Game Online

Ahli Psikologi Forensik Tak Setuju Fatwa Haram PUBG, Usulkan Pengendalian dan Pembatasan Ketat

Pakar Psikologi Forensik, Reza Indragiri Amriel, mengaku kurang setuju jika game online tembak-tembakan itu dinyatakan haram.

Penulis: Budi Sam Law Malau | Editor: Andy Pribadi
Tribunnews.com
Pakar Psikologi Forensik Reza Indragiri Amriel. 

SEMANGGI, WARTAKOTALIVE.COM -- Game online PlayerUnknown's Battlegrounds (PUBG) disebut-sebut menjadi inspirasi pelaku teror dalam penembakan brutal di dua masjid di Selandia Baru yang menewaskan sedikitnya 43 orang.

Karenanya Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Barat mempertimbangkan mengeluarkan fatwa haram untuk game tersebut.

Pakar Psikologi Forensik, Reza Indragiri Amriel, mengaku kurang setuju jika game online tembak-tembakan itu dinyatakan haram.

Namun ia mengaku setuju adanya pembatasan usia bagi para pemainnya yang diatur secara ketat.

"Sebab memang terlalu berisiko jika dibiarkan bebas. Fatwa haram? Saya lebih setuju haram bagi anak bangsa usia tertentu. Jadi, lebih pada pengendalian atau pembatasan secara ketat," katanya kepada Warta Kota, Minggu (24/3/2019).

Ia menjelaskan bahwa dalam psikologi memang ada Teori Belajar Sosial.

"Yang intinya, bahwa orang dapat memunculkan atau mengubah perilaku berdasarkan apa yang dia lihat dan saksikan," kata Reza.

Tapi realitasnya, tambah Reza, tidak serta-merta atau tidak semua orang yang menonton aksi teror di Selandia Baru yang oleh pelaku ditayangkan live di media sosial, melakukan perbuatan serupa.

"Itu artinya, ada faktor individual yang menjadi penentu apakah stimulasi dari game atau TV akan diduplikasi atau tidak," kata Reza.

Salah satu faktor itu katanya adalah suggestibility. "Yakni kerentanan seseorang untuk menerima sugesti atau pengaruh," ujar Reza.

Ia menjelaskan bahwa secara klasik ada tiga kelompok manusia yang secara umum kerap dianggap punya suggestibility atau rentan saat menerima sugesti atau pengaruh.

"Yaitu orang dengan kecerdasan atau pendidikan rendah, anak-anak, dan perempuan," paparnya.

Dalam kasus game online PUBG, kata Reza, stimulus tidak hanya berupa objek yang ditonton. Tapi juga objek yang berinteraksi dengan pemirsa.

"Karena stimulasi berlangsung multi inderawi, maka masuk akal kalau ada kekhawatiran bahwa peniruan semakin potensial," kata Reza.

Faktor lainnya tambah Reza tendensi kekerasan yang sudah ada pada diri individu.

"Ketika tendensi itu ada, maka terstimulasi sedikit saja bisa akan melipatgandakan kemungkinan munculnya perilaku kekerasan oleh yang bersangkutan," kata Reza.

Karena alasan itu, menurut Reza, dibanding fatwa haram atas PUBG ia lebih setuju pembatasan dan pengendalian PUBG secara ketat. "Jadi, haram bagi anak usia tertentu," kata Reza.(bum)

Sumber: Warta Kota
BERITATERKAIT
  • Ikuti kami di
    KOMENTAR

    BERITA TERKINI

    © 2023 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved