PPDB
Murid Lulusan SD Bakar Belasan Piagam dan 2 Keponakan Kembar Mendikbud Jadi Korban Zonasi Sekolah
Murid Lulusan SD Bakar Belasan Piagam dan 2 Keponakan Kembar Mendikbud Jadi Korban Zonasi Sekolah
Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2019 dengan sistem zonasi sekolah banyak dikeluhkan orangtua murid dan anak-anak.
Kurangnya sosialisasi dan masih sedikitnya sekolah negeri dirasakan tidak sesuai dengan sistem zonasi untuk PPDB tahun ini.
Karena sistem zonasi sekolah ini, dua keponakan kembar Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendi gagal masuk sekolah negeri.
Di Pekalongan Jawa Tengah dilaporkan seorang murid lulusan SD membakar belasan piagam kejuaraan karena gagal masuk SMP impiannya.

Yumna (12) adalah murid berprestasi lulusan SDN Pekeringanalit 02 di Kecamatan Kajen, Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah.
Impiannya di sekolah SMP N 1 Kajen kandas. Kecewa karena tidak masuk sekolah itu, dia membakar belasan piagam penghargaan pada Minggu (23/06/2019) lalu, dan aksi ini viral di media sosial.
Berdasarkan informasi yang didapat Yumna tinggal perumahan Griya Kajen Indah RT 4 RW 12, Desa Gandarum, Kecamatan Kajen.
Pada saat Tribunjateng.com ke lokasi Yumna masih istirahat dan awak media hanya ditemui oleh kedua orangtuanya yakni Sugeng Witoto (50) dan Sukoharti (45).
Ayah Yumna, Sugeng Witoto membenarkan aksi nekat anak ketiganya itu karena kecewa tidak diterima di sekolah favoritnya. Karena merasa piagam-piagam tersebut tidak berlaku lagi dengan kondisi saat ini.
Piagam-piagam tersebut merupakan berbagai kejuaraan seni dan agama yang diikuti dan beberapa menyabet juara satu tingkat Kabupaten Pekalongan.
"Ada sekitar 15 piagam penghargaan yang dibakar. Berbagai kejuaran yang diikuti dan berhasil menyabet juara satu diantaranya seperti menulis halus, cerita islami, tilawah, adzan, nyanyi solo, nyanyi grup, dokter kecil.
Anak saya juga selalu masuk dan memiliki rangking dikelasnya. Mungkin berpikiran piagam-piagam tidak membantu dirinya masuk ke SMP Negeri 1 Kajen (sekolah yang diinginkan), jadi akhirnya dibakar," kata Sugeng kepada Tribunjateng.com saat ditemui di kediamannya, Rabu (26/06/2019).
Menurut Sugeng anaknya mendaftar ke SMPN 1 Kajen dengan menggunakan sistem zonasi, karena wilayah rumahnya berjarak 2000 meter dari sekolahan yang didaftar.
Minimnya sosialisasi Dinas pendidikan terkait PPDB yang melalui tiga jalur yakni jalur zonasi, jalur berprestasi dan jalur perpindahan orangtua, membuat anaknya terjebak dalam zonasi.
"Hari pertama pendaftaran saya mengantarkan anaknya melakukan pendaftaran online namun melalui jalur zonasi.
Namun oleh guru dan kepala sekolah dasar, disarankan untuk masuk jalur prestasi. Pada hari kedua, mendaftar ke jalur prestasi namun tidak bisa, mengingat sudah mendaftar di jalur zonasi.
Saya, sebagai orangtua kecewa. Kita sudah mendaftar ke jalur prestasi kata pihak sekolah (SMP) tidak bisa, harusnya daftar di sekolah di luar zonasi," jelasnya.
Dirinya mengungkapkan kendati kecewa dengan sistem yang ada, ia tetap melanjutkan anaknya masuk sekolah swasta agar tidak kecewa berkelanjutan.
"Anak saya sudah di daftarkan ke sekolah SMP Muhammadiyah 1 Kajen dan seharusnya dengan sistem seperti ini pihak pemerintah menyediakan banyak sekolah negeri dulu,"ungkapnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan kabupaten Pekalongan, Sumarwati saat dihubungi Tribunjateng.com belum memberikan keterangan terkait dengan gagalnya siswa yang masuk ke jalur prestasi tersebut.
Keponakan Kembar Mendikbud Tak Lolos Masuk SMA Negeri
Keluarga dekat Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendi, juga menjadi korban PPDB sistem zonasi.
Keponakan kembar Mendikbud, Al Uyuna Galuh Cintania dan Al Uyuna Galuh Cantika, gagal masuk di SMA Negeri di Sidoarjo, Jawa Timur.
Kedua putri kembar tersebut adalah putri dari adik Mendikbud, Anwar Hudijono.
"Betul kedua anak saya tidak masuk. Bagaimana lagi, ini konsekwensi sistem zonasi, padahal keduanya itu keponakan kesayangan kakak saya," kata Anwar dihubungi melalui telepon, Jumat (21/6/2019) siang.
Kedua putrinya kalah bertarung dalam kuota sistem zonasi wilayah maupun kuota prestasi non akademik.
Di jalur nonakademik salah satu putrinya berbekal medali emas kejurnas pencak silat, dan medali perak lomba film indie.
"Jarak sekolah SMA negeri 1 Sidoarjo terdekat dari rumah saya 2,5 kilometer. Sementara sekolah negeri pilihan kedua yakni SMA Negeri 2 Sidoarjo, 2,6 kilometer," jelasnya.
Dia mengaku pasrah meski kedua putrinya tidak masuk sekolah SMA negeri, meskipun kedua putrinya adalah keponakan Mendikbud.
"Saya pasrah saja, tapi yang pasti sistem ini sangat bagus diterapkan untuk mengurangi kesenjangan layanan pendidikan," jelasnya.
Pendaftaran PPDB SMA Jatim 2019 untuk jalur zonasi/reguler dibuka mulai 17 Juni 2019 sampai 20 Juni 2019.
Penutupan pendaftaran dilakukan pada 21 Juni pukul 00.00. Di Surabaya, penarapan PPDB sistem zonasi diwarnai aksi protes wali murid yang putra putrinya tidak masuk.
Mereka bahkan sempat menggelar aksi protes di gedung negara Grahadi. Pada hari kedua pendaftaran, sistem sempat ditutup sementara atas permintaan wali murid yang protes.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Akibat Sistem Zonasi, Keponakan Kembar Mendikbud Tak Lolos Masuk SMA Negeri"
Orangtua Siswa Tantang Sekolah Ukur Jarak Secara Manual
Satu di antara calon orangtua siswa di Kota Pontianak, Kalimantan Barat (Kalbar), Jimmy mengaku kecewa dengan sistem zonasi dalam penerimaan peserta didik baru (PPDB) 2019.
Sebagai orangtua, dia merasa telah dirugikan dengan aplikasi penghitungan jarak yang digunakan pihak SMA Negeri 4 Kota Pontianak.
"Dalam aplikasi PPDB, jarak dari rumah ke sekolah menjadi 2 kilometer. Padahal sebenarnya hanya 400 meter," kata Jimmy saat dihubungi Kompas.com, Selasa (25/6/2019).
Atas situasi itu, dia mengajak pihak sekolah untuk mengukur ulang secara manual karena merugikan masyarakat.
Sebagai orangtua, tentunya berkeinginan memasukkan anaknya ke sekolah negeri dan tentunya dekat dengan rumah dan cukup dengan berjalan kaki.
"Jika aplikasi penghitungan jarak dari rumah ke sekolah itu tidak akurat, tentunya akan merugikan masyarakat orangtua yang mendaftarkan anaknya," ucap dia.
Selain itu, orangtua murid lainnya, Imran mengalami hal serupa. Dia menceritakan, jika diukur dengan nilai, harusnya anaknya bisa masuk ke SMA Negeri 1 dan SMA Negeri 3 Kota Pontianak.
Namun dia memahami, jika jarak kedua sekolah itu dari rumahnya cukup jauh, jadi dia memilih SMA Negeri 4 Kota Pontianak yang dapat ditempuh dengan jalan kaki.
"Tapi ternyata yang tercantum di aplikasi malah jaraknya (ke SMA Negeri 4 Kota Pontianak) sampai 3 kilometer. Itu yang membuat saya heran," ucapnya.
Dia berharap pihak sekolah segera memperbaiki aplikasi yang bisa saja mengalami kesalahan dengan mengambil rute lain.
"Besok saya rencananya akan ke sekolah untuk meminta penjelasan," tutupnya. Video Pilihan Ikuti perkembangan berita ini dalam topik: Sistem Zonasi PPDB
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Kecewa Sistem Zonasi PPDB, Orangtua Siswa Tantang Sekolah Ukur Jarak Secara Manual"