Pemilu 2019
2 Ibu Petugas KPPS di Pariaman dan Agam Mengalami Keguguran karena Kelelahan saat Bertugas
2 Ibu Petugas KPPS di Pariaman dan Agam Mengalami Keguguran karena Kelelahan saat Bertugas
Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sumatera Barat mencatat ada 88 orang penyelenggara Pemilu mengalami musibah saat bertugas.
Sederetan para penyelenggara Pemilu yang dimaksud adalah PPK, PPS, KPPS, dan Linmas.
Mardesi, seorang Anggota KPPS warga Kampung Kandang Kecamatan Pariaman Timur, Kota Pariaman hingga kini masih merasakan ngilu di perutnya usai mengalami keguguran.
Kepada TribunPadang.com, melalui sambungan telepon pada Jumat (3/5/2019), Mardesi menuturkan dirinya divonis keguguran dalam usia kehamilan masih 10 minggu.
"Saat membuka surat suara, perut saya sudah mulai kram, karena berdiri terlalu lama. Badan saya pegal saat itu bahkan pada hari itu juga sudah keluar bercak darah. Akan tetapi, karena berpikir hanya kelelahan saya bawa istirahat," ungkap Mardesi (43).
Mardesi berencana akan berobat ke rumah sakit (RS) pada Jumat (19/4/2019), tetapi ternyata hari libur.
Akhirnya, Sabtu (20/4/2019) ia berobat ke Puskesmas di Kota Pariaman dan dirujuk ke RS Aisyiyah Pariaman.
"Karena dokter nggak masuk, saya dirujuk ke UGD RSUD Pariaman. Setelah diperiksa, dokter mengatakan kandungan saya lemah. Dokter memberi saya obat penahan sakit," sambung Mardesi.
Mardesi berharap besar kandungannya bisa bertahan karena ia sangat mengidamkan anak perempuan.
Dia memiliki 4 orang anak dan semuanya laki laki.
"Siapa tahu anak dalam kandungan saya itu perempuan," harap Mardesi.
Setelah diberi obat penahan sakit, keesokan harinya, Minggu (21/4/2019) Mardesi mengeluarkan bercak darah dan mengalami keguguran.
Mardesi mengaku sebelumnya dokter sudah mendiagnosa bahwa kandungannya lemah dan tidak mungkin berkembang. Akan tetapi karena harapan besar, ia dan suami masih mempertahankan.
"Ya, harus bagaimana lagi. Ini adalah takdir. Sekarang kondisi sudah mulai membaik," kata Mardesi.
Mardesi mengaku baru sekali menjadi anggota KPPS. Bergabung karena diajak oleh teman-temannya.
"Walaupun tenaga tak seberapa, setidaknya saya membantu. Namun, malang. Perut kram karena lama berdiri. Kemudian kelelahan menjadi faktor saya keguguran," kata Mardesi.
Namun ia pasrah menerima kondisi tersebut karena itu sudah takdir Allah SWT.
Terkait persoalan honor, ia berharap Pemerintah ke depannya lebih mempertimbangkan honor untuk anggota KPPS. Masalahnya honor yang diberikan sedikit dan tidak sebanding dengan tugas yang diemban.
"Honor KPPS untuk Pilpres dan Pileg tidak bisa disamakan dengan Pilkada," kata Mardesi.
Efek Kelelahan
Sementara itu, anggota KPPS Nagari Tiku Utara Kecamatan Tanjung Mutiara, Kabupaten Agam, Yusri Marnita (30) juga mengalami keguguran dalam usia kandungan 4 bulan karena efek kelelahan.
Ia sempat dirawat di RS Ibu dan Anak Rizki Bunda Lubuk Basung, Kabupaten Agama, Sumbar.
Sehari setelah pemungutan suara, Yusri Marnita mengalami pendarahan. Namun karena masih punya tanggung jawab, ia tetap melanjutkan pekerjaannya.
"Karena punya tangggung jawab, makanya saya tetap melanjutkan tugas," kata Yusri Marnita perlahan.
Namun, karena masih dalam kondisi sakit, Yusri Marnita belumlah bisa memberikan jawaban banyak kepada TribunPadang.com yang juga dihubungi Jumat.
Ia justru meminta suaminya untuk menjelaskan kronologi ia bisa keguguran.
Rahman Hakim (34) menceritakan istrinya merasakan sakit di bagian perut sejak Kamis (18/4/2019).
Pada Jumat tengah malam, istrinya ternyata mengeluarkan darah atau pendarahan.
"Saya bawa ke bidan desa. Terus diperiksa dan dicek. Bidan mengatakan tidak ada lagi detak jantung di perut istri saya. Setelah itu dokter menganjurkan untuk pulang dan beristirahat," kata Rahman Hakim.
Keesokan harinya, Rahman Hakim membawa istrinya ke puskesmas dan direkomendasikan ke Rumah Sakit Ibu dan Anak Rizki Bunda Lubuk Basung.
Istri Rahman Hakim langsung dibawa ke UGD saat itu. Di sana dicek dan diperiksa oleh dokter. Dokter mendiagnosa, istrinya mengalami abortus komplit (sempurna kegugurannya).
"Saya dan keluarga sangat terpukul. Itu adalah anak kedua saya. Dokter menduga istri saya kelelahan dengan tingkat stres yang tinggi," kata Rahman Hakim.
Sebagai suami, Rahman Hakim sangat mengharapkan kehadiran buah pernikahannya dengan Yusri Marnita. Dia dan kelurganya yang lain dirundung kesedihan.
"Saya sedih. Keluarga sedih. Mereka mengeluarkan macam-macam tanggapan. Gara gara uang sedikit dan gara gara mengharapkan sesuatu yang tidak patut, kita kehilangan," keluh keluarga Rahman Hakim.
Namun, Rahman Hakim tetap tabah karena baginya hidup dan mati di tangan Allah.
"Saya kembalikan semua kepada Allah. Sudah ajal anak saya di sana," pasrah Rahman Hakim.
Rahman Hakim tidak pernah berharap musibah ini menimpa dia dan keluarganya. Dia tidak menyangka sistem Pemilu mengakibatkan istrinya keguguran.
"Ini sangat tidak saya harapkan. KPU tidak berpikir Pemilu akan serumit ini. Saya pun berpikir demikian.
Kita sama sama tidak berharap hal ini terjadi," kata Rahman Hakim.
Bagi Rahman Hakim pekerjaan istrinya adalah pengabdian kepada negara. Ia tak pernah mengukur sesuatu dari uang.
Ia berharap penyelenggara Pemilu melakukan evaluasi sehingga menghasilkan sistem yang lebih baik. Ia menginginkan KPU menerapkan sistem shift untuk kedepannya.
"Istri saya kerja 24 jam. Kasihan juga. Namun karena dia punya tanggung jawab, saya gak bisa ngapa ngapain.
Saya sudah menjaga istri saya. Saya sudah ingatkan dia. Tetapi malang tak dapat ditolak," kata Rahman Hakim.
Hingga berita ini diturunkan, dua anggota KPPS yang mengalami keguguran tersebut belum menerima santunan. Namun mereka tak berharap banyak.
"Kalau seandainya ada santunan, saya sebagai suami yang menjemput. Pasti ada program dari Pemerintah. Cuma belum menerima informasi. Keguguran istri saya sudah saya katakan ke ketua KPPS," kata Rahman Hakim.