Pilpres 2019
Mahfud MD Bela Bambang Widjojanto Pengacara Kubu Prabowo yang Sebut MK 'Mahkamah Kalkulator'
Bambang Widjojanto memelesatkan MK sebagai kepanjangan dari Mahkamah Kalkulator. Tapi ternyata Mahfud MD justru membela BW. Simak selengkapnya.
SENGKETA Pilpres 2019 berlanjut. Kubu Prabowo sudah mendaftarkan gugatannya ke Mahkamah Konstitusi.
KPU RI pun menyiapkan pengacarannya, sementara kubu Paslon nomor urut 01 Jokowi-Maruf dalam posisi menunggu hasil putusan MK.
Ketua tim kuasa hukum Prabowo-Sandi, Bambang Widjojanto (BW), memberi pernyataan terkait mahkamah konstitusi (MK) yang membuat beberapa tokoh menanggapinya
Bambang Widjojanto meminta agar MK tak berubah menjadi "Mahkamah Kalkulator' usai menyerahkan permohonan gugatan hasil Pilpres di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) Jakarta, Jumat (24/5/2019).
Tetapi Mahfud MD justru terkesan membela Bambang Widjojanto yang mengeluarkan pernyataan tersebut.
• Sidang Sengketa Pilpres 2019, Mahfud MD Perkirakan Kejadian 2009 Akan Terulang Kembali
• Kubu Prabowo Dianggap Buat Framing Opini Berbahaya Soal MK, Jokowi: Jangan Rendahkan Insitusi Negara
• BEREDAR, Sandiaga dan AHY Masuk di Susunan Kabinet Kerja Jilid II Jokowi, Begini Katanya
Hal itu terjadi dalam sebuah acara dimana pembawa acaranya menanyakan ke Mahfud MD apakah yang diucapkan BW termasuk bentuk Contempt of Court.
Menanggapi hal itu, Mahfud MD pun memberikan jawabannya dalam acara tersebut.
Dikutip TribunWow.com dari tayangan program metrotvnews,Sabtu (25/5/2019), Mahfud kemudian menjelaskan mengenai istilah tersebut.

• Sidang Sengketa Pilpres 2019, Mahfud MD Perkirakan Kejadian 2009 Akan Terulang Kembali
• Kubu Prabowo Dianggap Buat Framing Opini Berbahaya Soal MK, Jokowi: Jangan Rendahkan Insitusi Negara
• BEREDAR, Sandiaga dan AHY Masuk di Susunan Kabinet Kerja Jilid II Jokowi, Begini Katanya
Namun, ia menganggap perkataan seperti 'Mahkamah Kalkulator' tidak perlu dianggap sebagai hal yang berlebihan.
"Tetapi ini anggap sebagai penilaian publik yang tidak usah disikapi terlalu berlebihan," katanya.
Mahfud MD lalu mengatakan ia dahulu saat menjadi Ketua MK di tahun 2009 juga pernah diragukan saat memutuskan sengketa pilpres.
"Saya punya pengalaman, tahun 2009 itu sama Mahkamah Konstitusi itu dituding sebagai Mahkamah Kalkulator, dituding sudah diatur oleh presiden SBY waktu itu," ujar Mahfud.
• Bagaimana Prospek IHSG Tiga Hari Kedepan?
• Andi Soraya Bakal Tampil Jadi Saksi Meringankan Sidang Kasus Narkoba Terdakwa Steve Emmanuel
Ia juga mengatakan ada banyak aksi unjuk rasa saat itu.
"Seminggu sebelum putusan MK, itu demo setiap hari, tapi kita jalan saja, kemudian kita ingat tanggal 12 Agustus tahun 2009, jam 4 sore saya mengetok palu, bahwa sesudah memeriksa dengan seksama kami memutuskan bahwa Pak SBY tetap menang, itu jam 4 sore," ujar Mahfud.
• Enam Tersangka Kasus Pembakaran Kantor Polsek: MUI Sebut Coreng Ulama dan Minta Tangkap Dalangnya
• Ivan Kolev Ungkap Tiga Faktor Kekalahan 2-1 Persija Jakarta atas PSIS Semarang
• Kubu Prabowo Dianggap Buat Framing Opini Berbahaya Soal MK, Jokowi: Jangan Rendahkan Insitusi Negara
Ia lalu mengatakan sikap paslon lain saat itu ada Ketua Umum Partai PDIP, Megawati Soekarno Putri dan dari Partai Golkar, Jusuf Kalla-Wiranto.
"Jam setengah 5 Bu Megawati dengan sikap kenegarawannya bilang dari kediamannya kami menerima keputusan ini, karena itu sudah keputusan hukum'."
"Pada waktu yang bersamaan Pak Jusuf Kalla waktu itu yang berpasangan dengan Wiranto juga menyatakan menerima, akhirnya saat itu juga ketegangan mereda, dan besoknya situasi negara ini berjalan normal, itu tanggal 15 Agustus tahun 2009," ujar Mahfud.
Mahfud lalu menduga hal yang sama akan terjadi pada 28 Mei nanti.
"Saya juga menduga begini nanti, tanggal 28 Juni insha Allah akan terjadi hal yang sama ketika salah satu dinyatakan kalah, apakah itu Pak Prabowo atau Pak Jokowi, akan menerima putusan MK," ujar Mahfud.
"Rakyat itu akan tenang kalau begitu, asal MK nya benar-benar ya," pungkasnya.
• Sidang Sengketa Pilpres 2019, Mahfud MD Perkirakan Kejadian 2009 Akan Terulang Kembali
• Kubu Prabowo Dianggap Buat Framing Opini Berbahaya Soal MK, Jokowi: Jangan Rendahkan Insitusi Negara
• BEREDAR, Sandiaga dan AHY Masuk di Susunan Kabinet Kerja Jilid II Jokowi, Begini Katanya
Lihat videonya di menit ke 4.44:
Diketahui sebelumnya, Bambang Widjojanto berharap Mahkamah Konstitusi (MK) tak hanya menelusuri angka-angka yang bersifat numerik dalam menangani sengketa hasil Pilpres, dikutip dari Kompas.com, Sabtu (25/5/2019).
Bambang mengistilahkan MK jangan jadi "mahkamah kalkulator".
MK, kata mantan komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ini, sudah seharusnya menelusuri secara serius dugaan adanya kecurangan yang terstruktur, sistematis, dan masif.
"Kami mencoba mendorong MK bulan sekadar mahkamah kalkulator yang bersifat numerik, tapi memeriksa betapa kecurangan begitu dahsyat," kata Bambang seusai menyerahkan permohonan gugatan hasil Pilpres di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Jumat (24/5/2019).
Bambang juga mengajak publik menyimak proses persidangan sengketa hasil Pilpres yang akan dimulai pada 14 Juni 2019 ini.
• Sidang Sengketa Pilpres 2019, Mahfud MD Perkirakan Kejadian 2009 Akan Terulang Kembali
• Pertama Kalinya Koleksi Terbaru Shafira Hadir di Hadapan Ribuan Warga Bandung, Termasuk Gubernur Lho
• Enam Tersangka Kasus Pembakaran Kantor Polsek: MUI Sebut Coreng Ulama dan Minta Tangkap Dalangnya
"Marilah kita perhatikan secara sungguh-sungguh proses sengketa ini. Mudah-mudahan MK bisa menempatkan dirinya menjadi bagian penting, dimana kejujuran jadi watak kekuasaan," kata dia.
Diketahui tim penasihat hukum Prabowo-Sandiaga secara resmi telah mendaftarkan gugatan sengketa hasil pilpres 2019 ke MK, Jumat (24/5/2019) pukul 22.44 WIB atau kurang dari 1,5 jam menjelang penutupan pendaftaran permohonan.
"Alhamdulillah kami sudah menyelesaikan permohonan sengketa perselisihan hasil pilpres dan malam ini kami akan serahkan secara resmi permohonan itu," ujar Bambang Widjojanto.
Prabowo-Sandiaga menggugat hasil Pilpres setelah kalah suara dari pasangan Joko Widodo-Ma'ruf Amin.
Menurut hasil rekapitulasi KPU, jumlah perolehan suara Jokowi-Ma'ruf mencapai 85.607.362 atau 55,50 persen suara, sedangkan perolehan suara Prabowo-Sandi sebanyak 68.650.239 atau 44,50 persen suara.
Artikel ini telah tayang di tribun-medan.com dengan judul BAMBANG Widjojanto Wanti-wanti agar MK Jangan Jadi Mahkamah Kalkulator, Mahfud MD Angkat Bicara.