Pengadilan Menghadirkan Bripka Erwin Bersaksi dalam Kasus Pemalsuan Identitas WNA Tiongkok
Trdakwa mengaku, pindah sudah lama, diduga surat keterangan Pindahnya pun palsu karena dari Kelurahan Pekojan Mulyadi ini tak terdaftar.
Kasus pemalsuan Kartu Tanda Penduduk (KTP) yang diduga dilakukan oleh Direktur Keuangan PT Central Stell Indonesia (PT CSI), Mulyadi Supardi alias Hua Ping alias Aping beserta istrinya, Lian Hiang Liang, dan anaknya bernama Yulia terus bergulir di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Dalam persidangan yang digelar pada Selasa (2/7/2019) malam, pihak Jaksa Penuntut Umum (PJU) menghadirkan seorang saksi dari Bareskrim Polri, Bripka Erwin Adhi P.
Dalam kesaksiannya di hadapan majelis hakim, Bripka Erwin mengungkapkan kasus dugaan pemalsuan identitas tersebut berawal dari sebuah laporan adanya dugaan jika Mulyadi merupakan Warga Negara Asing (WNA) asal Tiongkok.
Berdasarkan hal tersebut, penyelidikan dilakukan dengan melakukan pencocokan akta kelahiran terdakwa Mulyadi dengan data milik Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) DKI Jakarta.
Berdasarkan data sekaligus keterangan pihak Dinas Dukcapil DKI Jakarta, akta kelahiran milik terdakwa Mulyadi diungkapkannya tidak terdaftar.
Hasil penyelidikan tersebut kemudian dituangkannya dalam berita acara register di Dinas Dukcapil DKI Jakarta.
"Bukti itu atas dasar saksi membawa akta kelahiran tahun 1964 ke Dukcapil Pemprov DKI."
"Atas hal itu saya diperintah untuk mengecek terkait data itu ke Dukcapil Pemprov DKI. Kami yang mendapati informasi itu langsung membuat laporan Polisi," ungkap Bripka Erwin dalam persidangan pada Selasa (2/7/2019).
Tidak hanya sebatas pemeriksaan berkas, penyelidikan diungkapkannya juga dilakukan dengan penelusuran alamat terdakwa Mulyadi, yakni Jalan Mangga Dua Selatan RT 08/08 Kelurahan Mangga Dua Selatan, Sawah Besar, Jakarta Pusat serta alamat terdakwa sebelumnya yang diketahui berada di wilayah Pekojan, Tambora, Jakarta Barat.
"Dia mengaku, pindah sudah lama, diduga surat keterangan Pindahnya pun palsu karena dari Kelurahan Pekojan Mulyadi ini tak terdaftar," ungkap Erwin.
"Dari dokumen akta kelahiran tersebut sehingga pelaku bisa membuat paspor, KK dan identitas yang dimiliki," tambahnya.
Paspor Palsu
Dalam persidangan sebelumnya yang digelar pada Rabu (26/6/2019), pihak Jaksa Penuntut Umum (PJU) menghadirkan sejumlah saksi, antara lain staf Direktorat Jenderal (Ditjen) Imigrasi, Muhammad Alfi. Selain itu Ahli Administrasi Kependudukan, Zakaria; Lurah Pademangan Barat, Dini serta Wiwi Widaningsih selaku pemilik rumah yang dikontak oleh pelaku.
Namun, lantaran Muhammad Alfi yang bertugas di Subdit Direktorat Imigrasi diketahui menerima penyidikan dan tindak pidana terhadap Kartu Tanda Penduduk (KTP) seluruh Indonesia tengah bertugas di Sulawesi, jaksa membacakan keterangan Alfi saat diperiksa oleh penyidik Polri.
"Saksi mengetahui surat dan dokumen atas nama Mulyadi Supardi, karena surat tersebut masuk di Ditjen Imigrasi Kemenkum HAM, melakukan penyitaan dengan adanya dugaan pelanggaran Imigrasi, yakni orang dengan sengaja memberikan data tidak benar," ujar jaksa Priyo saat membacakan keterangan penyidikan saksi Alfi.
Jaksa mengatakan Alfi telah melakukan penyidikan terhadap data Mulyadi dan Hiang Liang. Hasilnya, diketahui Mulyadi dan Hiang Liang memiliki dua buah paspor, yakni Indonesia dan Kebangsaan Rakyat Tiongkok.
"Paspor tersebut dikeluarkan 27 Juni 2011. Demikian juga dengan Lian Hiang Liang diduga warga Tiongkok memiliki nama Yan Xu Feng pada 22 Maret 2011," tutur Priyo.
Alfi menyimpulkan bahwa Mulyadi dan Hiang Liang telah memalsukan identitas itu karena bedanya akta lahir. Priyo menilai, perbedaan paspor itu mengacu karena akta kelahiran.
"Dapat saksi katakan Saudara Mulyadi Supardi memalsukan, persyaratan perpanjangan paspor ke Kantor Imigrasi Jakarta Timur, kartu keluarga, akta kelahiran, dan paspor lama atas nama Mulyadi Supardi," ungkap Priyo.
Sedangkan, Lian Hiang Liang diketahui memalsukan kartu keluarga, akta kelahiran dan paspor lama. Lian Hiang Liang juga diketahui pernah menggunakan paspor lain, yaitu paspor Republik Rakyat China.
Terkait pelanggaran tersebut, Mulyadi beserta anak dan istrinya didakwa telah melanggar Pasal 264 ayat 2 KUHP atau Pasal 93 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013.
Seperti diketahui sebelumnya, kasus pemalsuan identitas tersebut bermula ketika PT CSI mendapatkan fasilitas kredit dari salah satu bank BUMN selama tahun 2011-2014. Perusahaan yang bergerak di bidang peleburan besi bekas menjadi besi beton dan besi ulir untuk bahan bangunan yang didirikan pada 2005 itu diketahui memiliki kredit mencapai Rp 500 miliar pada tahun 2011.
Berdasarkan keterangan pers Kejaksaan Agung, PT CSI dalam mengajukan permohonan kredit kepada bank tersebut dilakukan dengan mengajukan data dan laporan keuangan tidak akurat dan tidak dapat dipertanggungjawabkan.
