Wisata dan Budaya
Ketika Para Semifinalis Ajang Abang None Buku Jakarta Selatan Diajari Membatik
Para semifinalis Abang None Buku (Abnonku) diharapkan tidak hanya paham tentang literasi tapi juga mengetahui budaya asli Betawi.
Penulis: Feryanto Hadi |
Suku Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Jakarta Selatan menyelenggarakan pelatihan membatik bagi para semifinali Abang None Buku Jakarta Selatan 2019.
Kegiatan itu berkolaborasi dengan Sanggar Batik Betawi Terogong, Cilandak, Jakarta Selatan, Rabu (10/7/2019).
Sebanyak 50 orang semifinalis Abang None Buku Jakarta Selatan 2019 itu berasal dari pelajar SMA dan mahasiswa dengan kisaran usia 16-21 tahun.
Panitia penyelenggara dari Sudin Pusip Jakarta Selatan, Norma Tridiana mengungkapkan, tujuan dilaksanakan kegiataan ini adalah memberikan pengetahuan budaya Betawi, khususnya batik.
• Mengapa Glenn Fredly Jarang Sekali Menyanyikan Lagu Januari di Setiap Aksi Panggungnya?
• Lowongan Kerja, Job Fair di Al Azhar Dipadati Pencari Kerja
"Para semifinalis Abang None Buku (Abnonku) diharapkan tidak hanya paham tentang literasi tapi juga mengetahui budaya asli Betawi," ujar Norma kepada Warta Kota, Rabu (10/7/2019).
Di sanggar itu, para semifinalis Abnonku mengikuti proses tahapan membatik mulai dari membuat pola gambar.
Mereka juga belajar menggunakan canting, memroses warna dengan colet, nembok atau menutup, pewarnaan celup, melorot atau melunturkan lilin, dan menjemur kain yang telah dibatik.
"Para peserta yang terdiri generasi muda dan kaum milenial diharapkan tahu, bisa dan mempromosikan budaya Betawi, khususnya batik," imbuh Norma.
• Pembuluh Darah Pecah, Tio Pakusadewo Dirawat Intensif di RS Pusat Otak Nasional Jakarta
• Pengunjung Curug Parigi di Bekasi Kian Sepi, Miniatur Niagara Ini Mulai Kehilangan Pesonanya
Lebih Menghargai Batik
Ariq Siddiq Ramadhan (18), semifinalis Abnonku dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah mengaku mendapatkan pengalaman berharga seusai mengikuti rangkaian pelatihan membatik.
"Setelah melakukan proses batik tulis, kesannya jadi lebih tahu dan paham proses membatik, dan bisa menghargai batik karena prosesnya panjang dan rumit. Saya jadi lebih paham mengapa batik menjadi kebudayaan nasional dan tak ternilai harganya," ungkapnya.
Peserta lainnya, Dilla Savira (19) dari UPN Veteran Jakarta mengungkapkan hal yang sama.
Menurutnya, proses membatik mengajarinya bagaimana harus bisa sabar dalam melakukan sesuatu.
"Kesannya sangat menarik, yang mengajarkan juga sangat sabar dan membimbing. Saya senang karena bisa menambah pengetahuan tentang batik Betawi. Saya pribadi jadi termotivasi untuk mengembangakan bisnis keluarga di bidang garmen," ujar Dilla.