Investasi
Kinerja Emiten Properti untuk Semester Kedua? Ada Penjelasan Analisis Saham
Kinerja Emiten Properti untuk Semester Kedua? Ada Penjelasan Analisis Saham.
Momen pemilihan umum lalu menjadi salah satu katalis negatif bagi emiten properti.
Momen Ramadan juga membuat masyarakat cenderung mengalirkan uangnya untuk membeli produk-produk konsumsi.
WARTA KOTA, PALMERAH--- Semester pertama tinggal 1,5 bulan lagi.
Biasanya pencapaian pada masa tersebut menjadi benchmark bagi kinerja perusahaan-perusahaan di sisa tahun berjalan, termasuk bagi perusahaan properti.
Meski begitu, sisa tahun 2019 diproyeksikan akan menjadi saat-saat yang berat bagi emiten-emiten properti.
Setidaknya hal itu disampaikan oleh para analis saham yang selama ini mengamati kinerja sektor properti.
Analis MNC Sekuritas, Muhammad Rudy, mengatakan, momen pemilihan umum lalu menjadi salah satu katalis negatif bagi emiten properti.
• Bagaimana Cara Mendapatkan Manfaat Kopi saat Berpuasa?
Pemilu disebut membuat masyarakat cenderung berhati-hati, termasuk untuk membeli unit-unit properti.
"Seperti pada umumnya menghindari ketidakpastian," kata Rudy kepada Kontan.co.id, baru-baru ini.
Sedangkan analis Artha Sekuritas, Dennies Christoper, mengatakan, momen Ramadan juga membuat masyarakat cenderung mengalirkan uangnya untuk membeli produk-produk konsumsi.
"Dari segi saham, investor juga praktis akan lebih memilih sektor konsumsi dan ritel karena lebih jelas terdongkrak," kata Dennies.

Di luar faktor tersebut, alih-alih optimistis, para analis tersebut juga ternyata cenderung ragu dengan kinerja emiten properti.
Rudy mengatakan, penjualan properti memang masih menantang.
"Terutama dari sinyal yang diberikan Bank Indonesia (BI) terkait suku bunga. Rasa-rasanya masih minim sinyal untuk bisa turun," jelas Rudy.
• Membeli Smartphone Baru Butuh Waktu 14 Hari? Penjelasan Survei Terbaru Google
Hingga saat ini, BI masih menahan suku bunga di level enam persen meski inflasi masih terhitung rendah yakni 0,44 persen per April 2019.
Selain itu Rudy juga menilai beberapa perusahaan properti cenderung masih mengandalkan produk di segmen menengah ke atas.
"Hal ini membuat mereka kesulitan menjual produk-produknya karena uang masyarakat sepertinya belum banyak tersalur untuk hunian," katanya.
Sebagai investasi peningkatan harga properti pun juga masih terbatas.
Dennies mengatakan, suku bunga masih membuat para konsumen menahan diri untuk membeli produk-produk properti.
"Bukan hanya bagi para calon pembeli namun investor saham juga cenderung menahan untuk membeli saham emiten sektor ini," kata Dennies.
• China Tidak Takut Perang Dagang, Trump: China Melanggar Kesepakatan
Menurut Dennies, kinerja properti dan sahamnya bisa terdongkrak bila ada penurunan suku bunga pada akhir tahun nanti.
Meski begitu Rudy memberikan sisi cerah bagi kinerja sektor properti.
Regulasi penetapan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) dari lima persen menjadi satu persen bisa menjadi katalis positif bagi sektor ini.
"Pelonggaran loan to value (LTV) yang dilakukan oleh BI pada tahun lalu juga harusnya bisa dimanfaatkan perusahaan untuk menggeber pendapatan," kata Rudy.
Berbeda dengan Rudy, Dennies menilai kebijakan itu belum banyak dampaknya.
Dennies mengatakan, hal itu belum menghitung dampak persaingan antar pengembang.
"Ini bisa menyebabkan sektor properti mengalami over supply ketika daya beli masyarakat belum meningkat. Terutama di daerah Jabodetabek yang selama ini menjadi pangsa besar bagi emiten properti," kata Dennies.
• Start Up Produk Makanan Sehat, Menghasilkan Produk Makanan Sehat dari Pertanian Organik
Meski begitu, dari sisi saham, Dennies menilai tak ada salahnya para investor tetap mengoleksi saham emiten properti.
Menurutnya pelemahan harga saham bisa dimanfaatkan bagi para investor.
"Buy on weakness dan disimpan untuk jangka panjang karena bagaimana pun juga sektor properti dalam jangka waktu lama cukup stabil," ujar Dennies.
Sedangkan Rudy menilai dalam jangka waktu pendek, hanya perusahaan properti tertentu yang kinerjanya cenderung aman pada tahun ini.
"Terutama perusahaan yang mengandalkan recurring income. Karena dari situ pendapatan perusahaan cenderung berputar dan stabil," kata Rudy.
Untuk itu Rudy merekomendasikan saham PT. Pakuwon Jati Tbk yang memiliki kode saham PWON dengan target harga Rp 720.
Kemudian PT Summarecon Agung Tbk (SMRA) dengan target harga Rp 1.240, dan PT Ciputra Development Tbk (CTRA) dengan target harga Rp 1.310 per saham.
Jumat lalu, harga saham PWON naik 4,62 persen ke Rp 680 per saham.
Harga saham SMRA naik 2,79 persen ke Rp 1.105 per saham dan CTRA naik 2,83 persen menjadi Rp 1.090 per saham.
• Cerita Pedagang Buku Senen Setelah Pindah ke Pasar Kenari di Jakarta Pusat
Berita ini sudah diunggah di Kontan.co.id dengan judul Analis prediksikan kinerja emiten properti akan sulit pada sisa tahun ini