Isu Makar

Permadi: Ada yang Menjerumuskan Saya dengan Sebarkan Video

Permadi kembali menjalani pemeriksaan oleh penyidik di Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya, Senin

Penulis: Budi Sam Law Malau |
Wartakotalive.com/Budi Sam Law Malau
Politisi Partai Gerindra Permadi usai diperiksa penyidik Ditreskrimsus Polda Metro Jaya, Senin (20/5/2019) terkait dugaan ujaran kebencian dan makar atas pernyataannya soal revolusi di DPR. 

SEMANGGI, WARTAKOTALIVE.COM -- Politisi Partai Gerindra, Permadi kembali menjalani pemeriksaan oleh penyidik di Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya, Senin (27/5/2019).

Permadi diperiksa sebagai sebagai terlapor kasus dugaan makar terkait ucapan revolusi dalam videonya yang sempat viral di medsos.

Permadi datang bersama kuasa hukumnya, Hendarsam Marantoko pukul 10.40.

Ia mengenakan pakaian khasnya hitam-hitam.

“Ini kedua kalinya saya diperiksa oleh Siber Polda Metro Jaya. Yang pekan lalu belum selesai. Sekarang disambung lagi, soal video ceramah saya di gedung DPR,” kata Permadi.

Ia mengatakan, Revolusi yang ia katakan saat itu merujuk pada konteks seruan Presiden Soekarno.

Menurutnya revolusi dapat dimaknai banyak hal, contohnya revolusi mental.

"Revolusi yang saya maksud, revolusinya Bung Karno yang multikompleks revolusi mental. Mental harus diubah dari mental orang yang dijajah menjadi tidak dijajah. Menjadi bangsa yang beridikari. Itu harus. Revolusi politik, revolusi ekonomi, revolusi budaya, revolusi industri, semua macam, multikompleks. Termasuk revolusi luar negeri. bung Karno menolak bantuan luar negeri amerika dengan mengatakan go to hell,” kata Permadi.

Ia mengatakan ada yang menjerumuskan dirinya agar dipolisikan dengan menyebar luaskan video ceramahnya yang menyebutkan soal Revolusi sehingga viral.

Sebab kata dia pernyataannya itu dilakukan dalam forum tertutup dan tidak terbuka.

Ia menjelaskan dirinya diperiksa penyidik terkait video soal pernyataannya tentang revolusi yang dikatakannya saat bertemu forum rektor di ruang DPR, pada 8 Mei 2019 lalu.

"Gara-gara video itu saya diperiksa. Begini, saya ngomong itu di DPR selaku anggota lembaga pengkajian MPR dan, selaku Dewan Pembina Gerindra. Saya diundang Fadli Zon untuk mendampingi berbicara di depan forum rektor. Pembicaraan bersifat terbatas dan tertutup," kata Permadi.

"Karena itu saya tidak tahu kalau dibuat video dan disebarluaskan. Mungkin itu untuk menjerumuskan saya. Dan itu ada UU DPR Pasal 224 yang menyatakan bahwa berbicara di ruang DPR atau pimpinan DPR itu kebal hukum. Dan saya anggota lembaga pengkajian DPR. Jadi saya tidak mau menjelaskan apakah revolusi, itu semua tertutup sehingga tidak perlu saya jelaskan ke penyidik," papar Permadi.

Permadi menjelaskan ia berbicara di DPR itu sekitar 20 sampai 25 menit.

"Tetapi video itu dipotong tidak lengkap, saya sudah mendengarkan," katanya.

Saat ditanya apakah revolusi yang dimaksudnya di video itu tidak benar, Permadi membantahnya.

"Benar, tapi tidak seperti yang di video," katanya.

Meski begitu kata Permadi ia tidak ada rencana melaporkan perekam video.

"Tidak perlu. Saya biarkan saja. Mereka itu bukan delik aduan. Kalau polisi anggap itu ya silakan periksa," katanya.

Pada pemeriksaan Senin (20/5/2019) lalu, Permadi mengaku dicecar 15 pertanyaan.

"Ada 15 pertanyaan yang saya jawab dan dinyatakan belum selesai," katanya.

Menurut Permadi ia sebelumnya juga diperiksa di Bareskrim Polri sebagai saksi terkait kasus makar dengan terlapor Kivlan Zen.

Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono mengatakan pemeriksaan atas permadi di Ditreskrimsus berdasarkan dua laporan yang masuk ke Mapolda Metro Jaya.

"Ada dua laporan yang kami terima dengan terlapor Permadi. Dan sejak tadi pagi sudah menjalani pemeriksaan di Ditreskrimsus," katanya.

Sebelumnya Permadi dilaporkan oleh Stefanus Asat Gusma dan Josua Viktor sebagai Ketua Yayasan Bantuan Hukum Kemandirian Jakarta ke Polda Metro Jaya.

Laporan Gusma tercatat pada nomor LP/2885/V/2019/PMJ/Dit. Reskrimum. Sedangkan laporan Viktor teregister pada LP/2890/V/2019/PMJ/Dit. Reskrimum.

Pasal yang diterapkan dalam kedua laporan itu adalah pasal UU ITE serta dugaan makar yang masuk Pasal 107 KUHP dan 110 KUHPjuncto Pasal 87 KUHP dan/atau Pasal 4 juncto Pasal 16 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis.(bum)

Sumber: Warta Kota
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved