidak baik.

"Terdakwa dinilai sebagai orang yang berintelektual, berusia lanjut, dan punya kemampuan public speaking, tetapi tidak berbuat baik," kata JPU Daroe Tri Sadono saat membacakan surat tuntutan terhadap Ratna Sarumpaet.

Dengan posisi Ratna Sarumpaet yang dianggap sebagai intelektual dan tokoh, kebohongan Ratna Sarumpaet dinilai jaksa dapat mempengaruhi masyarakat.

 Tiga Alasan Anak-anak Terlibat Kerusuhan Aksi 22 Mei, Salah Satunya Diduga Diajak Guru Ngaji

Pertimbangan yang meringankan, Ratna Sarumpaet mau mengakui perbuatannya dan meminta maaf.

Ratna Sarumpaet dinilai bersalah oleh jaksa penuntut karena menyebarkan berita bohong terkait dirinya menjadi korban penganiaan.

"Terdakwa Ratna Sarumpaet terbukti bersalah melakukan tindak pidana dengan menyiarkan berita bohong dengan sengaja menerbitkan ke masyarakat,” papar Daore.

 Pimpinan Lembaga Survei Jadi Target Pertama Pembunuhan Pemilik Senjata Api ilegal, Ini Motifnya

Jaksa menganggap Ratna Sarumpaet telah melanggar pasal pidana yang diatur dalam Pasal 14 ayat 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana soal penyebaran berita bohong.

Majelis hakim dalam persidangan kasus itu memberikan kesempatan kepada kuasa hukum mengajukan pleidoi pada Selasa mendatang.

Sebelumnya, Ratna Sarumpaet, terdakwa kasus dugaan penyiaran berita bohong yang menerbitkan keonaran, meminta maaf kepada majelis hakim yang memeriksa perkaranya, karena kurang konsisten ketika memberikan keterangan di pengadilan.

 Polisi Benarkan Isi Rekaman CCTV Ambulans Bagikan Amplop kepada Perusuh Aksi 22 Mei

Hal itu disampaikan Ratna Sarumpaet di pengujung persidangan dengan agenda pemeriksaan terdakwa, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (14/5/2019).

"Saya minta maaf Yang Mulia, bikin banyak tersendat, karena saya kurang konsisten, di awal agak gagap," kata Ratna Sarumpaet.

Ia ingin agar dirinya yang merupakan tokoh publik dan aktivis, tidak disamakan dengan pejabat publik yang tidak boleh bohong.

 Satu dari Enam Tersangka Baru Sempat Berbaur dengan Massa Aksi 22 Mei Sambil Kantongi Revolver

Ia pun ingin agar pendapatnya tersebut dicatat.

"Tapi saya ingin dicatat, bahwa saya ini jangan disamakan pejabat publik dengan public figure. Saya aktivis yang dikenal karena pekerjaannya," ujar Ratna Sarumpaet.

Ketua majelis hakim Joni kemudian bertanya kepada Ratna Sarumpaet perihal siapa yang menyamakan Ratna Sarumpaet dengan pejabat publik.

 Siapa Empat Pejabat Negara yang Jadi Target Pembunuhan? Polisi Pastikan Bukan Presiden

"Tidak. Dicatat saja. Karena ini hubungannya dengan kesalahan. Pejabat publik tidak boleh salah, tidak boleh bohong," jawab Ratna Sarumpaet.

"Public figure boleh bohong?" Tanya Joni.

"Boleh," jawab Ratna Sarumpaet.

 Fadli Zon Bilang 51 Bukti Termasuk Tautan Berita yang Dilampirkan Prabowo-Sandi ke MK Cuma Pengantar

"Norma apa yang dipakai itu?" Tanya Joni.

"Norma yang dibilang sama ahli, itu orang boleh bohong. Tapi kalau dalam konteks pejabat kedudukannya melakukan kebohongan," jelas Ratna Sarumpaet.

"Anak boleh bohong?" Tanya Joni lagi.

 Fadli Zon: Demonstrasi di Negara Demokrasi Tidak Boleh Mematikan Orang

"Boleh, kita jewer nanti dia," jawab Ratna Sarumpaet.

"Kan dijewer ada sanksinya itu?" Tanya Joni kembali.

"Dijewer dengan sayang," jawab Ratna Sarumpaet.

 Fadli Zon Masih Yakin Peserta Aksi 22 Mei Bukan Demonstran Bayaran

"Tahu dia dijewer dengan sayang? Sini mamah jewer dengan sayang, begitu?" tanya Joni.

"Kan habis dijewer dicium. Terima kasih Yang Mulia," jawab Ratna Sarumpaet yang kemudian disambut tawa sejumlah hadirin persidangan.

Joni pun menjawab bahwa pendapat itu adalah hak Ratna Sarumpaet.

"Itu hak Saudara," ucap Joni. (Fahdi Fahlevi)

Sumber: Tribunnews
  • Ikuti kami di
    KOMENTAR

    BERITA TERKINI

    © 2023 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved