Pemilu 2019

Pengamat Harap BPN Prabowo Sandi Mau Beberkan Metodologi Perhitungan Internal Mereka

"Mereka (BPN) harus menjelaskan metodologinya, beberkan bukti dan faktanya. Jika itu real count, dari berapa persen daerah yang sudah dilakukan perhit

Editor: Ahmad Sabran
Warta Kota/Adhy Kelana
Prabowo dan Sandiaga umumkan kemenangan suara dalam Pilpres 2019. 

Pengamat komunikasi politik dari Universitas Pelita Harapan (UPH) Emrus Sihombing berharap tim Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi untuk membeberkan data untuk membuktikan klaim kemenangan 62 persen Prabowo-Sandi berdasarkan hitungan real count internal.

"Mereka (BPN) harus menjelaskan metodologinya, beberkan bukti dan faktanya. Jika itu real count, dari berapa persen daerah yang sudah dilakukan perhitungan itu harus dibuktikan," kata Emrus di Jakarta, Jumat (19/4/2019).

Seperti diketahui, deklarasi kemenangan disampaikan capres nomor 02 Prabowo Subianto berdasarkan penghitungan real tim internal BPN. Prabowo mengklaim telah mengantongi lebih dari 62 persen suara nasional.

Prabowo memberikan pernyataan dengan membaca teks yang sudah disiapkan. Sementara wakilnya, Sandiaga Uno yang berdiri di samping kirinya tampak lebih banyak diam.

Dikatakan Emrus, jika klaim kemenangan Prabowo itu merujuk pada hasil real count internal maka Prabowo-Sandi baru menang di TPS atau daerah yang menjadi objek perhitungan mereka.

"(Real count internal) itu tidak bisa disamakan dengan quick count lembaga survei," kata Emrus.

Menurutnya, hitung cepat lembaga survei, bisa dipertanggungjawabkan secara statistik, karena menggunakan metodologi terukur, sample yang digunakan juga representatif, dan memiliki keterwakilan dengan populasi.

Misalnya, Litbang Kompas sudah melakukan 15 kali hitung cepat, sejak Pilkada Jakarta tahun 2007.

Seperti dikutip dari Kompas.com, simpangan rata-rata hasil Hitung Cepat dengan hasil penghitungan KPU selalu di bawah 1 persen.

Simpangan yang paling rendah tercapai pada Pilkada Jakarta tahun 2017 putaran kedua dengan simpangan rata rata mencapai 0,04 persen.

Dalam hitung cepat Pilpres kali ini, Litbang Kompas mengambil sampel semua pemilih dari 2.000 TPS terpilih yang tersebar di seluruh Indonesia.

Pengambilan 2.000 sampel dilakukan dengan pertimbangan target toleransi kesalahan (margin of error), kemampuan sumber daya yang ada, dan biaya.

Metode penentuan TPS sampel dengan menggunakan teknik penarikan sampel secara acak sistematis berdasarkan jumlah data dari Daftar Pemilih Tetap (DPT) dalam negeri.

Total DPT dari 2.000 TPS sampel Kompas pada hitung cepat kali ini adalah 488.826 pemilih. Dengan tingkat kepercayaan 99 persen dari total maksimal pemilih adalah 185.732.093, maka simpangan kesalahan diperkirakan akan kurang dari 1 persen.

Sementara menanggapi pernyataan Prabowo yang menyebut banyaknya kecurangan dalam Pemilu, Emrus menyarankan Prabowo dan tim pemenangan untuk menempuh jalur hukum sambil membawa bukti-bukti, data, dan fakta.

"Kalau mengatakan ada dugaan kecurangan itu harusnya mereka punya bukti. Sampaikan saja ke Bawaslu. Nanti Bawaslu akan berkoordinasi dengan penegak hukum jika memang ditemukan ada tindak pidana," tutup Emrus.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Charta Politik, Yunarto Wijaya, menanggapi deklarasi kemenangan Prabowo.

Toto, sapaan akrabnya, hanya menyoroti sebuah surat survei yang memenangkan Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno, yang dianggapnya memiliki sejumlah kejanggalan.

Dalam surat survei itu terdapat beberapa salah ketik yakni "EXIT-POOL" seharusnya "EXIT POLL, "SAMPLING RANDON" seharusnya "RANDOM", "MARJIN" seharusnya "MARGIN" dan "KONTENSTANSI" seharusnya "KONTESTAS".

Tak hanya itu, tanggal yang tercantum dalam survei yang konon dibuat Lembaga Afiliasi Pengetahuan Ilmu dan Teknologi (Lapitek) Universitas Kebangsaan Republik Indonesia (UKRI) itu juga 17 April 2018.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved