Simak Penampakan Gunung Api Anak Krakatau Erupsi dan Meletus 3 Kali, Terekam Kamera Pemantau ESDM RI

Gunung Api Anak Krakatau berstatus waspada, Selasa (25/6/2019). Gunung Api Anak Krakatau alami erupsi, hingga Gunung Api Anak Krakatau meletus 3 kali.

Penulis: PanjiBaskhara | Editor: PanjiBaskhara
Istimewa
Gunung Api Anak Krakatau berstatus waspada, Selasa (25/6/2019). Gunung Api Anak Krakatau alami erupsi, hingga Gunung Api Anak Krakatau meletus 3 kali. (Instagram Kepulauan Krakatau @krakatau_ca_cal) 

Saat ini, Gunung Api Anak Krakatau berstatus waspada, Selasa (25/6/2019).

Bahkan, Gunung Api Anak Krakatau alami erupsi, hingga Gunung Api Anak Krakatau meletus 3 kali.

Diketahui, Gunung Api Anak Krakatau erupsi terekam dari kamera pemantau milik Kementerian ESDM RI.

Saat Gunung Api Anak Krakatau erupsi dan meletus 3 kali, lensa kamera pemantau tertutup debu vulkanik Gunung Api Anak Krakatau tersebut.

Nissan X-Trail Facelift Dipastikan Mengaspal di GIIAS 2019

Merajut Impian Melalui Sekolah Kejuruan di Tengah Ketatnya Persaingan Kerja

Jakarta Masuk Kota Terpolusi Di Dunia, Dinas Lingkungan Hidup DKI Merasa Baik-baik Saja

Hal itu terlihat dari akun instagram Kepulauan Krakatau di @krakatau_ca_cal hari ini.

Terlihat jelas, penampakan Gunung Api Anak Krakatau bererupsi dan meletus sebanyak 3 kali.

Bahkan, debu letusan dari Gunung Api Anak Krakatau, menutupi lensa kamera pemantau milik Kementerian ESDM RI.

Simak Videonya:

Menurut laporan Pusat Vulkanologi Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) melalui laman resminya di http://www.vsi.esdm.go.id jika aktivitas terkini Gunung Api Anak Krakatau berstatus waspada.

Berikut laporan dari PVMBG melalui laman resminya dikutip WartaKotaLive hari ini.

"Gunungapi Anak Krakatau - Lampung

Tingkat aktivitas Level II (Waspada), sejak 25 Maret 2019. G. Anak Krakatau (157 m dpl) mengalami peningkatan aktivitas vulkanik sejak 18 Juni 2018 dan diikuti rangkaian erupsi pada periode September 2018 hingga Februari 2019.

Pada Mei 2019 erupsi masih terjadi tetapi dengan intensitas yang semakin menurun.

Dari kemarin hingga pagi ini visual Gunungapi tertutup kabut. Asap kawah utama tidak teramati.

Melalui seismograf tanggal 24 Juni 2019 tercatat:

1 kali gempa Letusan

1 kali gempa Hembusan

1 kali gempa Tektonik Jauh

Tremor menerus dengan amplitudo 1 - 35 mm, dominan 7 mm

Rekomendasi:

Masyarakat/wisatawan tidak diperbolehkan mendekati kawah dalam radius 2 km dari kawah.

VONA:

VONA terakhir terkirim kode warna ORANGE, terbit tanggal 24 Juni 2019 pukul 22:53 WIB, terkait erupsi yang terekam di seismogram dengan amplitudo maksimum 53 mm dan lama gempa 89 detik."

Berdiameter 400 Meter

Sebelumnya, Gunung Anak Krakatau sudah mengalami banyak perubahan.

Selain ketinggian badan gunung yang kini tinggal 110 mdpl, kawahnya kini sudah diameter sekitar 400 meter.

Badan Geologi, Pusat Vulkanologi Migitasi Bencana Geologi Kementerian ESDP kembali memasang alat seismometer di Gunung Anak Krakatau (GAK).

Andi Suardi, kepala Pos Pantau Gunung Anak Krakatau di Desa Hargo Pancuran, Kecamatan Rajabasa, Lampung Selatan, mengatakan, seismometer dipasang pada Senin, 18 Februari 2019 lalu.

Pemasangan seismometer di Gunung Anak Krakatau ini merupakan yang pertama pasca terjadinya erupsi besar pada 22 Desember 2018.

Alat seismometer yang dipasang tersambung ke Pos Pantau Gunung Anak Krakatau di Pasaurang, Banten.

Data digitalnya juga akan terkirim ke Pos Pantau Gunung Anak Krakatau di Desa Hargo Pancuran.

“Kemarin tim turun untuk memasang alat seismometer di Gunung Anak Krakatau. Alat ini ditempatkan di sisi utara badan gunung,” tutur Andi, Kamis, 21 Februari 2019.

Gunung Anak Krakatau terkini tinggi 110 Meter (Twitter @Sutopo_PN) (Istimewa)
Menurut Andi, secara kondisi fisik, Gunung Anak Krakatau sudah mengalami banyak perubahan.

Selain ketinggian badan gunung yang kini tinggal 110 mdpl, gunung api yang berada di Selat Sunda itu memiliki kawah dengan diameter sekitar 400 meter.

 Dengan telah dipasangnya alat seismometer di badan Gunung Anak Krakatau, pemantauan terhadap aktivitas gunung api yang kembali muncul di bekas kaldera induknya yang meletus pada 1883 silam itu bisa dilakukan lebih jauh.

Pasca mengalami peningkatan status pada pertengahan tahun 2018 lalu, seismometer yang ada di badan Gunung Anak Krakatau rusak akibat terkena material lava pijar yang terus-menerus muncul.

“Kalau untuk yang terkoneksi dengan Pos Pantau Hargo Pancuran masih belum dipasang kembali. Mungkin ke depan juga akan dipasang kembali,” kata Andi.

Selain seismograf, pemantauan Gunung Anak Krakatau juga dilakukan melalui alat yang terpasang di Pulau Sertung.

Pulau ini adalah salah satu pulau terdekat dengan Gunung Anak Krakatau yang merupakan dinding kaldera dari Gunung Krakatau purba.

Masih Level Siaga

Sementara itu pada Rabu, 20 Februari 2019 kemarin, terpantau adanya gempa vulkanik di Gunung Anak Krakatau dalam dengan amplitudo 7-15 mm, S-P : 1,1 -2,5 detik dan durasi 8-20 detik.

Status Gunung Anak Krakatau pun masih di level III alias Siaga.

Nelayan dan wisatawan dilarang mendekati Gunung Anak Krakatau dalam radius 5 kilometer.

Gunung Anak Krakatau merupakan gunung api baru yang muncul ke permukaan laut pada tahun 1927.

Gunung ini muncul di lokasi kaldera induknya yang meletus dahsyat pada 1883 silam.

Letusan ini tercatat menjadi salah satu letusan gunung api terdahsyat di dunia.

Pada tahun 2018 lalu, Gunung Anak Krakatau mulai terpantau aktif pada bulan Juni.

Aktivitas Gunung Anak Krakatau terus mengalami pasang surut.

Pada Oktober 2018, aktivitas Gunung Anak Krakatau sempat cukup tinggi.

Pada Desember 2018, aktivitas Gunung Anak Krakatau menunjukkan peningkatan, hampir setiap hari mengeluarkan lava pijar.

Sabtu, 22 Desember 2018 sekitar pukul 20.30 WIB, Gunung Anak Krakatau mengalami erupsi besar.

Sebagian badan gunung longsor ke laut Selat Sunda.

Longsoran ini memicu terjadinya tsunami yang menghantam kawasan pesisir Kabupaten Lampung Selatan dan Banten.

Gelombang tsunami yang diperkirakan mencapai 6-8 meter ini merenggut 437 korban jiwa.

Korban jiwa berasal dari lima kabupaten. Rinciannya, Kabupaten Pandeglang dan Serang di Provinsi Banten, serta Kabupaten Lampung Selatan, Pesawaran, dan Tanggamus di Lampung.

Perubahan Fisik Gunung

Pasca mengalami erupsi besar pada akhir 2018 lalu, Gunung Anak Krakatau mengalami perubahan fisik.

Ketinggian Gunung Anak Krakatau terpangkas, dari semula 328 mdpl menjadi kini 110 mdpl.

Gunung Anak Krakatau pun kini memiliki kawah.

“Gunung Anak Krakatau memang salah satu gunung api aktif di Indonesia. Peningkatan aktivitasnya biasanya memiliki rentang waktu 1-6 tahun. Sebelum 2018 ini, tahun 2012 Gunung Anak Krakatau juga sempat mengalami peningkatan aktivitas dan sempat erupsi,” kata Andi Suardi beberapa waktu lalu.

Meski demikian, pesona Gunung Anak Krakatau menjadi daya tarik tersendiri bagi para wisatawan.

Cukup banyak wisatawan lokal maupun mancanegara yang kerap menyambangi gunung api di tengah Selat Sunda ini sebelum terjadinya erupsi besar pada akhir tahun lalu.

Gunung Anak Krakatau merupakan kawasan cagar alam.

“Sebenarnya sudah banyak wisatawan lokal dan juga dari luar yang ingin melihat kondisi Gunung Anak Krakatau pasca erupsi besar akhir tahun lalu. Tetapi, saat ini status Gunung Anak Krakatau masih level III Siaga. Belum diperbolehkan mendekati kawasan gunung api tersebut dalam jarak dekat,” kata Umar, penggiat wisata di Pulau Sebesi, pulau berpenghuni terdekat dari Gunung Anak Krakatau.

Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved