Bulan Suci Ramadan
Mengenal Surau Batu di Kalumbuk Padang, Tempat Menyusun Strategi Perang Hingga Tugu Bambu Runcing
Mengenal Surau Batu di Kalumbuk Padang, Tempat Menyusun Strategi Perang Hingga Tugu Bambu Runcing
Surau Batu Muthmainnah Kalumbuk menyimpan banyak cerita.
Di antaranya adalah perjuangan Djamaluddin Wak Ketok, seorang tokoh pejuang sebelum dan setelah kemerdekaan RI.
Surau Batu Muthmainnah Kalumbuk terletak di Jalan Raya Kalumbuk, Kuranji, Kota Padang, Sumatera Barat ( Sumbar).
Surau Batu Muthmainnah Kalumbuk diperkirakan berdiri sebelum kemerdekaan 1945.
Mulanya, Surau Batu Muthmainnah Kalumbuk berbentuk surau kayu.
Kemudian direnovasi sekitar tahun 1999 menggunakan bahan plester yakni pasir dan semen.
Program renovasi terus berkelanjutan hingga tahun 2016.
Dengan bantuan dana seadanya, pembangunan surau terus dikebut. Namun tak kunjung rampung.
Surau Batu Muthmainnah Kalumbuk terdiri atas dua lantai. Lantai satu digunakan untuk tempat salat dan kegiatan pesantren Ramadan.
Sementara lantai dua digunakan sebagai tempat berkumpulnya remaja masjid untuk melaksanakan kegiatan.
"Hingga tahun 2019, lantai dua surau mendapat bantuan untuk renovasi dari seorang donatur," kata pengurus surau Martius, Kamis (24/5/2019).
Rencananya, jika rampung, lantai dua tersebut akan digunakan sebagai pusat pendidikan, perpustakaan, dan taman bacaan.
Surau dengan cat dominan warna hijau itu meski sedang dalam perbaikan di beberapa sisi, masih tetap bisa digunakan.
"Pesantren Ramadan rutin setiap tahun diadakan di sini, mulai dari salat subuh berjamaah, salat duha, hingga materi materi keagamaan.
Anak-anak TPA selama Ramadan mengasah kemampuan tahfiznya di surau ini," sambung Martius.
Pada malam hari bulan Ramadan, surau juga ramai dikunjungi warga untuk salat tarawih 11 rakaat dengan empat salam.
"Seusai salat, siswa akan meminta ustaz atau pengurus masjid menandatangani buku agenda Ramadan mereka," tambah Martius.
• Jam Matahari Penunjuk Waktu Salat Jadi Penanda Jejak Masjid Jami Nurul Ibadah yang Tertua di Paser
• Kue Kering Berbahan Olahan Tauco dari Cianjur, Perpaduan Komposisi Rasa Asin Gurih dengan Manis
• Tauco Legendaris Cianjur, Gunakan Guci Berusia Ratusan Tahun dan Proses Pembuatan Tiga Bulan

Tugu Bambu Runcing
Tepat di samping Surau Batu terdapat tugu perjuangan yang menjulang tinggi. Tugu dari batu itu menyerupai tiga batang bambu runcing.
Tetua di sana mengatakan, tugu bambu di surau mengingatkan akan perjuangan Djamaluddin Wak Ketok, seorang tokoh pejuang sebelum dan setelah kemerdekaan RI.
"Djamaluddin Wak Ketok merupakan seorang tokoh yang melegenda di Kuranji.
Ia melegenda ketika bergabung dalam Batalyon Harimau Kuranji yang dipimpin Mayor Ahmad Husein," kata keponakan Jamaluddin Wak Ketok, Mayarni Abdullah (70).
Pada dinding tugu perjuangan, terpampang ukiran sejarah perjuangan.
Mulai dari nama-nama tim yang tergabung dalam Dewan Perjuangan, yaitu Tentara Keamanan Rakyat (TKR), Hizbulah (Tentara Allah), Temi, Laskar Muslimin (Lasmi), Majelis Tinggi Kerapatan Adat Minangkabau (MTKAM), Pemuda Republik Indonesia (PRI), Barisan Istimewa (BI), Keputrian Republik Indonesia (KRI) dan Sabil Muslimat.
Pada sisi lainnya tertulis tujuan Dewan Perjuangan, pembagian tugas, strategi yang dipakai dalam peperangan, dan persenjataan yang dimiliki.
Di sana juga tertulis waktu Penyerangan Rimbo Kaluang, yakni 21 Februari 1946 oleh TKR dan barisan barisan dibawah komando Mayor Ahmad Hussien.
Dalam pertempuran itu, gugur Kopral Rifai. Sementara yang hilang Kopral Bahar. Di pihak musuh banyak yang gugur dan luka berat atau ringan.
Saat itu Surau Batu menjadi markas utama Dewan Perjuangan Kemerdekaan Republik Indonesia (DPKRI) atau dikenal juga dengan sebutan Dewan Perjuangan Rakyat Padang (DPRP).
"Surau digunakan sebagai tempat menyusun strategi perang. Kemudian juga tempat menyimpan senjata perang," kata Mayarni Abdullah.
Mayarni Abdullah mengatakan, pada masa bagolak, Jamaluddin Wak Ketok meninggal dunia.
Bagi Mayarni Abdullah, Wak Ketok adalah sosok yang berani dan banyak akal. Kemudian ia juga taat agama.
"Dia merupakan anak bungsu dari tiga bersaudara. Ia adalah sosok yang disegani.
Ia juga mamak yang bertanggung jawab terhadap keponakan, terbukti ia mampu menyekolahkan keponakannya," kenang Mayarni Abdullah.
Pada satu sisi, tugu tertulis pantun perjuangan DPRP yang berbunyi, “Di atas pisang di bawah jantung, di tengah tengah pohon kelapa, Biar ditembak atau digantung, Asal Indonesia Tetap Mardeka”.
Hingga saat ini, masih ada beberapa jemaah yang berkunjung ke surau melihat tugu perjuangan yang masih berdiri.